Bahagia Bukan Dicari Tapi Diciptakan

Ilustrasi. (Istimewa)

Bahagia itu satu kata yang simple namun kadang dibuat rumit. Ada satu pertanyaan. Bahagia lalu tertawa, atau tertawa lalu merasa bahagia?

Kalimat di atas mengandung 2 makna yang berbeda. Yang pertama, sebagian orang menganggap bahwa indikator bahagia adalah tertawa.  Padahal, tidak semua orang yang tertawa sedang bahagia, bisa jadi tertawa itu hanya sebagai upaya untuk menutupi kesedihannya. Dan yang kedua adalah Bahagia itu bukan dicari, melainkan diciptakan. Jadi, jika kita tertawa maka kita bisa merasa bahagia, Karena tertawa merupakan salah satu bentuk dari rasa syukur yang diungkapkan lewat ekspresi wajah.

Sekali lagi saya tegaskan, bahwa kebahagiaan itu bukan dicari, tapi diciptakan. Karena, Kalau kebahagiaan bisa dicari dan dibeli, pasti orang-orang yang berduit akan membeli kebahagiaan itu. Dan kita akan sulit mendapatkan kebahagiaan karena sudah diborong oleh mereka. Kalau kebahagiaan itu ada disuatu tempat, pasti belahan lain dibumi ini akan kosong karena semua orang akan berkumpul dimana kebahagiaan itu berada. Untungnya kebahagiaan itu berada di dalam hati setiap manusia. Jadi kita tidak perlu membeli atau pergi mencari kebahagiaan itu. Yang kita perlukan adalah hati yang bersih dan ikhlas serta fikiran yang jernih, maka kita bisa menciptakan rasa bahagia itu kapanpun, dimanapun dan dengan kondisi apapun. Karena kebahagiaan itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang bersyukur.

“Jika kamu tidak memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini”

Bersyukur adalah satu kemampuan yang bisa dipelajari oleh siapapun.

Jadi kesimpulannya adalah, Bahagia bukanlah hasil dari suatu keadaan tertentu, melainkan hasil dari suatu sikap (bersyukur) yang dilakukan secara berulang-ulang hingga berubah menjadi suatu kebiasaan, yang menciptakan kebahagiaan.

Maka ciptakanlah kebahagiaan untuk diri kita dengan orang-orang tersayang di sekeliling kita.

Oleh : Danayanti, STEI SEBI