Luasnya Tantangan dan Ruang Lingkup Audit Syariah

Ilustrasi.
Ilustrasi.

Oleh: Thio Harbinadli Afflanda

Pesatnya pertumbuhan ekonomi syariah di berbagai negara ditengah krisis ekonomi dan keuangan, menjadikan ekonomi islam sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Khususnya dalam sektor perbankan syariah di Indonesia, sebagaimana yang dikemukakan oleh Gubernur BI Agus Martowardojo dalam acara Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) (27/10/16) di Surabaya, bahwa perbankan syariah tumbuh 17,1 persen pada periode 2008-2011, lalu 13,8 persen pada periode 2011-2014 dan 7,96 persen di semester pertama tahun 2015. Diikuti dengan telah disahkannya 19 lembaga amil zakat nasional, 33 tingkat provinsi dan 240 lembaga amil zakat tingkat daerah.

Namun di setiap lini dari sektor bisnis dan keuangan, selalu dibutuhkan adanya pengawasan dan pemeriksaan, guna mengetahui apakah kinerja suatu entitas sesuai dengan peraturan dan sebagai suatu acuan dalam pengambilan keputusan. Khususnya dalam entitas keuangan dan bisnis syariah, telah hadiraudit syariah yang berperan dalam fungsi pemeriksaan.

Audit adalah suatu pemeriksaan atau sebuah evaluasi sistematis terhadap sistem, proses, dan produk yang telah berlangsung dalam sebuah entitas atau organisasi. Maka audit syariah yaitu proses evaluasi dan pemeriksaan terhadap sistem, proses, produk dalam sebuah entitas syariah.Audit syariah lahir sebagai sebuah proses yang mengevaluasi kepatuhan operasional dan aktivitas keuangan syariah berdasarkan hukum syartiat islam.Audit syariah telah hadir pada tahun 1980-an dimana pada masa tersebut munculnya suatu permintaan atas sebuah fungsi audit yang berlandaskan prinsip islam. Begitupula dalam sejarah islam, telah hadir lembaga hisbah yang memiliki fungsi sebagai auditor.

Landasan hukum syariah dari pelaksanaan audit syariah terdapat dalam alqur’an QS. Al Hujurat [49]: 6 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Ayat ini menjelaskan betapa pentingnya pemeriksaan secara detail dan menyeluruh terhadap suatu informasi karena bisa menjadi penyebab timbulnya musibah atau bencana apabila tidak diproses dengan benar. Dalam cakupan audit syariah, pemeriksaan atau audit laporan keuangan serta menjadi sangat penting, karena dapat menjadi sumber bencana ekonomi berupa krisis dan sebagainya jika tidak dikelola dengan benar.

Tujuan utama audit syariah adalah untuk membuat dan menyatakan opini atas laporan keuangan yang telah dibuat oleh manajemen perusahaan, dalam seluruh aspek telah sesuai dengan prinsip dan hukum syariah, standar AAOIFI, dan standar akuntansi nasional. Maka audit dalam Lembaga Keuangan Syariah tidak terbatas hanya pada peraturan umum audit keuangan tetapi juga pandangan hukum syariah.

Audit syariah memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan audit konvensional. Sebagai contoh, dalam audit perbankan syariah, menurut Ameer Rashid (2015) Peran dan tanggung jawab auditor di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) jauh lebih luas dari auditor konvensional dalam kaitannya dengan pemeriksaan berbagai kontrak, struktur produk, pelaporan, penyusunan laporan keuangan, laporan, surat edaran pemasaran dan dokumen hukum lainnya. Begitupula menurut (Yaacob & Donglah, 2012), cakupan ruang lingkup audit syariah berkaitan dengan “social behavior” (perilaku social) dan kualitas kinerja organisasi serta hubungannya dengan stakeholder.

Tantangan terbesar dalam audit syariah setidaknya ada 4 poin utama yang menjadi kendala terbesar dalam penerapan audit yang berlandaskan hukum syariah, yaitu ruang lingkup audit syariah, kualifikasi, kerangka kerja, dan independensi.

