Tidak Punya Anak, Bukan Berarti Tidak Bahagia: Fenomena Childfree dan Stigma Sosialnya

Tidak Punya Anak, Bukan Berarti Tidak Bahagia: Fenomena Childfree dan Stigma Sosialnya

DEPOKPOS – Di tengah perkembangan zaman dan pergeseran nilai-nilai sosial, pilihan untuk menjalani hidup tanpa memiliki anak atau dikenal dengan istilah childfree semakin banyak diambil oleh individu maupun pasangan muda. Meski demikian, di banyak masyarakat, terutama di Indonesia, pilihan ini masih sering dipandang sebelah mata dan menimbulkan stigma sosial. “Nanti tua siapa yang rawat?”, “Egois banget, nggak mau punya anak?”, atau “Nggak takut menyesal?” adalah sebagian dari komentar yang kerap dilontarkan.

Fenomena childfree sebenarnya bukan sekadar tren, melainkan keputusan sadar yang dilandasi berbagai pertimbangan rasional. Mulai dari pertimbangan finansial, kondisi lingkungan, beban mental, hingga kesadaran akan tanggung jawab besar dalam membesarkan anak. Namun, sayangnya keputusan ini masih kerap dianggap bertentangan dengan norma sosial dan budaya yang menjunjung tinggi peran sebagai orang tua sebagai tolok ukur keberhasilan hidup.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  Haruskah Tunggu Banjir Baru Peduli Sampah?

Pada kenyataannya, tidak semua orang memiliki keinginan atau kemampuan untuk menjadi orang tua. Memaksakan seseorang memiliki anak hanya demi memenuhi ekspektasi sosial bisa berdampak buruk, baik bagi orang tua maupun anak itu sendiri. Setiap individu memiliki jalan hidup yang berbeda, dan kebahagiaan bukan hanya datang dari peran sebagai orang tua.

BACA JUGA:  Generasi Z dan Media Sosial : Beban Mental di Era Digital

Stigma sosial terhadap mereka yang memilih childfree juga bisa berdampak pada kesehatan mental. Tekanan dari keluarga, lingkungan, hingga media sosial yang terus mempromosikan gambaran keluarga ideal sering kali membuat individu merasa bersalah atas keputusan pribadinya. Padahal, kebebasan memilih jalur hidup seharusnya menjadi bagian dari hak asasi manusia.

Fenomena ini perlu dilihat dengan lebih terbuka. Generasi muda perlu diberi ruang untuk memilih hidup yang paling sesuai dengan nilai dan kondisi pribadinya. Masyarakat juga perlu menyadari bahwa keberhasilan tidak hanya diukur dari peran sebagai orang tua, tetapi dari bagaimana seseorang hidup secara sadar, bertanggung jawab, dan bahagia dengan pilihannya.

BACA JUGA:  AI, Sahabat atau Ancaman? Perspektif Mahasiswa di Era Teknologi

Childfree bukan berarti tidak peduli, tidak punya kasih sayang, atau tidak bertanggung jawab. Ini adalah bentuk pilihan hidup yang sah dan valid. Sudah saatnya masyarakat berhenti memberikan label negatif dan mulai menerima bahwa setiap orang berhak mendefinisikan kebahagiaannya sendiri.

Azzahra Nabila Putri
Mahasiswi Universitas Pamulang
Prodi S1 Akuntansi

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui email [email protected]

Pos terkait