Antara KPR Konvensional dan KPR Syariah

Ilustrasi. (Istimewa)

KPR adalah salah satu produk kepemilikan rumah yang dikembangkan oleh dunia perbankan di indonesia. Produk KPR tidak hanya dimonopoli oleh bank konvensional saja, tetapi juga sudah dijalankan oleh bank syariah. Produk KRP pertama kali diperkenalkan oleh Bank Tabungan Negara (BTN) Tnk. Yang pada awalnya menggunakan instrumen bunga sebgai alat untuk memperoleh keuntungan dari produk tersebut. Setelah BTN membuka Unit Usaha Syariah (UUS), produk KPR yang dijual disesuaukan dengan konsep sayriah, baik mengenai akadnya maupun mekanisme transaksinya.

Produk KPR pada perbankan konvensional dipahami sebagai kredit Perumahan Rakyat yang akadnya didasarkan pada prinsip pinjam-meminjam (credit and qard) dengan memanfaatkan bunga sebagai variabelnya. Hubungan yang terjalin antara pihak bank dan nasabah yang mengambil produk KPR ini hubungan antara pihak creditor dan pihak debitor. Pihak bank mengucurkan pinjaman bagi nasabah yang dimanfaatkan untuk keperluan KPR.

Karakteristik utama dari bank konvensional adalah membebani bunga kepada debitor atas uang yang digunakan. Jenis KPR yang terdapat di bank konvensional:

-KPR fix, yaitu KPR dengan bunga yang tetap dari awal sampe akhir masa pinjaman. Dengan demikian, risiko kenaikan suku bangsa dapat dihindari. KPR Fix di bank konvensional biasanya diterapkan pada KPR subsidi yang merupakan program dari pemerintah.

BACA JUGA:  Lalamove Gandeng Baznas di Program CSR DeliverCare

-KPR Fix dan floating, yaitu KPR dengan menghitung bunga kombinasi antara bunga tetap dengan bunga mengambang. Jadi pda awal periode bunga yang dikenakan adalah tetap, dan setelah melewati jangka waktu yang ditetapkan, maka suku bunga menjadi suku bunga mengambang.

Hal ini dilakukan untuk menarik nasabah yang tergiur pada bunga rendah diawal masa pinjam.

-KPR Fix, cap, cap, dan float. Yaitu KPR yang menghitung bunganya mirip dengan KPR fix dan floating, namun ditengah masa fix dan floating, ada masa bunga cap.

Dalam masa tersebut, suku bunga dapat naik namun dibatasi pada tingkat tertentu. Misalnya suku bunga fix 8 persen tiga tahun dan cap 9 persen tiga tahun lalu selanjutnya floating, artinya dapat tahun kedua suku bunga hanya dapat naik maksimal mencapai 9 persen meskipun dalam kondisi pasar suku bunga yang seharusnya misalnya adalah 10 persen. Setelah melewati masa enam tahun, maka suku bunga baru melebihi 9 persen.

-KPR float, sesuai namanya yaitu KPR dengan bunga mengambang dari awal masa pinjaman mengikuti tingkat bunga pasar.

Bank konvensional mengambil keuntungan dari bunga pinjaman yang dikenakan kepada nasabah.

Disinilah letak ketidaksesuaian apa yang diperaktikkan perbankan konvensional dengan kosep ekonomi syariah yang prinsip utamanya melarang keras praktik bunga bank. Bunga yang diperaktekkan oleh perbankan konvensional merupakan riba yang ada dalam ajaran islam, yaitiu bagian dari riba nasi’ah. Pada dasarnya, model pinjam-meminjam dengan memakai prinsip qaid diperbolehkan dalam ajaran islam dengan catatan tanpa memungut tambahan (ziyadah), baik dengan memakai istilah bunga maupun menggunakan istilah yang lain, yang intinya merupakan tambahan dari yang pokok. Jika masih tetap mengharuskan adanya tambahan, berarti praktek tersebut sudah menyerupai riba yang diharamkan dalam ajaran Islam.

BACA JUGA:  Tumbuhkan Scale Up Usaha, BMM Gelar Pelatihan Digital Marketing Untuk UMKM Binaan

Produk KPR perbankan syariah adalah hubungan antara penjual (al-ba’iu) dan pembeli (musytari). dalam hal ini, bank syariah sebagai pihak penjual yang menjuall produk KPR kepada nasabah, sedangkan nasabah sebagai pihak pembeli. Oleh karena prinsip yang digunakan dalam model ini adalah jual-beli, kelaziman pada akad jual-beli memungkinkan adanya proses tawar-menawar antara pihak bank dan nasabah. Jenis KPR yang ada di bank syariah:

-KPR dengan akad jual beli (murabahah), merupakan KPR di mana bank menetapkan margin dari harga jual rumah. Besarnya margin ditentukan oleh jangka waktu cicilan yang telah disepakati.

Karena margin telah ditentukan di awal, maka besarnya cicilan setiap bulan akan tetap dari awal sampai lunas. KPR ini juga paling umum digunakan bank syariah karena paling mudah dipahami masyarakat.

BACA JUGA:  Deliveree Raih Penghargaan Penyedia Jasa Truk Terbaik pada Survei Bisnis DetikLogistik 2024

-KPR akad sewa beli (Ijarah Muntahia Bittamlik/IMBT), adalah KPR dengan konsep sewa bali dimanan nasabah dianggap menyewa rumah pada abnk dan pada masa akhir cicilan memiliki pilihan untuk membeli rumah tersebut.

-KPR akad kepemilikan bertahap (Musyarakah Mutanaqisah), yaitu KPR dengan konsep kepemilikan bertahap. Jadi bank dan nasabah sama-sama membeli rumah, lalu porsi kepemilikan bank akan berkurang secara bertahap seiring dengan pembayaran cicilan oleh nasabh pada bank.

Untuk KPR Murabahah uang muka minimal 30 persen, sedangkan menurut IMBT dan MMQ besar uang muka minimal 20 persen dari harga rumah. Sementara dari sisi penalti, juga terdapat perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah. Pada bank konvensional, pelunasan diawal biasanya dikenakan penalti karena dianggap mengurangi potensi pendapatan. Sementara pada bank sayraiah, pelunasan dipercepat tidak dikenakan penalti karena nilai transaksi sudah ditentukan diawal.

Dalam hal ini, terliaht bahwa bank syariah mempunyai madat yang luas dibandingkan dengan madat yang dimiliki oleh bank konvensional. Sesuai dengan peraturan yang ada, bank syariah diperbolehkan melakukan transaksi jual-beli. Adapun bank konvensional tidak diberi wewenang untuk melaukan transaksi jual-beli. Realiat ini sebagai konsekuensi dari pelaksanaan ayat Al-Qur’an tentang menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.

Ditulis oleh: Lisa Andrina, Mahasiswi STEI SEBI.