Selain pidana, gugatan perdata tersebut bisa dilakukan untuk menambah efek jera agar peristiwa pencatutan tak terulang di masa depan.
JAKARTA – Kasus pencatutan KTP milik warga Jakarta untuk meloloskan pasangan jalur independen, Dharma Pongrekun dan Kun Wardana menuai polemik baru di masyarakat.
Baru-baru ini, mantan Menko Polhukam Mahfud MD turut memberikan tanggapannya terkait pencatutan KTP warga Jakarta untuk mendukung Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.
Mahfud MD mengatakan lolosnya Dharma Pongrekun dan Kun Wardana sebagai Cagub dan Cawagub jalur independen dalam verifikasi faktual, bisa dibatalkan.
Mahfud juga mengungkapkan setidaknya terdapat tiga Undang-undang yang dilanggar dalam pencatutan tersebut.
Undang-undang yang dimaksud yakni UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi, UU ITE, dan UU Pencemaran Nama Baik.
Dengan adanya tiga pelanggaran Undang-undang ini, membuat pencatutan KTP warga Jakarta untuk mendukung Dharma Pongrekun termasuk kejahatan.
Hal ini lantaran ancaman hukuman penjaranya telah di atas lima tahun.
“Kalo sifatnya pelanggaran, penegak hukum polisi harus langsung bertindak tidak usah nunggu laporan,” kata Mahfud seperti dikutip dari kanal YouTube TvOne News Minggu, 18 Agustus 2024.
Selain itu, Mahfud juga menuturkan pencatutan tersebut juga bisa dijerat dengan UU Pemilu.
Mantan Ketua MK ini lantas korban pencatutan juga bisa melakukan gugatan secara perdata.
Bahkan, Mahfud mengungkapkan para korban pencatutan bisa mengajukan gugatan secara perdata hingga Rp20 miliar.
“Ada juga perdata, perselisihan ITE itu bisa orang yang dirugikan itu menggugat perdata kepada yang mengambil datanya, saya dirugikan data saya dipake untuk mendukung gitu, bisa setiap orang minta Rp10 miliar, Rp20 miliar gitu bisa secara hukum,” ujarnya.
Selain pidana, gugatan perdata tersebut bisa dilakukan untuk menambah efek jera agar peristiwa pencatutan tak terulang di masa depan.
Di samping itu, KPU dan Bawaslu juga harus mengambil langkah dalam membatalkan status verifikasi faktual pada Dharma Pongrekun dan Kun Wardana.
“Karena ini permainan demokrasi ini sudah jorok,” katanya.
Sebelumnya, anggota Bawaslu Benny Sabdo meminta warga yang merasa menjadi korban pencatutan untuk mengajukan laporan resmi.
Benny memastikan pihaknya akan menindaklanjuti laporan dari korban pencatutan.
Pasalnya hingga saat ini, pengaduan tersebut hanya bersifat laporan informal.