Oleh : May Shinta, Mahasiswi Universitas Indonesia
Dilansir dari liputan6.com (20/01/23), seorang anak TK di Mojokerto dilaporkan telah mengalami kekerasan seksual oleh tiga anak SD. Dikatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 7 Januari 2023. Saat itu,korban yang sedang bermain sendiri diajak oleh pelaku ke rumah kosong kemudian diperkosa secara bergiliran. Orang tua korban baru mengetahui peristiwa itu terjadi setelah korban memberi tahu kepada pengasuhnya. Kasus tersebut menambah daftar panjang kasus kekerasan seksual yang terjadi di kalangan anak-anak. Sebelumnya, telah terjadi kekerasan seksual pada anak SMP berusia 13 tahun oleh anak di bawah umur di Hutan Kota Jakarta Utara pada September 2022 lalu (merdeka.com, 17/09/22).
Kekerasan seksual merupakan kasus yang tergolong tinggi jumlahnya. Komnas perempuan mengatakan bahwa tahun 2022 lalu sudah ada tiga ribu lebih kasus yang terlapor. Belum lagi ada kemungkinan terdapat kasus yang tidak dilaporkan. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2022 ada sebanyak 4.683 pengaduan.
Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan seorang dapat memiliki kecenderungan untuk menjadi pelaku kekerasan seksual. Faktor tersebut antara lain kurangnya kedekatan dengan orang tua sehingga kondisi emosional yang tidak stabil, minimnya pengawasan orang tua, dan pergaulan bebas. Sebenarnya, penyebab kekerasan seksual tidak hanya karena lepas pengawasan dan kurangnya pendidikan orang tua, tetapi juga kurangnya kontrol masyarakat dan abainya negara juga menjadi faktor utama meningkatnya kasus tersebut.
Seperti yang harus kita ketahui bahwa negara yang juga bertanggung jawab terhadap kasus ini. Pelaku anak ada kaitannya dengan pengasuhan orang tua. Pengasuhan anak yang tepat tentu harus dengan ilmu pengasuhan yang benar. Namun karena negara saat ini belum menyediakan fasilitas pendidikan kerumahtanggaan, maka bekal ilmu pengasuhan anak untuk calon orang tua menjadi kurang sehingga perilaku anak menjadi terabaikan.
Tidak hanya itu, faktor yang terpenting lainnya yang menjadi penyebab maraknya kasus kekerasan seksual adalah ditetapkannya sistem kapitalisme-sekulerisme yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Ketika kehidupan tidak lagi memandang agama sebagai aturan dalam kehidupan maka manusia akan hidup secara bebas dan kehidupan hanya dipandang sebagai ajang untuk mencari materi sebanyak-banyaknya maka saat itu juga umat manusia runtuh.
Negara yang menerapkan kapitalisme-sekulerisme abai dalam mengawal tranformasi digital terkhususnya berkembangnya konten pornografi yang mampu menyebabkan anak terekspos dengan hal yang tidak sesuai dengan usianya. Berbagai konten dewasa bebas berkeliaran mengabdikan tayangan ramah anak sehingga dapat mendorong anak untuk menirunya bahkan oleh anak yang belum mengerti. Dari sini dari dapat kita lihat bahwa dampak buruk terhadap kehidupan rakyat termasuk perilaku dan pemikiran berasal dari kesalahan negara dalam mengurus rakyatnya yang dilandaskan oleh sistem kapitalisme-sekulerisme.
Oleh karena itu, saat ini hal yang dibutuhkan adalah penerapan aturan kehidupan yang mampu menyelesaikan problematika masyarakat dan satu-satunya aturan tersebut adalah aturan yang berasal dari Allah SWT. Aturan Allah SWT yang diterapkan akan membentuk akidah Islam untuk setiap individu termasuk akidah penguasa. Akidah Islam menjadi panduan dalam bagi penguasa untuk membuat kebijakan dan aturan untuk negara sehingga tidak ada lagi hal-hal yang melanggar norma. Selain itu, negara juga akan menindak tegas untuk pelaku kekerasan seksual termasuk juga mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak.
Wallahu alam bisawab.