Halal Is My Lifestyle : Peluang dan Tantangan Bisnis Kuliner Halal

Ilustrasi.(istimewa)

Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup untuk dapat bertahan hidup salah satunya yakni manusia. Tanpa makan maka tubuh akan menjadi lemah, sehingga tidak dapat melakukan aktivitas dengan baik. Pada awalnya manusia memaknai makanan hanyalah sebagai pengisi perut saja agar dapat bertahan hidup. Namun seiring dengan berjalannya waktu, makanan bukan lagi sekedar pengisi perut tapi menjadi sebuah kegiatan yang mengundang selera. Teknik memasak juga semakin tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Sekarang makanan tidak hanya dilihat dari faktor mengenyangkan perut saja namun dari enak secara rasa, penyajian, kesehatan, kebersihan dan lain sebagainya. Sama seperti hal lainnya, makanan juga memiliki kriteria standar contohnya dalam menyimpan, mengolah, memasak dan menyajikan bahan makanan.

Akan tetapi tidak semua makanan yang kita makan bisa memberikan pengaruh yang baik bagi tubuh. Beberapa makanan juga dapat memberikan pengaruh buruk yang pada akhirnya akan membuat tubuh kita sakit. Lalu apa yang harus kita lakukan agar dapat memilih makanan yang tepat bagi tubuh kita?. Prinsip baik dan juga halal sudah sepantasnyalah selalu menjadi perhatian bagi kita dalam menentukan jenis makanan yang akan kita makan. Mengapa? Karena makanan yang kita makan tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan jasmani saja, akan tetapi juga dapat mempengaruhi kesehatan rohani pemakannya.

Perlu diketahui bahwa dalam agama islam seluruh aspek dalam kehidupan telah diatur dengan sedemikian rupa, baik secara umum maupun khusus (rinci) telah tertuang dalam kitab pedoman (petunjuk) bagi umat muslim di dunia yakni kitab suci Al-Qur’an dan Hadist. Didalamnya terdapat dalil yang menyebutkan beberapa makanan dan minuman yang diharamkan untuk dikonsumsi bagi setiap muslim. Maka solusi dari pertanyaan diatas yakni mengkonsumsi makanan yang halal dan tidak mengkonsumsi makanan haram.

Potensi bisnis industri halal sangat besar sekali. Hal ini tergambar dari laporan Global Islamic Economy Report 2016/2017, yang menyatakan bahwa pengeluaran muslim dunia dalam industri halal di sektor makanan dan gaya hidup (food and lifestyle sector expenditure) mencapai US$1,9 triliun pada tahun 2015. Angka ini diperkirakan akan naik signifikan menjadi US$ 3  triliun pada tahun 2021. Saat ini berbagai negara, baik negara negara muslim maupun non-muslim sangat serius menggarap potensi industri halal ini.

BACA JUGA:  Toko Kopi Tuku Satukan Tradisi Indonesia dengan Semangat Korea

Menurut PEW Research Center, naiknya jumlah pemeluk agama Islam dalam kurun waktu yang sama. Saat ini, Islam masih ada di peringkat kedua dengan jumlah pemeluk sebanyak 1,59 miliar jiwa. Atau sekitar 23% dari total populasi dunia. Jumlah muslim diperkirakan akan naik hampir dua kali lipat. Dengan perkiraan mencapai 2,7 miliar muslim pada 2050, ini akan menjadikan 29% penduduk dunia nantinya adalah orang Islam. Peningkatan yang signifikan ini terutama disumbang populasi muslim di Eropa yang akan merangkak naik sampai 10%. Bahkan India, negara terpadat di dunia yang mayoritasnya beragama Hindu, akan jadi negara dengan penduduk umat Islam terbanyak di dunia mengalahkan Indonesia. Namun Islam tidak akan menjadi mayoritas di India karena pemeluk Hindu juga akan bertambah.

Produk halal saat ini menjadi tren dan popularitas perkembangannya melesat. Maka dari itu produk halal ini membuka peluang bisnis yang bagus khususnya di negara Indonesia yang memiliki mayoritas penduduk muslim. Ditambah lagi sasaran produksi halal tidak perlu khawatir kehilangan konsumen karena produk halal yang berkembang dan tumbuh dengan pesat juga karena adanya permintaan dari non muslim dan yang menarik perhatian non muslim juga banyak yang lebih memilih halal lifestlye terutama perihal makanan. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran konsumen akan produk halal yang terjamin lebih aman, sehat dan tidak perlu diragukan lagi untuk dikonsumsi. Karena telah terbuhkti bahwa makanan yang telah tersertifikasi halal pasti terhindar dari beberapa makanan haram yang telah dijelaskan pada dalil diatas.

