Analisis Konsep Akad Qardh dalam Pandangan Ekonomi Islam

Analisis Konsep Akad Qardh dalam Pandangan Ekonomi Islam

DEPOKPOS – Artikel “Analisis Konsep Akad Qardh Pada Shopee Paylater Dalam Pandangan Ekonomi Islam” oleh Sekar Widyamada Pitaloka dkk dalam Journal of Sharia Economics Scholar, artikel ini membahas fenomena penggunaan fitur Shopee Paylater dalam transaksi jual beli online yang berkembang pesat seiring kemajuan teknologi digital, layanan ini menawarkan kemudahan “beli sekarang, bayar nanti” tanpa kartu kredit yang semakin digemari masyarakat, khususnya generasi muda melalui artikel ini, penulis mengkaji kesesuaian layanan tersebut dengan prinsip ekonomi Islam, khususnya akad Qardh yang merupakan pinjaman tanpa bunga dan seharusnya bebas dari unsur riba, gharar, dan maisyir.

Permasalahan utama yang diangkat adalah apakah Shopee Paylater sesuai dengan prinsip akad Qardh dalam fiqh muamalah dan apakah sistem pembayarannya mengandung unsur riba yang dilarang dalam Islam. Penelitian ini menggunakan teori akad Qardh yang merujuk pada Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN- MUI/IV/2001, yang menyatakan bahwa pinjaman harus dikembalikan sebesar pokoknya tanpa tambahan, serta mengadopsi kerangka Islamic Wealth Management (IWM) yang menekankan pentingnya pencatatan, transparansi, dan niat baik dari peminjam. Metodologi penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif berbasis studi pustaka, dengan data sekunder dari jurnal ilmiah, buku, dan fatwa keagamaan yang dianalisis secara deskriptif terhadap praktik Shopee Paylater menurut teori ekonomi Islam.

Bacaan Lainnya

Hasil kajian menunjukkan bahwa Shopee Paylater memang memenuhi syarat sah jual beli dari aspek formal, seperti adanya pihak penjual dan pembeli, barang yang diperjualbelikan, dan ijab kabul elektronik, namun dari segi sistem pembayaran, praktik ini bertentangan dengan prinsip syariah karena mengenakan bunga minimum sebesar 2,95% dan denda keterlambatan yang dikategorikan sebagai riba (ziyadah) dan tidak termasuk dalam akad ijarah (jasa), sebagaimana ditegaskan dalam Fatwa DSN-MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 yang menyatakan bahwa tambahan tersebut bertentangan dengan prinsip tolong-menolong dalam akad Qardh.

Artikel ini memberikan kontribusi awal yang penting dalam memahami implikasi praktik fintech terhadap ekonomi Islam, namun akan lebih kuat jika dilengkapi dengan data lapangan atau studi kasus nyata, serta mencakup kajian dampak sosial dan psikologis dari layanan Paylater terhadap pola konsumsi masyarakat, serta menawarkan alternatif implementatif untuk model syariah yang bisa diterapkan pada fitur pembiayaan serupa.

Kelebihan dari artikel ini terletak pada landasan teoritis yang merujuk pada fiqh klasik, Fatwa DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001, dan konsep Islamic Wealth Management (IWM), serta berhasil mengaitkan praktik akad Qardh dengan sistem fintech modern seperti Shopee Paylater. Hal ini membedakannya dari artikel Deviniati & Imam Mawardi dalam jurnal Dinamika (2024) yang berjudul “Analisis Mekanisme Bisnis E-Commerce melalui transaksi Payleter dalam perspektif ekonomi Syariah” yang menambahkan data primer melalui wawancara pengguna untuk mendukung kesimpulan bahwa praktik Shopee Paylater bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana ditegaskan dalam Fatwa DSN-MUI No.116/DSN-MUI/IX/2017, meskipun keduanya sama-sama belum menawarkan solusi akad alternatif dan kurang mendalami aspek perilaku sosial.

Sementara itu, artikel Ananda & Yasin (2022) dalam jurnal unesa yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap pinjaman uang elektronik Shopee Payleter pada marketplace Shopee” memperkuat sisi normatif hukum Islam tanpa pendekatan empiris, dengan fokus khusus pada ketentuan riba dan pinjaman elektronik, namun tidak menyertakan konteks transformasi digital atau dinamika peran platform seperti Shopee sebagai fasilitator atau pemberi dana yang juga menjadi kekurangan pada artikel ini, sehingga secara umum ketiga artikel sepakat pada aspek ketidaksesuaian Shopee Paylater dengan prinsip ekonomi syariah namun berbeda dalam pendekatan, kedalaman data, dan cakupan pembahasannya.

Kesimpulan dari Artikel review ini adalah menilai bahwa layanan Shopee Paylater tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip akad Qardh dalam ekonomi Islam karena mengandung unsur riba melalui bunga dan denda keterlambatan. Meskipun sah secara formal, sistem pembayarannya bertentangan dengan nilai-nilai syariah sebagaimana ditegaskan dalam Fatwa DSN-MUI.

Kelebihan artikel terletak pada kekuatan landasan teoritis dan keterkaitannya dengan fintech modern, meski masih kurang pada aspek empiris dan solusi alternatif. Perbandingan dengan artikel lain menunjukkan bahwa meskipun ada kesepakatan terhadap ketidaksesuaian Shopee Paylater secara syariah, pendekatan dan kedalaman analisis tiap artikel berbeda-beda.

Aisyah Sakhia Sam’a, Mahasiswa STEI SEBI
Sumber: Journal of Sharia Economics Scholar, ISSN: 2302-6219

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui email [email protected]

Pos terkait