DEPOKPOS – Wali Kota Depok, Mohammad Idris, memberikan jawaban terkait Kota Depok yang masuk dalam kategori kota intoleran dalam survei yang dilakukan oleh SETARA Institute.
Kiai Idris, sapaan akrabnya, mempertanyakan survei tersebut lantaran berbeda dengan data yang dimiliki Pemerintah Kota (Pemkot) Depok.
“Saya terima kasih kepada lembaga surveinya, karena ini menjadi masukkan agar kita introspeksi diri, benarkah begitu, tapi kan kita juga tidak boleh apriori dong, maksudnya pendapat kita paling benar atau pendapat dia segala-galanya, karena kita harus menerima koreksi,” jelas Kiai Idris saat menjadi narasumber Acara Tapping Program “Nusaraya” di Gedung Kompas Gramedia, Jalan Palmerah Selatan Nomor 20-28 Jakarta Pusat, Jumat (14/04/23).
Dia pun mengoreksi atas hal tersebut, bahwa hasil Depok intoleran tersebut harus dilihat lagi pendalaman terhadap metodelogi pendekatan survei tersebut seperti apa.
“Jangan ada kasus-kasus tertentu menjadikan sebagai bahan mengatakan ini intoleran,” ujarnya.
Padahal Pemkot Depok memiliki program Pemberian Dana Insentif bagi Pembimbing Rohani dari seluruh agama, yaitu Islam, Katholik, Protestan, Budha, Hindu dan Konghucu.
“Karena umat Islam di Depok 93 persen, sehingga kami ambil proporsional pembimbing rohani dari agama Islam 75 persen, yang 25 persen dari berbagai agama, ada dari pembimbing rohani Kristiani, Budha, Hindu, Konghucu,” jelas Kiai Idris.
Selain itu, penilaian Depok sebagai kota intoleran di dalam survei juga karena pernah mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Kota Religius (PKR).
“Jadi disangkanya mau menjadikan Depok sebagai negara Islam, makanya saya bilang lihat dulu kontennya,” ujar dia.
Kontennya (Raperda PKR) sudah dibahas dengan DPRD bahwa raperda itu tidak membahas mengenai pakaian, misalnya orang Islam harus pakai peci, wanita harus memakai jilbab tidak mengatur itu kok raperda itu,” tuturnya.
“Sebab yang diatur, bagaimana pemerintah kota bisa memfasilitasi kegiatan-kegiatan keagaman, seperti Majelis Taklim dalam Islam, lalu ada Minggu Kebaktian dalam Kristen, kalau di Islam ada halalbihalal, kalau di Kristen ada Natal Bersama, sehingga kita bisa membiayai ini secara yuridis, kita punya dasar hukum kesepakatan dengan dewan bahwa ini bisa kita fasilitasi mereka,” papar Wali Kota Depok.