
Sekolah merupakan tempat untuk mengenyam pendidikan bagi semua orang, namun pada kenyataannya tidak semua orang dapat mengenyam pendidikan formal seperti apa yang diharapkan. Hal ini terjadi karena ada beberapa perlakuan yang membedakan, dalam hal ini adalah para anak berkebutuhan khusus (ABK). Anak anak berkebutuhan khusus seringkali ditolak untuk masuk kesekolah dimana anak anak normal bersekolah.
Pada dasarnya anak ABK sama seperti anak normal lainnya yang membutuhkan perhatian dan pendidikan yang layak. Hanya saja, ada beberapa kelebihan-kelebihan yang membedakan mereka. Anak ABK tidak selalu anak yang lamban dalam belajar, akan tetapi juga anak yang kecepatan menyerap ilmu yang diberikan guru lebih cepat diserap daripada anak normal lainnya. Anak ABK tidak selalu anak yang kekurangan secara fisik akan tetapi anak yang fisiknya normal dengan kekurangan yang ada. Anak tersebut bisa saja mengalami disleksia (kesulitan membaca dan menulis), susah konsentrasi dan hiperaktif.
Secara psikologis, pendidikan moral sangatlah tepat diberikan pada anak berusia 6-12 tahun. Moralitas anak baik untuk tingkat pertama perkembangan moral anak-anak. Pada tahap ini, anak mengikuti semua tahapan yang telah diberikan, dengan tujuan dapat mengambil hati orang lain dan kelompok. Pada tingkat kedua perkembangan moral anak, kohlberg menyebutnya dalam moralitas konvensional atau moralitas pada aturan-aturan. Yang dimaksudkan disini anak menyesuaikan diri pada peraturan-peraturan yang ada dalam kelompok dan disepakati bersama oleh kelompok tersebut.
Penggunaan sumber belajar juga dapat digunakan pada anak berkebutuhan khusus (ABK) agar lebih efisien dalam mengurangi rasa takut dan dapat membangun persahabatan, menghargai orang lain dan saling pengertian, lebih efektif bagi anak-anak mengembangkan rasa percaya diri dalam menghadapi kehidupan orang dewasa didunia kerja yang beraneka ragam setelah selesai sekolah. Memudahkan anak berkebutuhan khusus untuk mengenal lingkungan sosial dan toleransi yang dapat mengurangi rasa sakit akibat penolakan, sesuai dengan filosofi pancasila dan bhineka tunggal ika dan sesuai perundang-undangan nasional dan internasional.
Nilai-nilai pendidikan karakter yang perlu diberikan untuk ABK
1. Nilai agama
Agama merupakan salah satu cara untuk mengenal Tuhan. Dengan mempelajari agama, maka seseorang akan mengetahui apa yang diperintahkan dan dilarang oleh Tuhan.
2. Nilai budaya
Tidak dapat dipungkiri, seseorang selalu membutuhkan orang lain, sehingga manusia perlu mempelajari kebudayaan-kebudayaan yang ada di daerahnya untuk dapat berinteraksi. “Nilai-nilai budaya, seperti kejujuran dan kesetiakawanan inilah yang akan dibangun dalam diri para pelajar agar sesuai dengan pendidikan karakter”.
3. Nilai moral Pancasila
Nilai moral pancasila perlu dimasukkan karena bangsa Indonesia memiliki pancasila sebagai dasar negara. Salah satu fungsi dari pancasila sendiri adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, hal ini berarti bahwa segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia harus menceminkan nilai-nilai dalam pancasila. Akhir-akhir ini moral bangsa Indonesia dikatakan sudah banyak yang menyimpang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penyimpangan moral yang terjadi di berbagai daerah, misalnya korupsi merajalela, pembunuhan hingga mutilasi, dan lain-lain. Hal ini sangat memprihatinkan, sehingga perlu menanamkan lagi pendidikan karakter kepada siswa khususnya ABK agar dapat mengembalikan moral bangsa Indonesia sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
Cara memasukan nilai-nilai pendidikan karakter untuk ABK pada pendidikan inklusif
1. Nilai agama
Siswa ABK diajak beribadah sesuai keyakinan masing-masing, menjaga hubungan antara sesama manusia, mencontoh perilaku orang yang baik, membedakan baik dan buruk, membedakan perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan oleh agama, dan lain-lain. Pada kegiatan sekolah, penyisipan nilai agama contohnya ketika di kelas, siswa diajak berdoa sebelum belajar, dan berdoa setelah selesai belajar, siswa diajak merayakan hari besar agamanya, dan lain-lain. Sedangkan untuk menyisipkan nilai agama pada setiap matapelajaran, contohnya saja pelajaran IPA, ketika guru menerangkan materi lingkungan, siswa disinggung bahwa lingkungan itu diciptakan oleh Tuhan, maka dari itu manusia tidak boleh merusak lingkungan karena akan dihukum oleh Tuhan.
2. Nilai budaya
Menyisipkan nilai budaya di sekolah untuk ABK dalam kegiatan sekolah misalnya ABK dilatih untuk dapat bersikap disiplin, datang sekolah tepat waktu, diadakan kantin kejujuran, dan lain-lain. Sedangkan untuk menyisipkan nilai budaya pada mata pelajaran, contohnya pada pelajaran matematika, siswa dituntut untuk kreatif dalam mengerjakan tugas matematika. Cara untuk memecahkan masalah dalam matematika sangat banyak sehingga butuh kreatifitas siswa untuk mengerjakannya.
3. Nilai Moral Pancasila
ABK dididik untuk dapat bertingkah laku yang mencerminkan nilai-nilai pancasila, dari sila pertama hingga sila ke lima. Pada kegiatan sekolah, misalnya ABK mengikuti kerja bakti pada hari Sabtu. ABK dididik agar dapat bergotong royong, saling bahu membahu sesama teman. Hal ini sesuai dengan pengamalan Pancasila sila ke empat. Nilai-nilai yang disisipkan pada mata pelajaran, misalnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, pendidik mengajak siswa berdiskusi untuk memecahkan masalah sehingga siswa memiliki berbagai pendapat yang bisa dikemukakan. [Annisa Fitri]