Ruang lingkup pemeriksaan dalam suatu audit syariah mencakup empat hal yaitu, audit atas laporan keuangan, aspek-aspek operasional bank syariah, struktur organisasi dan personil manajemen serta sistem teknologi dan informasi.

Laporan Auditor atas audit laporan keuangan LKS, integritas dan kewajaran informasinya harus terjamin secara independen. Audit atas laporan keuangan bertujuan agar auditor dapat menyatakan suatu pendapat atau opini berkenaan dengan apakah laporan disusun dalam segala aspek material, sesuai dengan susunan kerangka pelaporan keuangan. Audit atas laporan keuangan mengevaluasi dan memeriksa bukti aktivitas keuangan suatu LKS sehingga untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara kinerja manajemen dan peraturan serta kriteria yang telah dijadikan standar.

Dalam kualifikasi auditor syariah, menurut Accounting and Auditing Organization of Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dalam standarnya, seorang auditor syariah diharuskan memiliki kualifikasi khusus, yaitu selain menguasai pengetahuan bidang akuntansi dan proses audit, juga harus menguasai prinsip dan hukum islam khususnya prinsip dan hukum Muamalah. Namun, berdasarkan penelitian (Kasim, Ibrahim, Hameed, & Sulaiman, 2009) dari responden auditor syariah hanya 5,9 % dari responden memenuhi kedua kualifikasi (akuntansi/auditing dan syariah) tersebut. Hal ini menjadi tantangan kedepan bagi para praktisi keuangan islam.

Menjawab tantangan tersebut, sejak tahun 2008 AAOIFI menyelenggarakan training untuk meningkatkan kinerja praktisi keuangan islam yaitu Certified Islamic Professional Accountant (Islamic accounting) dan Certified Sharīʿah Advisor and Auditor (Sharīʿah supervisory). Di Indonesia sejak 18 Mei 2016 telah hadir Lembaga Ser‎tifikasi Profesi Keuangan Syariah (LSPKS).

Dalam hal pertanggungjawaban, auditor syariah tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada klien atau stakeholder, seorang auditor syariah juga memiliki tanggung jawab kepada Allah SWT. Karena LKS berkewajiban dalam mematuhi etika dan nilai islam, serta prinsip-prinsip syariah (sharia compliance) dalam menjalankan bisnisnya. Maka seorang auditor syariah harus memiliki akhlak mulia, jujur, disiplin dan independen.

Dapat disimpulkan bahwa dalam pesatnya pertumbuhan ekonomi syariah permintaan akan auditor syariah meningkat karena pentingnya sudit dalam Lembaga Keuangan Syariah. Maka para calon praktisi syariah harus berusaha dalam memenuhi kualifikasi yaitu pemahaman akan akuntansi, fiqh muamalah, prosedur audit, dan independensi. Agar auditor syariah dapat menjawab luasnya tantangan ekonomi syriah dan gllobal di masa depan.
Wallahu A’lam Bish-Showab

Referensi:
Review Jurnal:
Radiah Othman Rashid Ameer , (2015),”Conceptualizing the duties and roles of auditors in Islamic financial institutions”, Jurnal , Vol. 31 Iss 2 pp. 201 – 213
Khan, Tahrim Noor, June 2015, “Enchancing Islamic Financial Brand: Shari’ah Board Theoretical Conceptual Famework” Journal. June 2015, Vol. 3, No. 1, pp. 62-72.
Referensi tambahan:
Sepky Mardian, Qonita Mardiyah, April 2015, “Praktik Audit Syariah di Lembaga Keuangan Syariah Indonesia” Jurnal. April 2015, Vol. VIII, No.1, p-ISSN:1979-858x
Minarni, Juli 2013, “KONSEP PENGAWASAN, KERANGKA AUDIT SYARIAH, NGKA AUDIT SYARIAH, DAN TATA KELOLA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN TATA KELOLA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH” Jurnal. Juli 2013, Vol. VII No.1