Bentuk Perlindungan Ibu pada Anaknya

Ilustrasi. (Istimewa)

Sebuah hubungan tak mungkin selamanya berjalan baik dan mulus, akan selalu ada satu titik dimana kita menemui masalah atau pertengkaran dalam hubungan tersebut. Tak terkecuali hubungan antara seorang anak dan orang tuanya.

Ibuku adalah wanita sempurna paruh baya yang kasihnya tanpa batas, dengan ikhlas menggerakkan seluruh tenaganya tanpa belas kasih. Hatinya setegar batu karang yang terhempas jutaan kali oleh derasnya ombak di lautan. Sosok sempurna yang selalu ada saat kita membutuhkannya.

Ibuku, yang menghidupi tiga orang anaknya bermodal dengan usaha warung kecil yang berada dipinggir jalan yang hanya berjualan gorengan, minuman dan jajanan ringan. Bekerja seharian, tidak membuatnya menyerah untuk tetap berjualan. Meski saat keadaan lelah ataupun sakit, ibu akan terlihat baik-baik saja dan tegar di depan anak-anaknya.

BACA JUGA:  Lenong Betawi: Tradisi Refleksi Identitas Komunitas Masyarakat Betawi

Ada satu waktu dimana aku merasakan kepenatan akibat tugas kuliah yang menumpuk ditambah berbagai masalah yang kuhadapi, aku merasa membutuhkan refreshing untuk menghilangkan penat dengan berlibur bersama teman-teman ke suatu pantai.

Namun, ibu tak memberiku izin karena mendapat kabar bahwa pantai yang aku tuju sedang pasang, meski begitu aku bersikeras tetap ingin pergi. Dan dari situlah pertengkaran bermula hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk menginap dirumah kawan selama beberapa hari sebagai bentuk protesku pada ibu. Beberapa kali ibu menelponku dengan penuh kekhawatiran, namun tak aku gubris.

BACA JUGA:  Majlis Ta’lim dan Jejaring Keilmuan Masyarakat Betawi

Namun selama itu pula akhirnya aku menyadari bahwa apa yang aku lakukan telah sangat menyakiti hati ibu, hal yang menurutku sebuah “pembangkangan” kecil sebagai bentuk protes, ternyata telah membuatnya cemas, khawatir sekaligus sedih yang luar biasa atas sikapku tesebut hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan memohon maaf padanya.

Meski begitu, tak satupun kemarahan terucap dari bibirnya, ibu telah memafkanku jauh sebelum aku meminta maaf. Ibu tetaplah ibu, kekhawatirannya, larangannya, petuahnya, adalah bentuk kasih sayang terhadap anak-anaknya. Hal tak kusadari sebelumnya, hal yang aku anggap sebuah pengekangan ternyata adalah bentuk perlindungan seorang ibu kepada anaknya.

Pun segala jalan berliku dan sulit untuk dilalui tetap ia tempuh dengan penuh perjuangan. Apapun rintangannya, tetap ia lakukan agar anaknya berhasil, sukses dan berkecukupan.

BACA JUGA:  Roti Buaya: Tradisi Seserahan dan Simbol Kesetiaan Masyarakat Betawi

Ibu sosok yang bisa kita kagumi. Tidak ada yang bisa mencintai kita seperti ibu, dan juga rela berkorban untuk anak-anaknya. Seorang wanita yang sangat dekat dengan kita, yang selalu menerima curahan hati dan sebagai penyemangat disaat dunia mulai mengasingkan kita. Sosoknya yang tidak akan pernah terganti.

Terima kasih ibu, atas segala usaha, kerja keras dan waktu yang telah kau berikan serta doa yang kau ucapkam. Hal yang tidak pernah dapat terbalaskan oleh apapun. Aku menyayangimu, bu. (Merry Christine/PNJ)