DEPOKPOS – Perdagangan mata uang atau yang dikenal sebagai al-sharf dalam terminologi Islam, sering kali menjadi topik diskusi di kalangan ulama, terutama mengenai potensi riba yang mungkin muncul dalam praktik ini.
Dalam perspektif hukum Islam, penting untuk memahami bahwa emas dan perak, yang dahulu digunakan sebagai standar mata uang, memiliki aturan ketat terkait pertukarannya. Prinsip-prinsip ini tidak hanya berlaku pada bentuk fisik emas dan perak tetapi juga mencakup mata uang modern yang digunakan saat ini.
Dalam ajaran Islam, emas dan perak digolongkan sebagai tsaman atau alat pembayaran, yang dalam pertukarannya harus dilakukan secara tunai dan tidak boleh ditunda. Ketika logam mulia ini diperdagangkan, baik antar sesamanya atau dengan mata uang lain, transaksi harus memenuhi beberapa syarat untuk menghindari riba.
Syarat utama adalah bahwa pertukaran tersebut harus dilakukan secara langsung (at-taqabudh) dan dengan
nilai yang setara jika jenis mata uang yang diperdagangkan sama.
Namun, dengan perkembangan zaman, mata uang yang digunakan dalam perdagangan global tidak lagi terbatas pada emas dan perak. Mata uang kertas, yang saat ini dominan dalam perdagangan internasional, juga harus dipertukarkan sesuai dengan prinsip-prinsip yang sama untuk menghindari unsur riba.
Beberapa ketentuan yang harus dipatuhi dalam transaksi jual beli mata uang menurut hukum Islam antara lain:
1. Tidak Bertujuan untuk Spekulasi
Transaksi jual beli mata uang tidak boleh dilakukan dengan tujuan spekulasi atau mencari keuntungan dari fluktuasi nilai tukar. Spekulasi ini dianggap mendekati riba karena mengandung unsur ketidakpastian dan potensi eksploitasi.
2. Kebutuhan Nyata
Transaksi harus didasarkan pada kebutuhan yang jelas, baik itu untuk keperluan bisnis, pembayaran hutang, atau sebagai cadangan untuk berjaga-jaga.
3. Nilai Tukar yang Sama
Apabila transaksi dilakukan antara mata uang yang sama jenisnya, maka nilai yang dipertukarkan harus setara dan dilakukan secara tunai. Hal ini penting untuk mencegah adanya riba dalam transaksi.
4. Penggunaan Kurs yang Berlaku
Jika transaksi dilakukan antara mata uang yang berbeda jenis, maka harus menggunakan kurs yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan tetap harus dilakukan secara tunai. Kurs yang berubah harus diperhatikan untuk menghindari ketidakadilan dalam nilai tukar.
Kesepakatan para ulama (ijma’) mengenai ketentuan-ketentuan ini menjadi pedoman utama dalam menjaga agar transaksi jual beli mata uang tetap sesuai dengan prinsipprinsip syariah. Dengan mematuhi ketentuan-ketentuan ini, umat Islam dapat melakukan transaksi keuangan modern tanpa melanggar aturan syariah yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi pelaku bisnis dan masyarakat yang terlibat dalam transaksi jual beli mata uang untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip syariah. Ini tidak hanya akan menjaga keberkahan dalam harta, tetapi juga memastikan bahwa transaksi yang dilakukan bebas dari unsur riba yang dilarang dalam agama.
Azzamuddin Ilham, STEI SEBI