Kekerasan Terhadap Anak dan Cara Menanganinya

Ilustrasi.

Kekerasan sosial dapat didefinisikan sebagai perbuatan sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau hilangnya nyawa seseorang yang dapat menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, penganiyaan emosional,atau pengabdian terhdapa anak. Di Amerika Serikat, pusat pengendalian dan pencegahan penyakit mendefisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau kelalaian oleh orang tua, pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, berpotensi cahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak.

Sebagian besar kekerasan terhadap anak terjadi di rumah itu sendiri dengan jumlah yang kecil terjadi di sekolah, di lingkungan atau di organisasi tempat anak berinteraksi.

Ada empat kategori utama tindak kekerasan terhadap anak, yaitu : pengabaian (penelantaran), kekerasan fisik, pelecehan emosional/psikologis, dan pelecehan seksual anak.

a. Penelantaran

Penelantaran anak adalah di mana orang dewasa yang harus bertanggung jawab dalam menyediakan kebutuhan yang memadai untuk berbagai keperluan, termasuk fisik (kegiatan untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan), emosional (kegagalan untuk memberikan pengasuh atau kasih sayang), pendidikan (kegagalan untuk mendaftarkan anak di sekolah), atau medis (kegagalan untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter).

b. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah agresif fisik diarahkan pada seorang anak oleh orang dewasa. Hal ini dapat melibatkan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak, atau menguncang seorang anak. Guncangan terhadap anak dapat mengakibatkan sindrom guncangan bayi yang dapat mengakibatkan tekanan intracranial, pembengkalan otak, cedera difus aksonal, dan kekurangan oksigen yang mengarah ke pola seperti gagal tumbuh, muntah, lesu, kejang, pembengkakan atau penegangan ubun-ubun, perubahan pada pernapasan, dan pupi membesar. Transmisi racun pada anak melalui ibunya (seperti dengan sindrom alcohol janin) juga dapat dianggap penganiayaan fisik dalam beberapa wilayah yuridiksi.

c. Kekerasan emosional/psikologis

Pelecehan emosional adalah yang paling sulit untuk didefinisikan. Itu bisatermasuk nama panggilan, ejekan, degredasi, perusakan harta benda, penyiksaan atau perusakan terhadap hewan peliharaan, kritik yang berlebihan, tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan, pemutusan komunikasi, dan penghinaan.

Korban kekerasan emosional dapat bereakasi dengan menjauhkan diri dari pelaku, internalisasi kata-kata kasar atau dengan menghina kembali pelaku penghinaan. Kekerasan emosional dapat mengakibatkan gangguan kasih sayang yang abnormal atau terganggu, kecenderungan korban menyalahkan diri sendiri untuk pelecehan tersebut, belajar untuk tak berdaya, dan terlalu bersikap pasif.

d. Pelecehan seksual anak

Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasaatau pelanggaran yang dilakukan oleh remaja yang lebih tua terhadap seorang anak untuk mendapatkan stimulasi seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), paparan senonoh dari alat kelamin anak, menampilkan pornografi kepada anak,

Mengapa kekerasan pada anak itu terjadi? Apa faktor penyebab dari kekerasan itu? Kekerasan terjadi karena orang tidak peduli dan masih banyak orang menganggap melakukan kekerasan terhadap anak adalah hal lumrah. Ketika saya melakukan seminar ke berbagai daerah, banyak yang mengatakan bahwa anak-anak ditempeleng dan dijewer itu biasa. Itu tidak benar, bahwa kekerasan pada anak adalah cara untuk mendisiplinkan anak,” ujar Seto Mulyadi, psikolog anak dan Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak

Akar dari penyebab kerusakan cenderung kompleks, dan sering tidak bisa dikaitkan dengan satu faktor saja, seperti pergaulan, hiburan, atau lingkungan sosial. Bisa jadi, ada banyak terkait, termasuk hal-hal berikut.

Keadaan tanpa harapan dan keputusan kadang orang memilih jalan kekerasan sewaktu ditindas, diskriminasi, dikucilkan, atau mengalami kesulitan ekonomi atau merasa tidak berdaya dalam kehidupan.

Semangat massa, seperti yang sering terlihat pada pertandingan olahraga, orang-orang dalam kelompok atau massa tampaknya tidak bisa menahan diri untuk bertindak buruk, mengapa?

kesadaran moral mereka berkurang dan mereka lebih cenderung bereaksi terhadap berbagai hal yang memicu tindak kekerasan atau sikap agresif,” ujar buku sosial Psychology. Karya lainnya menyatakan bahwa, “orang-orang seperti itu bisa menjadii boneka tak berakal, kehilangan semua rasa tanggung jawab sosial.”

