Kejadian di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, November 2019 lalu yang menewaskan 2 pengendara skuter listrik membuat publik berpikir, apakah skuter listrik merupakan moda yang aman untuk dikendarai seperti kendaraan pada umumnya?
Keamanan dalam penggunaan skuter listrik bergantung pada kesadaran pengguna untuk berkendara dengan aman dan regulasi pemerintah. Perilaku berkendara yang aman perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya kecelakaan skuter listrik. Perilaku berkendara yang aman meliputi pengendara skuter listrik harus berusia minimal 18 tahun ke atas, tidak mengendarai secara ugal-ugalan, kecepatan maksimal penggunaan yaitu 15 km/jam, mengendarai di jalur yang aman, tidak berkendara pada jam yang rawan, serta tidak berboncengan. Hal tersebut dapat diperkuat pelaksanaannya dengan regulasi yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.
Ketentuan penggunaan skuter listrik di Indonesia belum diatur dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya. Oleh karena itu, saat ini, Kementerian Perhubungan berkoordinasi dengan Pemerintah DKI Jakarta sedang merancang Peraturan Gubernur terkait penggunaan skuter listrik. Peraturan mengenai skuter listrik rencananya akan dikeluarkan pada bulan Desember tahun ini. Regulasi tersebut akan mengatur mengenai batas usia pengguna, spesifikasi, teknis, serta pengawasan operasional dari skuter listrik, termasuk mengatur mengenai jalur yang dapat digunakan oleh pengguna skuter listrik.
Rencananya, penggunaan skuter listrik ini hanya terbatas pada area perkantoran dan taman-taman yang sudah disetujui saja. Mengingat, kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh penggunaan skuter listrik yang berada pada jalur kendaraan bermotor lainnya. Namun, skuter listrik juga tidak boleh dikendarai pada trotoar dan JPO yang mana fungsinya sebagai tempat pejalan kaki. Sehingga, jalur yang memungkinkan adalah dengan menggunakan jalur sepeda yang sudah disediakan oleh pemerintah. Jika pengguna skuter listrik bermain di area jalan raya, sanksi denda mungkin akan berlaku sesuai dengan UU No. 22 tahun 2009, pasal 284.
Peraturan lainnya yang masih dikaji oleh Dishub DKI Jakarta yaitu, terkait jam operasional dari penyewaan skuter listrik. Jam operasional juga mungkin akan dibatasi hanya pada pukul 05.00 sampai 23.00 sesuai dengan jam operasional angkutan umum di Jakarta. Hal ini menjadi pertimbangan bahwa jika dioperasikan diluar jam tersebut, kondisi jalan akan sepi. Sehingga, banyak kendaraan bermotor yang akan melintas dengan kecepatan tinggi, yang mana dapat meningkatkan angka kecelakaan pada dini hari.
Berbeda dengan Indonesia yang masih mengkaji peraturan terkait skuter listrik, di Amerika Serikat sudah terdapat regulasi terkait penggunaan skuter listrik. Hal yang mendesak pemerintah Amerika Serikat untuk menerbitkan regulasi tersebut adalah karena banyaknya kejadian kecelakaan yang melibatkan skuter listrik. Berdasarkan laporan yang diterima oleh Consumer Report sejak tahun 2017, setidaknya terdapat 8 kasus kematian akibat kecelakaan skuter listrik di Amerika Serikat.
Riset yang dilakukan oleh Centers for Disease Control (CDC) di tahun 2018 juga menyebutkan bahwa terdapat 20 kejadian kecelakaan dari 100.000 perjalanan yang menggunakan skuter listrik dan pada kejadian tersebut, hampir 50% korban mengalami cedera kepala dan bahkan sebanyak 15% mengalami cedera otak traumatis. Kemudian, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trivedi di tahun 2019, dari 249 korban kecelakaan skuter listrik, terdapat 40,2% yang mengalami cedera kepala, 31,7% yang mengalami patah tulang, dan 27,7% mengalami keseleo.
