Kualitas Audit dengan Adopsi General Audit Software (GAS) di Era Digital

Ilustrasi.

Dari beberapa dekade pertumbuhan Industri semakin cepat, begitupun dengan penggunaan teknologinya. Transaksi yang dilakukan tidak hanya sebatas menggunakan kertas, namun sekarang ini bisa saja menggunakan transaksi elektronik. Dan tidak menutup kemungkinan bahwa perusahaan menyimpan file – filenya dalam bentuk elektronik. Untuk itu Profesi akuntan publik sebagai profesi kepercayaan masyarakat yang diharapkan dapat memberikan kualitas audit yang terbaik.

Dengan kualitas audit yang diberikan akuntan publik diharapkan dapat mengidentifikasi risiko dan penipuan . AS PernyataanStandar Auditing (SAS) No 316,52 menunjukkan bahwa auditor perlu “untuk mempekerjakan teknik audit dibantu komputer untuk mengumpulkan bukti lebih luas tentang data yang terdapat dalam rekening yang signifikan atau file transaksi elektronik” (AICPA 2006).

Di Indonesia adopsi GAS masih bersifat rekomendasi belum mandatori. Bila dibandingkan dengan negara maju seperti australia yang sudah menggunakan teknologi untuk mengaudit laporan keuangannya. Menurut O’Donnell dan Schultz di negara maju seperti AS berasumsi dengan mengadopsi teknologi dalam mengaudit akan meningkatkan kualitas audit yang dilakukan.

Adopsi teknologi audit di negara-negara maju telah mendapatkan momentum. Bagaimana dengan negara berkembang ? di negara berkembang penggunaan GAS masih bersifat rekomendasi, sebenarnya penggunaan GAS sangatlah penting, mengingat pentingnya audit berkualitas tinggi untuk memastikan integritas pelaporan keuangan, terutama di negara berkembang dimana kualitas dan transparansi pelaporan keuangan telah sering dipertanyakan. Sedangkan apa faktor yang berpengaruh dalam penggunaan GAS di Indonesia ?

Mahasiswa STEI SEBI Rosiana menjelaskan, berdasarkan informasinya yang diperoleh dari managerial auditing journal 2016, faktor yang mempengaruhi adopsi GAS di Indonesia adalah pengaruh faktor teknologi, organisasi dan lingkungan. Dimana faktor lingkungan diidentifikasi berpengaruh lebih besar dari faktor organisasi dan teknologi. Secara khusus adopsi General Audit software cenderung sangat ditentukan oleh kebutuhan klien. Karena di negara berkembang setiap klien tumbuh dengan kecanggihan teknologi yang berbeda, begitu juga kebutuhan untuk menggunakan inovasi seperti GAS untuk lebih melayani kebutuhan mereka.

Berbeda dengan Big Four yang sekarang sudah berganti menjadi Big Five yang menggunakan GAS dalam proses auditnya sebelum IAPI merekomendasikan penggunaan GAS dalam proses audit. Alasan Big Five menggunakan GAS sebelum adanya rekomendasi dari IAPI dikarenakan klien dari Big five telah menggunakan IT yang canggih sehingga auditor diwajibkan untuk menggunakan teknologi yang kompatibel dengan klien mereka agar efisien dan efektif dalam menguji data untuk akurasi serta untuk menjamin integritas sistem pengendalian internal. Hal ini jauh berbeda dengan kantor akuntan publik selain Big Five.

Perusahaan audit yang lebih kecil dengan klien yang menggunakan IT kurang canggih, sebenarnya memperhatikan kompatible. Perusahaan audit yang lebih besar biasanya klien menggunakan sistem IT yang canggih dan Big Five akan menyesuaikan kompetensi teknologi mereka menjadi lebih baik untuk membuat IT mereka yang kompatible dan sebaliknya.

Begitupun dengan template GAS yang rata-rata menggunakan bahasa Inggris, karena tidak semua kantor akuntan publik memiki auditor yang baik bahasa inggrisnya. Ini adalah salah satu faktor yang menjadi hambatan dan rintangan untuk penggunaan perangkat lunak audit. Berbeda hal nya dengan big five, dimana bahasa ingris merupakan makanan mereka sehari-hari.
Tidak hanya bahasa, budgeting untuk pemahaman auditorpun menjadi sebab faktor adopsi GAS di Indonesia. Karena kantor akuntan publik harus menyediakan pelatihan, workshop dan lain sebagainya untuk para auditornya untuk menambah soft skillnya dan itu memerlukan biaya yang sangat besar.

Namun sebenarnya dalam audit yang dilakukan kantor akuntan publik yang kecil atau pun besar seperti big five dalam mengaudit entitas mengunakan prosedur audit yang sama, perbedaanya hanyalah big five lebih cepat dalam mendapatkan data dan pengolahannya. (Rosiana Sukma Agustin/STEI SEBI)