MJ. Purwakarta, Jawa Barat – Dunia pendidikan di Kabupaten Purwakarta kini tengah menjadi sorotan setelah viralnya pemberitaan di sejumlah media online terkait praktik pungutan di sekolah.
Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta sebelumnya telah mengeluarkan surat edaran nomor: 422/3381/Disdik yang berisi larangan penjualan Lembar Kerja Siswa (LKS) serta larangan menjual sampul buku raport kepada peserta didik di jenjang SD dan SMP. Namun, praktik pungutan di beberapa sekolah masih dikeluhkan oleh para orang tua murid.
Ahmad Alfian, salah satu orang tua murid, mengungkapkan adanya praktik pungutan yang masih berlangsung di sekolah tempat anaknya belajar. “Ada pemberitahuan lewat grup WhatsApp oleh salah satu guru, bahwa adanya sumbangan dana, dimulai dari kelas 1 hingga kelas 6 diminta sumbangan sebesar Rp 31.000,- untuk kegiatan HUT Pramuka,” ujar Ahmad.
Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa para wali murid diminta untuk membeli buku LKS seharga Rp 155.000,- per semester, membayar uang sampul raport sebesar Rp 75.000,-, serta uang Samen sebesar Rp 57.000,-. Bahkan, uang Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya diterima utuh oleh murid dipotong sebesar Rp 50.000,- hingga Rp 100.000,- tanpa kejelasan peruntukannya.
Ahmad Alfian kemudian mencoba mengonfirmasi praktik pungutan tersebut kepada pihak sekolah. Pada tanggal 20 Agustus 2024, ia mendatangi sekolah untuk meminta klarifikasi terkait sumbangan dana yang diminta kepada orang tua murid.
Kepala Sekolah SDN Cikadu, Lilis Yuriswati, S.Pd, menyatakan bahwa kegiatan pungutan tersebut telah lama dilakukan dan didasarkan pada hasil musyawarah dengan wali murid. “Baru kali ini ada yang mencoba mengorek-ngorek,” ungkap Lilis.
Namun, upaya untuk mendapatkan klarifikasi lebih lanjut menemui hambatan. Pada tanggal 30 Agustus 2024, Tim media kembali mendatangi SDN Cikadu dan Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta untuk meminta penjelasan.
Tim tersebut mengalami kesulitan untuk bertemu langsung dengan Kepala Sekolah dan pihak Dinas Pendidikan, yang pada saat itu sedang berada di luar kantor. Meskipun demikian, Tim akhirnya berhasil menghubungi Sekretaris Dinas Pendidikan, Sadiyah, M.Pd, melalui sambungan telepon WhatsApp.
Sadiyah menegaskan bahwa praktik pungutan yang dilakukan oleh sekolah tidak dibenarkan, apalagi jika uang PIP dicairkan dan dipotong oleh guru. “Pungutan seperti itu sangat diharamkan karena seharusnya yang memegang adalah wali murid, bukan guru,” tegas Sadiyah.
Ia juga menambahkan bahwa jika nominal sumbangan ditetapkan secara mengikat, maka itu sudah masuk kategori pungutan. “Terkait apakah itu pungutan liar, ada di ranahnya aparat penegak hukum (APH) untuk menentukan. Namun, sesuai dengan surat edaran Disdik Purwakarta, hal tersebut dilarang keras,” tutup Sadiyah.
Kasus ini mengundang pertanyaan lebih lanjut tentang bagaimana mekanisme pengawasan dan penegakan aturan di sekolah-sekolah Purwakarta. Upaya klarifikasi dari pihak sekolah dan dinas pendidikan justru menimbulkan spekulasi tentang adanya praktik pungutan yang dilegalkan dengan dalih sumbangan, yang sejatinya dilarang dalam surat edaran Disdik Purwakarta.
Pertanyaan yang belum terjawab adalah mengapa pihak sekolah dan dinas pendidikan terkesan tidak kooperatif dalam memberikan informasi kepada media, yang justru menimbulkan kecurigaan lebih lanjut.
Penulis: Tim
Editor: Red