Apa yang perlu diperhatikan jika anak mengalami gangguan mental (trauma)?

Anak yang mengalami trauma harus mendapat perhatian lebih karena trauma yang terjadi pada usia anak dapat mempengaruhi perkembangannya. Hal ini terjadi karena anak mengalami banyak perkembangan, terutama perkembangan otaknya.

Perubahan biologis yang terjadi dalam tubuh akibat trauma dapat mempengaruhi cara anak dan remaja menanggapi bahaya dan tekanan masa depan dalam hidup mereka, dan dapat berpengaruh pada kesehatan jangka panjang.

Tidak hanya berdampak secara biologis, trauma juga dapat berdampak pada emosional karena pada masa ini anak sedang dalam tahap perkembangan. Masa anak adalah di mana anak sedang belajar mengenali emosi dan menangani emosi mereka dengan bantuan orang tua maupun pengasuh. Ketika terjadi trauma pada masa ini, maka anak akan sulit mengenali emosi mereka. Ini membuat anak menunjukkan emosi secara berlebihan dan cenderung untuk menyembunyikan perasaan mereka.

Tanda trauma yang ditunjukkan anak pun berbeda-beda tergantung ari usia anak. Anak di bawah 5 tahun yang mengalami trauma akan menunjukkan tanda seperti ketakutan, terus “menempel” pada orang tua, menangis atau berteriak, gemetar, diem saja, dan menjadi takut akan gelap. Berikut ini cara mengatasi rasa trauma pada anak yaitu dengan cara :

a. Melakukan hal-hal rutin bersama keluarga

Seperti makan bersama, nonton tv bersama, dan pergi tidur. Lakukan kegiatan sehari-hari ini seperti biasa. Hal ini memungkinkan anak merasa lebih aman dan terkontrol. Biarkan anak tinggal dengan orang yang akrab atau dekat dengannya, seperti orangtua dan keluarga.

b. Anak butuh perhatian khusus dari orangtua

Sesudah mengalami trauma, anak cenderung lebih tergantung pada orangtua, terutama ibu, sehingga Anda sebagai ibu harus menyediakan waktu Anda untuk anak. Beri anak pelukan agar ia merasa lebih aman dan nyaman. Jika mereka takut tidur, Anda dapat menyalakan lampu kamar anak atau biarkan anak tidur dengan Anda. Wajar bila anak ingin selalu dekat dengan Anda sepanjang waktunya.

c. Menjauhkan hal-hal yang berhubungan dengan penyebab trauma anak

Seperti tidak menonton tayangan bencana, jika anak mengalami trauma karena bencana. Hal ini hanya akan membuat trauma anak lebih buruk, anak dapat mengingat kembali apa yang terjadi, membuat anak takut dan stres.

d. Pahami reaksi anak terhadap trauma

Reaksi anak terhadap trauma berbeda-beda, bagaimana Anda memahami dan menerima reaksi anak ini dapat membantu anak pulih dari trauma. Anak mungkin dapat bereaksi dengan cara sangat sedih dan marah, tidak dapat berbicara, dan mungkin ada yang berperilaku seolah-olah tidak pernah terjadi hal menyakitkan terhadap dirinya. Beri anak pengertian bahwa perasaan sedih dan kecewa merupakan perasaan yang wajar mereka rasakan saat ini.

e. Berbicara pada anak

Dengarkan cerita anak dan pahami perasaan mereka, beri jawaban yang jujur dan mudah dimengerti anak jika ia bertanya. Jika anak terus bertanya pertanyaan yang sama, artinya ia sedang kebingungan dan sedang mencoba untuk memahami apa yang terjadi. Gunakan kata-kata yang membuat anak nyaman, bukan menggunakan kata-kata yang dapat membuat anak takut. Bantu anak dalam mengutarakan apa yang mereka rasakan dengan baik.

f. Dukung anak dan beri ia rasa nyaman

Anak sangat membutuhkan Anda pada saat ini, temani ia setiap saat ia membutuhkan Anda. Beri keyakinan pada anak bahwa ia bisa melewati hal ini dan juga katakan bahwa Anda sangat menyayanginya.

Bagaimana hukum menindak lanjuti kejadian kekerasan terhadap anak ?

Di dalam hukum, Hal ini juga sesuai dengan pengaturan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;
b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c. penelantaran;
d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e. ketidakadilan; dan
f. perlakuan salah lainnya.

Pasal yang Menjerat Pelaku Penganiayaan Anak

Menjawab pertanyaan Anda, pasal tentang penganiayaan anak ini diatur khusus dalam Pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi:

Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.

Sementara, sanksi bagi orang yang melanggar pasal di atas (pelaku kekerasan/peganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 UU 35/2014:

(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.

(Nira/ dari berbagai sumber)