Berdasarkan penelitian yang sama, dari 249 korban kecelakaan skuter listrik tersebut, sebanyak 8,4% korban merupakan pejalan kaki. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada kejadian kecelakaan skuter listrik tidak hanya membahayakan penggunanya, tetapi juga membahayakan keselamatan pejalan kaki.
Banyaknya angka kecelakaan skuter listrik yang terjadi, membuat skuter listrik dianggap sebagai permasalahan kesehatan masyarakat baru. Meningkatnya angka kecelakaan skuter listrik berdampak pada membengkaknya pembiayaan kesehatan dan menurunkan produktivitas dari korban kecelakaan karena cedera yang dialaminya.
Salah satu hal yang dianggap sebagai penyebab maraknya kejadian kecelakaan skuter listrik adalah desain dari skuter listrik itu sendiri. Desain skuter listrik yang dirancang mudah dibawa, ringan, dan efisien bak menjadi bumerang bagi penggunanya. Desain yang terdiri dari lempengan logam dan roda kecil dengan diameter berukuran sekitar 20 cm membuat posisi pengendara sangat dekat dengan permukaan jalan. Posisi tersebut berpotensi untuk meningkatkan risiko cedera traumatis yang signifikan. Selain masalah pada desain, penyebab lain maraknya kejadian kecelakaan skuter listrik adalah kurangnya perhatian pengguna terhadap aspek keselamatannya. Padahal, jika ditinjau dari penyebab yang kedua, kejadian kecelakaan skuter listrik seharusnya dapat dicegah.
Kecelakaan skuter listrik di Amerika Serikat kebanyakan disebabkan oleh rendahnya tingkat penggunaan helm para pengguna. Berdasarkan penelitian Trivedi di tahun 2019, dari 249 korban kecelakaan skuter listrik sekitar 94.3% korban tidak menggunakan helm.
Hasil yang serupa juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Kobayashi et.al. di tahun 2019, dari 103 korban kecelakaan skuter listrik, sekitar 98% korban tidak menggunakan helm saat mengendarai skuter listrik. Rendahnya tingkat penggunaan helm merupakan kontributor terbesar pada korban kecelakaan skuter listrik yang mengalami cedera kepala.
Tingkat penggunaan helm yang rendah ini diperkuat dengan belum adanya regulasi yang secara khusus mengatur penggunaan helm bagi pengguna skuter listrik saat itu. Selain tidak ada regulasi terkait penggunaan helm dan perlengkapan keamanan lain, regulasi yang mengatur jalur khusus skuter listrik juga tidak ada.
Tidak adanya regulasi yang mengatur mengenai jalur khusus skuter listrik menyebabkan pengguna skuter listrik menggunakan jalur yang tidak semestinya, seperti jalan raya dan trotoar. Hal tersebut meningkatkan risiko kecelakaan pada pengguna skuter listrik, dimana seharusnya penggunaan skuter listrik memerlukan jalur khusus yang aman, rata, dan tidak berlubang.
Berdasarkan uraian di atas, mungkin skuter listrik dianggap problematik. Namun, dengan adanya kejadian kecelakaan terkait penggunaan skuter listrik ini, diharapkan tidak membuat skuter listrik ditinggalkan begitu saja. Skuter listrik tetap bisa digunakan untuk memaksimalkan moda transportasi yang ada, misalnya sebagai penghubung antara rumah ke stasiun terdekat atau dari stasiun ke tujuan akhir, sehingga penggunaannya tidak sebatas hiburan saja.
Skuter listrik akan tetap menjadi moda transportasi pilihan, dengan catatan penggunaanya harus tertib dan aman bagi masyarakat. Maka dari itu, peraturan mengenai skuter listrik yang sedang dikaji oleh pemerintah di bulan Desember ini, diharapkan dapat menambah keamanan bagi pengendara dan masyarakat sekitar dalam menggunakan skuter listrik.
Oleh: Griselda Qonitah & Citra Adiwidya, Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI