Fenomena Cuaca Ekstrem di Indonesia Cenderung Meningkat

DEPOKPOS – Dosen Laboratorium Hidrologi dan Klimatologi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM, Dr. Andung Bayu Sekaranom, S.Si., M.Sc., mengatakan fenomena cuaca ekstrem di Indonesia cenderung meningkat disebabkan oleh dampak perubahan iklim yang saat ini sudah mulai dirasakan oleh masyarakat, seperti meningkatnya frekuensi bencana banjir, meningkatnya bencana kekeringan, dan mundurnya masa musim hujan.

Diprediksi dalam rentang dua puluh tahun ke depan dampak perubahan iklim yang ditimbulkan jauh lebih parah karena adanya kenaikan suhu global yang lebih tinggi.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  UI Hadir di NAFSA Annual Conference & Expo Washington

“Diprediksi oleh banyak lembaga internasional bahwa suhu akan meningkat dan hawa panas di mana-mana di belahan bumi ini,” kata Andung dalam seminar yang bertajuk Prediksi Musim; Antara Variabilitas dan Perubahan Iklim, Jumat (24/3), di ruang Auditorium Merapi Fakultas Geografi UGM.

Menurutnya, negara yang berada di daerah tropis dan subtropis, selain mengalami peningkatan temperatur juga akan mengalami peningkatan curah hujan.

“Hingga tahun 2100 akan semakin tinggi tingkat curah hujan ada kaitannya dengan bencana sehingga perlu mitigasi,” katanya.

BACA JUGA:  FWJI DPD Banten Akan Bentuk Korwil di Kabupaten Lebak

Andung menilai perubahan iklim dapat berpotensi menjadi katalis perubahan cuaca ekstrem yang terjadi dalam jangka pendek, namun seringkali terkendala keterbatasan data untuk dianalisis.

Namun, di tingkat masyarakat, persepsi terkait dengan dampak perubahan iklim ini dapat berbeda-beda karena faktor usia, lokasi tempat tinggal dan tingkat pendidikan sehingga penting adanya konfirmasi persepsi dengan data.

“Kita butuh data lebih detail seberapa besar dampak dari perubahan iklim ini,” jelasnya.

Koordinator Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Pusat, Supari, S.Si., M.Sc., Ph.D., menyampaikan data layanan informasi cuaca di BMKG sendiri menggunakan data dari hasil observasi 42 radar, 113 meteorologi station, 102 upper air station, 14 marine meteorologi station, dan lebih 1200 Automatic Weather Station (AWS).

BACA JUGA:  UGM Kenalkan Pengelolaan Lingkungan Sistem Agrosilvopastura ke Masyarakat Dieng

Dari data observasi ini umumnya menyampaikan kondisi cuaca di permukaan, atmosfer, juga terkait kondisi angin, suhu, tekanan dan kelembaban udara. Lalu, tim melakukan asimilasi data dengan menggabungkan semua data pengamatan yang dikonversi menjadi sebuah model prakiraan.

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui WhatsApp di 081281731818

Pos terkait