DEPOK POS – Islam mengatur bisnis sesuai syariatnya karena bisnis dalam Islam memposisikan pada pengertian bisnis yang hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Bisnis tidak hanya memiliki tujuan jangka pendek, individual dan hanya menghitung keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika saja, tetapi bisnis juga bertujuan dalam jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial pada masyarakat luas, negara bahkan bertanggungjawab juga pada Sang Maha Kuasa. Salah satu contoh tuntunan etika dalam berbisnis yang disyariatkan Islam dijelaskan dalam Al- Qur’an surah An-Nisa ayat 29:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang tidak benar, kecuali dalam kegiatan perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu .”
Ayat tersebut menjelaskan tentang etika dalam berdagang dengan tetap menjauhi larangan-Nya dan menjalani apa yang diperbolehkan-Nya. Dalam Islam, Etika bisnis tidak terlepas dari unsur “Niat” bisnis karena Allah SWT, menjaga akhlaq yang baik, berbisnis dengan cara halal dan tentu saja menjauhi larangan-laranganNya misalkan riba, dan lain sebagainya yang sesuai dengan tuntunan dalam al-Qur’an dan hadist. Ketika etika bisnis kuat dan sesuai dengan syariat maka akan berdampak yang baik pula terhadap orang lain.
Etika dalam bisnis merupakan hal yang penting bagi seorang pebisnis karena sangat menentukan baik atau buruknya eksistensi dari label usaha yang dirintisnya. Jika kita ingin bisnis yang kita rintis dikenal baik oleh masyarakat, maka perlu untuk beretika yang baik dalam usahanya. Namun, sebaliknya, jika kita tidak memiliki etika bisnis yang baik maka yang terjadi adalah masyarakat tidak menaruh kepercayaan pada usaha yang kita rintis akibatnya bisnis kita pun sepi dari pelanggan nama baik bisnis kita hancur bahkan bisa gulung tikar.
Jika etika bisnis terjaga maka dampaknya pasti akan tercipta perdagangan yang jujur dan adil serta persaingan dalam bisnis berlangsung dengan hubungan yang baik bahkan sempurna. Penerapan etika bisnis sangatlah penting supaya manusia terjaga dalam kefitrahannya dan jauh dari celaan. Esensinya dalam Islam, Harta adalah Milik Allah SWT. Allah yang “Mengkuasakan” Manusia, Kepemilikan harta manusia tidaklah mutlak sehingga manusia tidak berhak untuk mengambil dan menggunakan sesuka hatinya. Semua ada petunjuk syariat salah satunya dalam bentuk etika dalam berbisnis dan hal ini akan menjadi sebuah pertanggungjawaban kelak di akhirat (Fahmi Syahbudin, SEI,MM 2021).
Etika adalah fitrah dan naluri manusia, jika manusia tidak beretika ataupun berahklak maka apa bedanya manusia dengan hewan? Etika bisnis merupakan salah satu akhlak baik tujuan syariah, yaitu menjaga agama. Dalam Berbisnis, Mencari dan mendapatkan keuntungan sebesar-sebesarnya tidaklah dilarang, namun hal ini bukanlah segalanya dan bukan tujuan utama dalam bisnis. Oleh karena itu, sudah sewajarnya setiap manusia dalam berbisnis harus memperhatikan etika, norma, akhlak dan aturan agama. Islam mensyariatkan bahwa menjaga agama adalah tujuan yang penting dan paling utama, sedangkan menjaga harta adalah hal yang terakhir. Hal ini menjadi dasar dari pilar ekonomi Islam di dunia.
Ketika pilar ekonomi islam kuat, maka agama Islam akan kembali berjaya di muka bumi ini. Tidakkah kita merindukan kejayaan pada masa Rasulullah SAW dan ke-khalifahan dalam bingkai kepemimpinan Islam?
Berikut beberapa etika bisnis yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW antara lain (Hariani, 2018):
1. Jujur, seperti tidak menyembunyikan cacat pada barang dagangan, tidak menipu, menimbang barang dengan timbangan yang tepat, dan lain sebagainya. Kejujuran Rasulullah SAW dalam berinteraksi dilakukan dengan cara menyampaikan kondisi asli barang dagangannya dengan jujur. Beliau tidak menyembunyikan kondisi cacat barang atau mengunggulkan barang daganganya, kecuali sesuai dengan kondisi barang yang dijualnya.
2. Amanah, berarti kepercayaan yang telah diberikan kepada seseorang untuk bertanggungjawab dan berkaitan dengan harta benda. Rasulullah dalam berniaga menggunakan amanah sebagai prinsip dalam menjalankan aktivitasnya. Ketika Rasulullah sebagai salah satu karyawan Khadijah, Beliau memperoleh kepercayaan penuh membawa barang-barang dagangan Khadijah untuk dijual di Syam. Beliau menjaga barang dagangannya dengan sangat baik selama perjalanan dan menjual barang-barang tersebut sesuai dengan amanat yang diterima dari Khadijah.
3. Tepat dalam menimbang, Etika bisnis Rasulullah dalam menjual barang harus seimbang. Barang yang kering bisa ditukar dengan barang yang kering sejenisnya. Penukaran barang kering tidak boleh dengan barang yang basah dan tidak sejenis. Demikian juga dalam penimbangan barang dagangan, seseorang tidak diperbolehkan untuk mengurangi timbangan dan menambahkannya.
4. Tidak melakukan penimbunan barang, Rasulullah dalam praktek bisnisnya menjauhi tindakan penimbunan. Barang dagangan yang dibawa oleh Beliau selalu habis. Bahkan jika perlu barang dagangan Khadijah akan dijual semuanya. Namun, adanya keterbatasan alat transportasi maka Rasulullah membawa barang hanya secukupnya.
5. Saling menguntungkan dan tidak bersikap tamak terhadap harta, Menurut Rasulullah, sebaiknya seseorang menjaga diri, merasa cukup dengan apa yang diperoleh meskipun terus berusaha tapi tidak tamak salah satunya dalam bermuamalah.
Seperti itulah dasar etika bisnis yang disyariatkan dalam Islam serta prakteknya yang diterapkan oleh Rasulullah SAW pada masanya. Semoga Umat Islam seperti kita bisa menerapkan etika-etika baik yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW tersebut di atas dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan dalam berbisnis dan menjalankan aktivitas kita sehari-hari. Aminn.
*Maghdalena Ningsih, Mahasiswi Perbankan Syariah STEI SEBI