Oleh: TB. Kusai Murroh, S.Pd., S.H., M.H.
Akademisi dan Penasehat Hukum LPPH-BPPKB Banten
“Kepemimpinan bukanlah tentang gelar atau posisi. Ini tentang satu kehidupan yang mempengaruhi kehidupan lainnya.”- John C. Maxwll
Beberapa waktu lalu, bangsa ini merayakan hari kemerdekaan yang ke-79. Salah satu rumusan dan tujuan kemerdekaan yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Berpijak pada tujuan tersebut, maka seluruh warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan.
Sayangnya, tujuan mencerdaskan kehiduoan bangsa belum terwujud sepenuhnya mengingat masih banyak warga negara yang putus sekolah. Selain tiu, kita masih memiliki persoalan rendahnya kualitas pendidikan, akses dan pelayanan yang belum merata serta sarana dan prasarana yang belum memadai khususnya di daerah pelosok.
Dunia pendidikan kita juga dihadapkan pada perubahan cara belajar baru akibat perkembangan teknologi digital. Karena itu, untuk merespons berbagai persoalan dunia pendidikan tersebut dibutuhkan sosok pemimpin yang tepat. Kepemimpinan pendidikan merupakan salah satu faktor kunci dalam memajukan sektor pendidikan.
Mengemban amanah menjadi pemimpin memang bukan perkara mudah. Selain memiliki kepemimpinan yang baik, seorang pemimpin pendidikan juga harus memiliki wawasan yang luas terkait berbagai aspek menyangkut pendidikan, mulai dari manajemen, kebijakan, hingga pengembangan kurikulum. Pemimpin pendidikan juga dituntut mempunyai keterampilan komunikasi yang baik sehingga mampu membangun kolaborasi dengan pihak-pihak terkait.
Jejen Musfah dalam Analisis Kebijakan Pendidikak (2016) menegaskan, kunci keberhasilan lembaga pendidikan adalah kualitas kepemimpinan pemimpinnya. Kita tidak bisa menilainya dari latar belakang pendidikannya—luar atau dalam negeri atau pengalamannya di masa lalu, tetapi dari kerja nyata selama masa kepemimpinannya. Sejarah yang akan membuktikan, apakah ia pemimpin sungguhan atau pemimpin stempel.
Guru Penggerak
Saat ini pendidikan di Indonesia memasuki era baru dengan kehadiran guru penggerak yang menjadi kunci transformasi pendidikan di tingkat sekolah dan wilayahnya. Guru penggerak dalam kurikulum merdeka belajar merupakan seseorang yang mampu mengarahkan peserta didik dalam mengembangkan dirinya secara menyeluruh, memiliki pemikiran yang kritis, dan daya cipta yang kreatif. Dalam pembelajaran merdeka belajar, guru penggerak harus mampu melaksanakan proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.
Kehadiran guru penggerak merupakan salah satu jaminan dari keberlanjutan kurikulum merdeka belajar. Kurikulum ini tentu berbeda dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum sebelumnya bertujuan untuk mencetak generasi bangsa yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan mampu berkontribusi bagi kehidupan bangsa dan negara. Sementara kurikulum merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang lebih beragam. Kontennya pun dibuat lebih optimal agar peserta didik punya cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensinya yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa.
Menurut Dahlia Sibagariang, dkk (2021), guru penggerak merupakan pemimpin pembelajaran dalam merdeka belajar yang memiliki kemampuan dalam menggerakkan ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Pendidikan yang berpusat pada peserta didik. Menjadi guru penggerak, harus lulus seleksi dan mengikuti program pendidikan dan pelatihan selama sembilan bulan.
Kaitan dengan peran guru penggerak, setidaknya ada empat peran penting. Pertama, menjadi pemimpin pembelajaran. Sebagai pemimpin pembelajaran guru penggerak mencerminkan kesediaan untuk mengambil inisiatif dalam mengelola dan membimbing proses pembelajaran di sekolah. Seorang guru penggerak bukan sekadar mengajarkan keterampilan dan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan belajar yang memotivasi, inklusif, dan memberdayakan para siswa.
Kedua, penggerak komunitas. Kaitan dengan peran sebagai penggerak, guru penggerak harus mampu melakukan perubahan dalam komunitas guru, baik di sekolah maupun di wilayahnya. Dalam komunitas inilah akan terjadi pertukaran gagasan dan pengalaman dalam proses pembelajaran.
Ketiga, menjadi pembimbing. Selain mentrasfer ilmu pengetahuan, guru penggerak juga dituntut untuk membimbing guru lain agar menjadi guru yang lebih profesional. Melalui pendekatan ini, guru penggerak membangun budaya kolaborasi dengan guru-guru lain dalam upaya mengatasi berbagai tantangan pembelajaran.
Keempat, mewujudkan kepemimpinan peserta didik. Guru penggerak harus mampu mengembangkan jiwa kepemimpinan peserta didik. Dalam konteks ini, guru penggerak mendorong para siswa mengembangkan keterampilan kepemimpinan, tanggung jawab, dan memberikan pemahaman kepada mereka terkait perannya dalam pembelajaran.
Beberapa peran tersebut merupakan satu kesatuan yang perlu dilaksanakan oleh guru penggerak. Karenanya, kepemimpinan pendidikan di era guru penggerak harus mengedepankan budaya kolaborasi agar peran-peran tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Budaya kolaborasi ini memberikan ruang bagi setiap pemangku kepentingan untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan.
Dengan demikian, kepemimpinan pendidikan berbasis guru penggerak memiliki peran strategis dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu. Para guru penggerak harus mampu mengembangkan model kepemimpinan yang mampu beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mereka bisa berkontribusi secara optimal dalam memajukan dunia pendidikan.