BACA JUGA:  Lalamove Gandeng Baznas di Program CSR DeliverCare

Bisnis halal juga dapat diartikan sebagai usaha yang pengembangannya berdasarkan hukum dari kitab suci orang islam yakni Al-Qur’an. Halal dikembangkan dalam banyak sektor yang pada mulanya dikembangkan lembaga keuangan syariah, sertifikasi makanan/kuliner halal. Saat ini telah menuju sektor lainnya seperti wisata , obat, fashion, kosmetik dan banyak lainnya.

Dapat dilihat bahwa Prosentase populasi 2010 – 2050 pertumbuhan agama islam di proyeksikan mencapai 73% (Sumber : The Future of World Religions & PEW Research Center). Dari data tersebut menggambarkan peluang bisnis yang besar dan menguntungkan banyak. Banyak negara yang menyambut peluang bisnis emas ini. Bahkan dari beberapa negara yang penduduknya non muslim seperti Thailand, Korea dan juga Jepang menggencarkan standarisasi produk guna mendapatkan label halal.

Awal Pembentukan Lembaga Pengkajian Pangan Obat obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) didasarkan atas mandat dari Pemerintah/negara agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan aktif dalam meredakan kasus lemak babi di Indonesia pada tahun 1988. LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 untuk melakukan pemeriksaan dan sertifikasi halal. Untuk memperkuat posisi LPPOM MUI menjalankan fungsi sertifikasi halal, maka pada tahun 1996 ditandatangani Nota Kesepakatan Kerjasama antara Departemen Agama, Departemen Kesehatan dan MUI. Dilansir dari halaman MUI.

Data sertifikasi halal LPPOM MUI Pusat periode 2012 hingga Oktober 2017 tercatat 6055 Jumlah Perusahaan dan 259984 Jumlah produk halal yang terdaftar. Dari sisi regulasi industri halal juga diperkuat dengan adanya UU pemerintah Indonesia terhadap jaminan produk halal ini juga telah diimplementasikan melalui UU Nomor 33 Tahun 2014 dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) pada akhir tahun 2016.

BPJPH ini bertugas mulai dari kebijakan teknis, pemantauan, evaluasi dan pelaporan, pengawasan dan administrasi pada jaminan produk halal, sehingga dapat terjamin kehalalan produk yang akan dikonsumsi baik dari impor maupun diekspor ke berbagai negara. Payung hukum kuat serta standardisasi yang terjamin menjadi poin plus Indonesia untuk ikut bersaing dalam bisnis halal global.

BACA JUGA:  Kampanye Ramadan ALVA Gandeng Duitin & Boolet Suarakan Sustainable Habit in Ramadan

“Bagi umat Islam, mengonsumsi halal itu wajib. Mengonsumsi yang halal, makanan, minuman, adalah syariat agama. Mengonsumsi yang halal diharapkan bisa menjadi semacam lifestyle. Isu yang dibahas adalah halal is my life. Halal selain agama, menjadi budaya, bukan hanya makanan, tapi juga cara berpakaian, berekonomi,” kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin, dalam sambutan Seminar Nasional Mandatory Sertifikasi Halal, di Gren Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Senin 16 April 2018. Dikutip dari halaman viva.co.id.

Industri halal Indonesia memiliki peluang besar untuk dapat bersaing dengan negara lain, namun di samping peluang yang dimiliki terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia agar mampu bersaing dalam pasar persaingan bebas pada MEA.

Akan tetapi industri halal di Indonesia saat ini masih belum berkembang. Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Jepang dalam mengembangkan industri halal. Menurut Ikhsan Abdullah, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW), perkembangan industri halal Indonesia berjalan stagnan. Hal ini dikarenakan pelaku usaha di Indonesia belum menganggap industri halal sebagai peluang bisnis penting, padahal industri halal saat ini telah menjadi trend global di dunia.

Indonesia sebagai pusat halal dunia. Banyak pihak yang menginginkan Indonesia untuk menjadi pusat halal dunia. Namun, kita banyak didahului oleh Malaysia. Semua pemangku kepentingan perlu memiliki komitmen yang sama besar untuk mewujudkan hal ini, baik dari pihak industri, ilmuwan, masyarakat, pelaku usaha, dan khususnya pemerintah. Pemerintah harus memberi pelayanan terbaik, memenuhi infrastuktur legislasi dan kebijakan yang diperlukan. [Asih Amalia]