Asuransi Syariah, Perlukah?

Oleh: Sri Sintia

Pada dasarnya manusia itu lemah dan berusaha mencari perlindungan untuk menjamin resiko yang mungkin akan dihadapinya di masa depan. Beberapa resiko yang dihadapkan kepada setiap orang pada umumnya adalah resiko kepemikikan property seperti kepemilikan mobil dan rumah dengan resiko kebakaran atau banjir, kesehatan/kecelakaan dengan resiko harus mengeluarkan beban untuk biaya rumasakit, dan cacat permanen dengan resiko harus mengeluarkan biaya perawatan yang cukup besar.

Untuk mengantisipasi resiko yang mungkin akan dihadapi di masa depan tersebut, umumnya orang-orang membeli polis asuransi. Oleh karena itu,, Saat ini Asuransi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan pribadi maupun dunia bisnis yang semakin rumit dan penuh dengan resiko.

BACA JUGA:  Roti Buaya: Tradisi Seserahan dan Simbol Kesetiaan Masyarakat Betawi

Akan tetapi dalam praktik asuransi konvensional terdapat beberapa hal yang diarang oleh syariah islam yang diantaranya adalah bunga, gambling dan gharar. oleh karena itu para ulama memberikan solusi untuk masalah ini dengan memperkenalkan takaful (Asuransi Syariah) sebagai alternative dari praktik asuransi yang saat ini sedang berkembang.

Sebenarnya Praktik asuransi syariah sendiri sudah ada sejak zaman sebelum islam sampai setelah islam datang. Praktik serupa yang digunakan pada waktu itu diantaranya seperti Al-Aqilah, Al-Qasamah, Al-Muwallah, Al-Tahannud, dan Al-Diwan.

Dalam asuransi syariah, selain terbebas dari aspek riba, gharar dan gambling. Konsep yang digunakan juga berbeda dengan asuransi konvensional. Jika dalam asuransi konvensional akad/perjanjian yang digunakan adalah transfer risk dari peserta asuransi kepada pihak perusahaan asuransi, maka akad/perjanjin dalam asuransi syariah adalah risk sharing atau saling menanggung resiko antar peserta asuransi sehingga kontribusi (premi) yang diberikan tidak dapat diakui oleh perusahaan asuransi sebagai pendapatan akan tetapi tetap sebagai milik seluruh peserta dengan saling menanggung resiko, sedangkan pihak asuransi hanya berperan sebagai pengelola atau operator yang mengelola kotribusi dari peserta dengan imbalan ujroh.

BACA JUGA:  Majlis Ta’lim dan Jejaring Keilmuan Masyarakat Betawi

Ulama kontemporer merekomendasikan beberapa model yang dapat digunakan dalam praktik asurnsi syariah, salah satunya adalah model mudharabah. Secara umum akad mudharabah adalah kerjasama antara pemilik modal atau disebut sohibul mal dengan pengusaha atau disebut mudharib dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, sepenuhnya ditanggug oleh sohibul mal dengan catatan bukan karena kelalaian mudharib.

BACA JUGA:  Tari Topeng Betawi: Tradisi Seni Teater Pertunjukkan Masyarakat Betawi

Dalam praktik asuransi syariah, peserta yang memberikan kontribusi berperan sebagai sohibul mal, sedangkan perusahaan asuransi bertindak sebagai pengusaha yang menjalankan bisnis takaful. Perusahaan asuransi adalah pihak yang mengelola kontribusi perserta yang selanjutnya disebut dana tabarru. Kemudian pada akhir periode saat terjadi profit (dalam asuransi surpulus underwriting) dibagi antara perusahaan asuransi dan peserta.