DEPOKPOS – Menurut Ki Hajar Dewantara, perguruan tinggi harus menjadi tempat yang inklusif bagi semua individu, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi, untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Ia menekankan bahwa pendidikan tinggi harus mencakup aspek moral, intelektual, dan fisik untuk membentuk manusia yang seimbang.
Ki Hajar Dewantara juga menyoroti pentingnya pendidikan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari dan kebutuhan masyarakat. Ia berpendapat bahwa perguruan tinggi harus mengajarkan keterampilan praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan nyata, serta memberikan pemahaman yang mendalam tentang budaya, sejarah, dan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendekatan pendidikan yang holistik, yang melibatkan semua aspek kehidupan siswa, baik dalam hal akademik maupun pengembangan kepribadian. Ia berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya tentang menyerap pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk karakter yang kuat, etika yang baik, dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat.
Pandangan Ki Hajar Dewantara tentang perguruan tinggi mencerminkan visi pendidikan yang inklusif, relevan, dan holistik, yang bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang terdidik dengan baik dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Ki Hajar Dewantara menyebut Sekolah dengan istilah Taman. Taman merupakan tempat belajar yang menyenangkan, anak datang ke Taman dengan senang hati, dan berat untuk meninggalkannya. Sudahkah sekolah kita menjadi seperti taman, dan sudahkah sekolah kita menjadi tempat yang menyenangkan.
Mayoritas program pendidikan saat ini hanya berorientasi pada penguatan materi kognitif pengetahuan saja. Sementara nilai-nilai yang terkait dengan jiwa kewirausahaan kurang mendapat sentuhan, meskipun ada tapi masih sangat terbatas.
Perlu disadari bahwa saat ini, jumlah pengangguran di Indonesia semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Baik pencari kerja yang memiliki gelar sarjana maupun yang tidak, harus bersaing untuk mendapatkan pekerjaan di lapangan kerja yang terbatas.
Salah satu penyebab pengangguran terdidik adalah banyaknya sarjana yang hanya mencari pekerjaan, bukan menciptakan lapangan kerja. Padahal, menjadi seorang wirausaha dapat menjadi pendukung penting dalam kemajuan perekonomian, karena bidang wirausaha memberikan kebebasan untuk berkarya dan mandiri. Wirausaha dapat menciptakan lapangan kerja baru yang mampu menyerap tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Maret 2023 sebanyak 25,90 juta orang. menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022. Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2023 sebesar 7,29 persen, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 7,53 persen.
Sementara itu, persentase penduduk miskin perdesaan pada Maret 2023 sebesar 12,22 persen, menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 12,36 persen. Dibanding September 2022, jumlah penduduk miskin Maret 2023 perkotaan menurun sebanyak 0,24 juta orang (dari 11,98 juta orang pada September 2022 menjadi 11,74 juta orang pada Maret 2023). Sementara itu, pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin perdesaan menurun sebanyak
0,22 juta orang (dari 14,38 juta orang pada September 2022 menjadi 14,16 juta orang pada Maret 2023). Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458,-/kapita/bulan dengan komposisi Garis Kemiskinan Makanan sebesar Rp408.522,- (74,21 persen) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan sebesar Rp141.936,- (25,79 persen).
Pada Maret 2023, rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,71 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya Garis Kemiskinan per rumah tangga secara rata-rata adalah sebesar Rp2.592.657,-/rumah tangga miskin/bulan.
Dari penjelasan di atas, terlihat bahwa masih ada banyak orang yang menganggur karena kurangnya keterampilan yang dimiliki. Oleh karena itu, mengembangkan jiwa wirausaha menjadi salah satu solusi yang harus diperhatikan. Pemerintah bertanggung jawab untuk menginspirasi semangat kewirausahaan pada peserta didik melalui pendidikan kewirausahaan.
Hal ini karena pendidikan kewirausahaan dianggap sebagai alternatif untuk mengurangi tingkat pengangguran. Dwi Wahyu Pril Ranto,“Membangun Perilaku Entrepreneur pada Mahasiswa melalui Entrepreneurship Education”, Jurnal JBMA, Maret 2016.
Lembaga pendidikan memiliki peran yang lebih dari sekadar menghasilkan lulusan yang banyak. Fokus utama adalah sejauh mana lulusan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi masyarakat dan mampu menghadapi berbagai tantangan yang ada di dalam masyarakat.
Oleh karena itu, sekolah harus memiliki kemampuan untuk meningkatkan keterampilan lulusan dengan tujuan untuk mempersiapkan siswa memasuki dunia kerja dan mengembangkan sikap profesional. Selain itu, sekolah juga harus mempersiapkan siswa agar mampu memilih karir yang tepat, bersaing dengan baik, berinovasi, dan terus mengembangkan diri.
Selain itu, sekolah juga bertanggung jawab dalam membentuk jiwa kewirausahaan bagi lulusannya, sehingga mereka dapat menjadi warga negara yang inovasi, produktif, adaptif, dan kreatif.
Pengertian istilah entrepreneurship, intrapreneurship, entreneurial, dan entrepreneur dapat dijelaskan sebagai berikut. Entrepreneurship merujuk pada jiwa kewirausahaan yang dibangun untuk menghubungkan antara ilmu pengetahuan dengan kemampuan pasar.
Konsep ini mencakup pembentukan perusahaan baru serta aktivitas kewirausahaan dan kemampuan manajerial yang diperlukan oleh seorang entrepreneur.
Di sisi lain, intrapreneurship didefinisikan sebagai kewirausahaan yang terjadi di dalam suatu organisasi. Konsep ini berfungsi sebagai jembatan untuk mengatasi kesenjangan antara ilmu pengetahuan dan kebutuhan pasar.
