JAKARTA – Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengusulkan pemerintah untuk menunda kebijakan membuka lagi ekspor pasir laut.
“Ya, saya mengusulkan, kalau bisa, rencana ekspor pasir-laut, kalau memungkinkan, ditunda dulu,” kata Muzani kepada wartawan di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (21/9).
Ia mengusulkan agar pemerintah meminta masukan kepada sejumlah pakar sebelum melakukan ekspor pasir laut. Menurutnya, itu akan menunjukkan plus dan minusnya.
Sisi positif berkaitan dengan ekonomi dan negatif berkaitan dengan lingkungan.
“Ini pandangan kami. Ada baiknya juga pandangan dari para ahli ekonomi, ahli ekologi, ahli lingkungan. Untuk kita perhatikan bahwa kita akan menghadapi sebuah perubahan dan masalah ekologi laut yang cukup serius ke depan kalau kegiatan ini dilanjutkan,” katanya.
“Meskipun dari sisi perekonomian, juga kita akan mendapatkan faedah dan nilai tertentu dari jumlah ini,” imbuh dia.
Muzani berpendapat pemerintah tak perlu tergesa-gesa membuka ekspor pasir laut. Menurutnya, ketika sisi negatif kebijakan itu lebih banyak, akan ada dampak di kehidupan mendatang.
“Ya, ini, kalau memungkinkan, dicek dulu dari kegiatan ini antara manfaat dan mudaratnya. Ketika mudaratnya lebih besar dari pendapatan perekonomian yang kita dapatkan, tentu saja itu adalah sebuah kegiatan yang akan menjadi beban bagi kehidupan kita berikutnya,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Energi dan sumber daya alam di DPP PKB, Daniel Johan meminta pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut.
Menurut Daniel, keputusan membuka kembali ekspor pasir laut itu bisa berdampak pada ekologi laut dan menimbulkan masalah sosial.
Ia mengingatkan penambangan pasir laut untuk diekspor bisa menimbulkan permasalahan dalam berbagai aspek kehidupan alam dan masyarakat.
“Dibukanya keran ekspor pasir laut ini memiliki banyak dampak, baik pada lingkungan dan sosial. Terutama terhadap lingkungan laut yang berdampak secara serius,” kata Daniel dalam keterangannya, Senin (23/9).
Daniel mengatakan dampak serius yang dapat terjadi pada lingkungan laut Indonesia dengan adanya penambangan pasir laut adalah degradasi terumbu karang karena ekstraksi pasir laut dapat merusak habitat laut.
Dampak lainnya adalah penurunan kualitas air karena aktivitas penggalian dapat menyebabkan pencemaran dan perubahan kualitas air laut.
“Pengambilan pasir laut juga dapat mempercepat erosi pantai dan mengubah bentuk garis pantai serta mengganggu habitat spesies laut yang bergantung pada substrat dasar laut untuk berkembang biak,” kata Daniel.
Ia mengatakan kebijakan itu juga dapat menyebabkan penurunan populasi spesies sebab aktivitas penggalian dapat mengancam spesies yang tinggal.
“Belum lagi adanya potensi besar gangguan jaring makanan laut karena perubahan lingkungan dapat mempengaruhi rantai makanan di ekosistem laut,” katanya.
Selain mengancam lingkungan hidup, Daniel menerangkan berbagai dampak sosial yang dapat ditimbulkan dengan diterapkannya kembali kebijakan ekspor pasir laut Indonesia.
“Penambangan pasir laut dalam skala besar bukan hanya dapat menghancurkan ekosistem laut, tapi juga berdampak langsung pada hasil tangkapan ikan dan kesejahteraan nelayan,” kata Daniel.
Daniel juga mengingatkan dampak besar lainnya dari kebijakan penambangan pasir untuk diekspor, yakni hilangnya pulau-pulau kecil Indonesia seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya.
“Kejadian pulau-pulau kecil akan hilang seperti 20 tahun yang lalu selama proses penambangan pasir laut yang diekspor akan terulang,” ujar dia.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk meninjau ulang aturan membuka lagi ekspor pasir laut tersebut.
“Kami mewanti-wanti pemerintah untuk kembali mempertimbangkan kebijakan ini karena ekspor pasir bisa menyebabkan ekologi laut terancam bencana! Dan bila terjadi bencana ekologi, itu bisa merugikan Indonesia berkali-kali lipat dibandingkan keuntungan yang didapat,” kata Daniel.
Larangan ekspor pasir laut yang sudah berjalan selama sekitar lebih dari 20 tahun lalu–sejak masa kepemimpinan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri–kini disebut dibuka kembali di ujung masa kepresidenan Jokowi pada 2024 ini.
Pembukaan kembali ekspor pasir laut diatur lewat Permendag 20/2024 dan Permendag 21/2024 yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Berdasarkan aturan tersebut, Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk mengeruk pasir laut sebagai upaya pengendalian hasil sedimentasi di laut. Belakangan Jokowi berdalih yang diekspor itu bukanlah pasir laut, melainkan hasil sedimentasi laut.
“Yang dibuka itu sedimen, sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal. Sekali lagi bukan, kalau diterjemahkan pasir, beda lho ya,” kata Jokowi di Menara Danareksa, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
“Sedimen itu beda, meskipun wujudnya juga pasir, tapi sedimen. Coba dibaca di situ, sedimen,” imbuh dia.