Minimnya Kesadaran Membayar Zakat

Salah satu upaya yang perlu untuk terus menerus dilakukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah melalui optimalisasi potensi zakat. Menurut bahasa (etimologi) zakat berasal dari kata zaka yang berarti tumbuh, berkah, bersih dan berkembang.Sedangkan pengertian zakat menurut terminologi adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahik) dengan syarat-syarat tertentu (Kurnia dan Hidayat, 2008).

Ditinjau dari sistem ekonomi Islam, zakat sebagai salah satu instrumen fiskal untuk mencapai tujuan keadilan sosial dan keadilan ekonomi serta distribusi kekayaan dan pendapatan, secara aklamasi dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dari falsafah moral Islam dan didasarkan pada komitmen yang pasti terhadap persaudaraan kemanusiaan (Qardhawi dalam Asnaini, 2008 : 92).

Zakat sangatlah mungkin menjadi alternatif program pemerintah sebagai sumber dana untuk mengatasi kemiskinan (Ibrahim, 2008). Zakat merupakan sarana yang dilegalkan oleh agama Islam dalam pembentukan modal. Pembentukan modal tidak semata-mata dari pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam, melainkan juga berasal dari sumbangan wajib orang kaya. Zakat juga berperan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan penyediaan sarana dan prasarana produksi (Miftah, 2008).

Jika setiap umat Islam menyadari tentang kewajiban berzakat dan mengetahui berbagai macam manfaat yang akan diperoleh dengan berzakat, maka potensi zakat seharusnya tercapai. akan tetapi saat ini banyak masyarakat yang kurang menyadari tentang kewajiban untuk berzakat.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi minat Masyarakat untuk membayar zakat.

Pertama,kepuasan.hal ini dapat memengaruhi masyarakat dalam membayar zakat.Masyarakat merasa puas ketika sudah mengeluarkan zakat karena menganggap bahwa berzakat adalah bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan merasa senang karena dapat membantu orang lain yang membutuhkan.

Kedua,keimanan. keimanan seseorang dapat mempengaruhi dalam membayar zakat. keimanan memiliki beberapa atribut yaitu shalat berja ma’ah di masjid, membaca buku-buku agama, shalat 5 waktu sehari semalam, dan menghadiri majelis ilmu atau pengajian.

Ketiga,kecakapan organisasi pengelola zakat (OPZ), baik BAZNAS maupun LAZ. kenyamanan masyarakat dalam berzakat melalui OPZ, dan pelayanan yang diberikan oleh OPZ kepada muzakki sebagai donator.semakin bagus dan tepat sasaran program yang digulirkan oleh OPZ, maka kepercayaan mereka akan semakin besar. Selama ini masyarakat belum sepenuhnya berzakat via OPZ, karena belum maksimalnya sosialisasi yang dilakukan oleh OPZ, sehingga ma syarakat umum tidak mengetahui profesionalitas OPZ dalam menjalankan program.

Keempat,sosialisasi dan publikasi.sosialisasi langsung kepada masyarakat sangat memengaruhi kemauan mereka dalam berzakat.OPZ harus menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat melalui metode yang lebih massif, tidak hanya memberikan pengumuman saja melainkan berkunjung langsung kepada masya rakat yang berpotensi mengeluarkan zakat. Selain itu, semua kegiatan pemasukan dan pendistribusian zakat harus dipublikasikan kepada masya rakat terutama muzakki sehingga kepercayaan masyarakat tumbuh dan mereka semakin bersemangat dalam mengeluarkan kewajiban zakat.

Kelima, balasan.Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat dalam mengeluarkan zakat juga mengharapkan balasan, walaupun balasan itu tidak dalam bentuk materi. Masyarakat mengharapkan bahwa dengan berzakat harta mereka menjadi bersih sesuai dengan tujuan zakat itu sendiri adalah dapat mensucikan harta mereka. Selain itu muzakki juga memiliki harapan bahwa dengan mereka berzakat dapat menjadi dorongan bagi yang lain untuk berzakat tanpa bermaksud ria.

Keenam,regulasi.Regulasi adalah pemotongan gaji secara langsung dari tempat dimana orang tersebut bekerja. Kebijakan pemotongan zakat secara langsung dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyebabkan meningkatnya penerimaan zakat.

Dengan demikian jelas bahwa regulasi atau kebijakan penarikan zakat secara langsung dari tempat mereka bekerja dianggap efektif. Masyarakat merasa tidak perlu repot lagi untuk menghitung dan menyalurkan zakat walaupun masih ada masyarakat yang mengeluh terhadap keterbukaan atau transparansi lembaga zakat yang mengelola harta zakat, baik dalam proses pengumpulannya maupun dalam proses pendayagunaannya.

Ditulis oleh: Jamilah, mahasiswi STEI SEBI.