Selanjutnya, istilah entrepreneurial merujuk pada individu yang membawa sumber daya seperti tenaga kerja, material, dan aset lainnya dalam suatu kombinasi yang meningkatkan nilai lebih dari sebelumnya. Selain itu, istilah ini juga melekat pada individu yang membawa perubahan, inovasi, dan aturan baru dalam suatu konteks.
Terakhir, entrepreneurial adalah kegiatan yang terkait dengan menjalankan usaha atau berwirausaha. Istilah ini mencakup berbagai aspek dalam mengelola dan mengembangkan usaha.
Ciri-ciri Kewirausahaan ada enam yaitu: Percaya diri, Berorientasi pada tugas dan hasil, Pengambilan Resiko, Kepemimpinan, Keorisinalan, Berorientasi ke masa depan Sirod Hantoro, Kiat Sukses Berwirausaha, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2005), hal. 10. Sedangkan watak kewirausahaan yang perlu diketahui juga ada enam yaitu keyakinan,
ketidaktergantungan, individualistis, dan optimisme, kebutuhan untuk berprestasi, berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad kerja keras, mempunyai dorongan kuat, energetik dan inisiatif, Kemampuan untuk mengambil resiko yang wajar dan suka tantangan, Perilaku sebagai pemimpin, bergaul dengan orang lain, menanggapi saran-saran dan kritik, Inovatif dan kreatif serta fleksibel, Pandangan ke depan, Perspektif. Geoffrey G, Meredith et al, Kewirausahaan Teori dan Praktek, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 2000), hal. 7.
Unsur-unsur kewirausahaan dalam Islam adalah aktif dan memiliki etos kerja tinggi, Produktif, dan Inovatif. Karakteristik yang ada pada seorang entrepreneur tersebut tidak hadir dengan sendirinya dalam diri seseorang, melainkan ada pendorong yang memotivasinya.
Tokoh S Wiryasaputra menyatakan ada sepuluh sikap dasar karakter wirausaha yaitu mampu melihat jauh ke depan, Selalu bersikap dan berbuat yang baik, Confident, Mempunyai ide, pendapat dan mungkin model sendir, Selalu berorientasi kepada tugas dan hasil, Maju terus, semangat yang tinggi, pantang menyerah dan tidak mudah putus asa, Siap menghadapi resiko, Kreatif, Unggul dalam persaingan, dan mampu menjadi teladan dan inspirator bagi yang lain Imam Machali, Pendidikan entepreneurship pengalaman implementasi pendidikan kewirausahaan di sekolah dan universitas, (Yogyakarta: Tim DPP Bakat, minat dan keterampilan FITK UIN Su- Ka, 2012).
Pendidikan kewirausahaan memiliki tujuan yang beragam, di antaranya adalah mempersiapkan peserta didik dengan kecakapan hidup, membentuk bangsa yang kreatif, berani, dan memiliki mental kewirausahaan yang kuat, serta mempersiapkan lulusan untuk menjadi warga negara yang baik dengan kualitas hidup yang lebih baik.
Dengan demikian, masalah ketenagakerjaan dapat teratasi dan kesejahteraan masyarakat serta kemajuan negara dapat terwujud. Oleh karena itu, institusi pendidikan harus memiliki inovasi dan kreativitas untuk menumbuhkan sikap positif anak didik yang berlandaskan pada Al-quran dan hadits.
Tanggung jawab moral yang besar terletak pada dunia pendidikan, khususnya para guru, untuk mempersiapkan masa depan anak didik. Keterampilan branding self atau citra diri juga menjadi hal yang penting untuk dimiliki oleh setiap individu agar dapat bersaing di masa depan.
Peran sekolah dalam membentuk keterampilan wirausaha peserta didik dapat dilihat melalui berbagai kegiatan yang dilakukan di sekolah, seperti program produk harian, pelatihan bisnis, studi eksplorasi, kegiatan kewirausahaan saat bulan Ramadhan, sholat dhuha, dan makan siang.
Setiap kegiatan ini bertujuan untuk membantu peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam berwirausaha. Selain itu, kegiatan-kegiatan ini juga membantu peserta didik dalam membentuk kepribadian yang berkarakter serta mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Pembentukan keterampilan wirausaha peserta didik dilakukan melalui pembelajaran tematik terpadu yang melibatkan peserta didik secara aktif. Dalam pembelajaran ini, peserta didik diajak untuk mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan serta mengembangkan kemampuan mereka dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Sekolah memiliki enam prinsip dasar dalam membentuk karakter wirausaha peserta didik, yaitu edukatif, efektif, strategis, empirik, kepemimpinan, dan produktif. Prinsip-prinsip ini diimplementasikan melalui tiga zona pembelajaran, yaitu zona spiritual, zona pembelajaran dan zona kewirausahaan. Setiap zona pembelajaran didasarkan pada karakteristik dari setiap program yang ada.
Hasil dari pembentukan wirausaha peserta didik melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan dengan bantuan kurikulum tematik terpadu dapat terlihat dari munculnya sikap mandiri, tawakkal, kreatif, dan inovatif pada peserta didik.
Selain itu, peserta didik juga menjadi lebih percaya diri, disiplin, memiliki rasa tanggung jawab, dan berani mengambil risiko. Selama proses pembentukan ini, sikap kepemimpinan dan toleransi terhadap guru, teman sebaya, dan orang lain juga terbentuk.
Muhammad Hafizh Sandy Al Fauzan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta