Ilmuwan menilai ada andil dari pemanasan global yang membuat Gurun Sahara tak lagi gersang
DEPOKPOS – Sejumlah ilmuwan mengungkap peran fenomena iklim El Nino di balik Gurun Sahara yang biasanya gersang tiba-tiba hijau. Fenomena ini menimbulkan banyak spekulasi tentang kondisi alam terkini.
Para ilmuwan mencoba membedah fenomena tersebut, termasuk hujan tidak biasa yang membasahi Gurun Sahara. Menurut para ilmuwan gurun tersebut menjadi dua hingga enam kali lebih basah dari seharusnya.
Ini terjadi karena pergeseran curah hujan di sebelah utara khatulistiwa. Pusat Prediksi Iklim NOAA mencatat Zona Konvergensi Intertropis bergeser lebih jauh menuju utara sejak pertengahan Juli, termasuk ke Sahara.
Citra satelit memperlihatkan sejumlah tanaman kini bermekaran di gurun tersebut, utamanya di bagian Sahara selatan.
Ilmuwan menilai ada andil dari pemanasan global yang membuat Gurun Sahara tak lagi gersang. Pemanasan global ini disumbang oleh polusi dari pembakaran bahan bakar fosil.
Sementara itu, Peneliti Iklim di Universitas Leipzig Karsten Haustein mengatakan ada dua penyebab utama pergeseran curah hujan ke utara.
Pertama, transisi dari El Nino ke La Nina yang akhirnya memengaruhi seberapa jauh zona tersebut bergerak ke utara.Kedua, dunia yang semakin panas dianggap sebagai biang kerok pergeseran hujan.
“Zona Konvergensi Intertropis yang menjadi alasan penghijauan (Afrika), bergerak lebih jauh ke utara seiring dengan semakin hangatnya dunia,” kata Haustein, melansir CNN, Sabtu (14/9).
Menurut dia masalah tidak hanya sebatas Gurun Sahara yang mendadak hijau. Ini juga mengganggu musim badai Atlantik yang menimbulkan konsekuensi besar selama beberapa bulan terakhir di sejumlah negara Afrika.
Negara-negara yang seharusnya mendapatkan lebih banyak curah hujan justru tak mendapatkannya. Curah hujan menjadi lebih sedikit karena badai bergeser ke utara.
“Nigeria dan Kamerun biasanya diguyur hujan setidaknya 20 inci hingga 30 inci sejak Juli hingga September. Namun, hanya mengalami 50 persen-80 persen dari curah hujan biasanya sejak pertengahan Juli,” tulis laporan dari data Climate Prediction Centre (CPC).
“(Sedangkan) jauh ke utara yang merupakan wilayah biasanya lebih kering, termasuk sebagian Nigeria, Chad, Sudan, Libya, dan Mesir selatan menerima lebih dari 400 persen curah hujan dari biasanya sejak pertengahan Juli,” sambungnya.
Curah hujan berlebih bahkan membuat banjir dahsyat di Chad. Hampir 1,5 juta orang terdampak dan sedikitnya 340 warga tewas.
Banjir bandang juga menewaskan lebih dari 220 orang dan menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi di Nigeria. Ini terjadi terutama di utara negara tersebut yang umumnya kering.