
Indonesia adalah salah satu negeri dimana mayoritas penduduknya muslim atau penganut agama islam. Berangkat dari fakta tersebut tentulah bulan Ramadhan menjadi sebuah peristiwa penting di dalam negeri ini.
Tradisi budaya di Indonesia saat menjelang bulan Ramadhan sangat beragam di berbagai daerah. Tentu saja caranya berbeda-beda, namun semangatnya tetap sama yaitu bentuk ucap syukur serta kegembiraan umat muslim dalam menyambut bulan Ramadhan.
Salah satunya tradisi nyekar ke makam keluarga yang dilakukan sebelum bulan Ramadhan. Nyekar ke makam menjadi salah satu tradisi di Indonesia yang dilakukan hampir setiap daerah. Maka tak heran saat bulan Ramadhan tiba, tempat pemakaman umum di ramaikan oleh warga yang berziarah. Selain mendoakan keluarga mereka yang telah tiada, tradisi nyekar juga dimanfaatkan untuk merawat dan membersihkan makam.
Pertama, nyekar hukumnya sunah. Rasulullah SAW memperbolehkan kaum Muslimin ziarah kubur, setelah pada awal perkembangan Islam sempat melarangnya dengan alasan kekhawatiran terjatuh pada kemusyrikan. Rasulullah SAW bersabda, “Dahulu aku melarang kalian ziarah kubur, namun (Allah) telah memberi izin kepada Muhammad untuk melakukannya sehingga dapat menziarahi makam ibunya. Berziarah kuburlah kalian karena akan menjadikan kalian mengingat akhirat.” (HR. Muslim).
Kedua, alam barzah (kubur) merupakan alam penantian panjang bagi manusia yang meninggal dunia sejak zaman Nabi Adam AS. Mereka “hidup” di alam itu, “mendapatkan rezeki”, “bergembira” dengan nikmat dan karunia Allah, roh mereka “saling bertemu dan memberi kabar gembira” satu sama lain (khusus bagi hamba yang saleh), dan dapat “melihat” orang yang menziarahinya, sebagaimana pensifatan yang diberikan Alquran dan hadis. Untuk itu, bagian dari etika ziarah makam adalah mengucap salam dan mendoakan kerahmatan. (QS. Ali Imran: 169-171).
Ketiga, berdoa di pemakaman agar yang meninggal dirahmati Allah dan diampuni dosa-dosanya karena selain doa kita, hanya amal jariyah dan ilmu bermanfaat yang pahalanya terus mengalir kepadanya.
Keempat, tidak perlu tabur bunga di atas makam atau menyirami makam dengan air dan menumbuhkan pepohonan di sekitar. Tradisi tabur bunga di atas makam bukanlah syariat Islam, sebab tidak memberikan manfaat bagi yang meninggal, disamping hanya menghambur-hamburkan harta kekayaan.
Kelima, tidak perlu membangun dan mempercantik makam, apalagi menuliskan ayat Alquran di tempat pemakamannya. Rasul SAW hanya memberikan pengajaran dengan menjadikan gundukan tanah atau batu pada dua sisi makam atau meninggikan gundukan makam dari tanah sekitar sebagaimana yang diperbolehkan oleh jumhur ulama. Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW meletakkan batu dengan tangannya yang mulia di atas kuburan Utsman bin Madghun dan bersabda, “Dengan ini aku mengetahui kuburan saudaraku dan memakamkan orang-orang yang meninggal dari keluargaku.”
Keenam, tidak diperkenankan duduk di atas makam sebagai bentuk penghormatan terhadap penghuninya dan makruh melaksanakan shalat di pemakaman. Rasul SAW bersabda, “Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (Sumber : www.republika.co.id)
Menurut Ahsanul Marom, seorang santri pesantren Sabibussalam “Berziarah tidak terikat oleh waktu, untuk adat berziarah di bulan Ramadhan tentunya boleh saja. Nabi pun memperbolehkannya, tetapi harus diluruskan ziarah kubur bukan hanya saat bulan Ramadhan saja,” ujarnya.
Keluarga saya sendiripun, tidak berbeda dengan yang lainnya. Menjelang bulan Ramadhan akan menyempatkan diri untuk mengunjungi makam keluarga. Mendoakan dan membersihkan makam sangat terasa berbeda ziarah di bulan lainnya, di bulan Ramadhan ziarah ke makam terasa begitu khusyu banyaknya orang yang memenuhi makam dengan tujuan yang sama membuat bulan Ramadhan semakin terasa. Perasaan sedih dan gembira saat mengunjungi makam bercampur menjadi satu.`
Restu Bakti Putri Setio