Pentingnya Agama dalam Perkembangan Anak

Pentingnya Agama dalam Perkembangan Anak

DEPOKPOS – Dari perspektif pendidikan, terdapat tiga lembaga kunci yang memiliki dampak signifikan pada perkembangan kepribadian anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Ketiga lembaga ini dikenal sebagai Tripusat Pendidikan. GBHN (Tap. MPR No. IV/MPR/1978) menegaskan bahwa “pendidikan berlangsung sepanjang hidup dan dilaksanakan di lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat”. Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah (Daradjat, 1993).

Lembaga keluarga merupakan tempat pertama di mana seorang anak menerima pendidikan dan bimbingan. Meskipun diakui bahwa sekolah memiliki fokus khusus pada kegiatan pendidikan, namun penting untuk diingat bahwa sekolah tidak dimulai dari “ruang hampa”. Proses penerimaan anak di sekolah terjadi setelah melalui berbagai pengalaman, sikap, serta penerimaan berbagai pola tingkah laku dan keterampilan dari lingkungan keluarga. Terdapat suatu kenyataan yang tak dapat disangkal bahwa pembangunan di berbagai bidang memberikan manfaat yang semakin dirasakan oleh semua kalangan. Revolusi informasi telah mengubah dunia menjadi lebih kecil dan lebih terhubung secara global, sementara privasi tampaknya semakin berkurang. Berkat revolusi informasi tersebut, saat ini banyak orang membicarakan tentang globalisasi dunia dengan modernitas sebagai ciri utamanya. Dengan kemajuan teknologi informasi, hampir semua peristiwa di seluruh dunia dapat diketahui dengan cepat, dan ketergantungan antar bangsa semakin meningkat (Haris & Auliya, 2019).

Bacaan Lainnya

Perkembangan tersebut melibatkan kemajuan ilmu pengetahuan yang, selain membawa kebahagiaan, juga menimbulkan tantangan etis dan kebijakan baru bagi umat manusia. Dampak samping ini ternyata memiliki konsekuensi sosiologis, psikologis, dan bahkan teologis. Selain itu, perubahan yang terjadi juga berpengaruh pada nilai-nilai yang telah lama dianut oleh manusia, mengakibatkan terjadinya krisis nilai. Nilai-nilai kemasyarakatan yang sebelumnya dianggap sebagai penentu dalam berbagai aktivitas kehidupan, kini kehilangan relevansinya (Harahap, 1999).

Untuk menghadapi fenomena global seperti ini, penting untuk melakukan penanaman nilai-nilai keagamaan secara dini dalam jiwa anak. Dalam konteks pembangunan, keluarga tetap diharapkan sebagai lembaga sosial dasar yang memainkan peran penting dalam menciptakan kualitas manusia dan sebagai landasan untuk membentuk individu yang berakhlak mulia. Pranata keluarga menjadi titik awal dan modal awal dalam perjalanan hidup mereka (Syamsuddin, M., 1993).

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, fokus utama dalam tulisan ini adalah “Pentingnya Agama Dalam Perkembangan Anak.” Selanjutnya, permasalahan tersebut diformulasikan sebagai panduan pembahasan berikut: Mengapa menerapkan pendidikan agama pada anak di keluarga begitu penting? Apa implikasi dari penerapan pendidikan agama di keluarga terhadap pembentukan kepribadian anak?

Adapun metode artikel ini adalah kajian pustaka atau studi kepustakaan yaitu berisi teori teori yang relevan dengan masalah–masalah. Adapun masalah pada artikel ini adalah untuk mengetahui “Pentingnya Agama Dalam Perkembangan Anak.” Pada bagian ini dilakukan pengkajian mengenai konsep dan teori yang digunakan berdasarkan literatur yang tersedia, terutama dari artikel-artikel yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal ilmiah. Studi kepustakaan berperan dalam membangun kerangka konsep atau teori sebagai landasan utama dalam artikel. Kegiatan studi literatur, atau sering disebut studi pustaka, merupakan langkah yang diperlukan dalam berbagai jenis penelitian, terutama dalam konteks penelitian akademis yang bertujuan mengembangkan aspek teoritis dan manfaat praktis. Dengan menggunakan metode ini, penulis dapat secara efisien mengatasi tantangan yang dihadapi dalam penelitian. Beberapa sumber yang digunakan meliputi buku teks, jurnal ilmiah, referensi statistik, hasil-hasil penelitian seperti skripsi, tesis, dan disertasi, serta sumber-sumber lain yang relevan, termasuk internet.

Pendidikan agama merupakan fondasi pendidikan yang perlu disampaikan kepada anak sejak usia dini. Hal ini dikarenakan pada tahap kanak-kanak, kepribadian anak masih sangat dapat dipengaruhi dan anak berada di bawah pengaruh kuat dari lingkungan keluarga. Mengingat pentingnya peran lembaga keluarga, pendidikan agama sebagai dasar pembentukan karakter anak sebaiknya dimulai dari lingkungan rumah oleh orang tua. Inti dari pendidikan agama sebenarnya adalah menanamkan iman dalam jiwa anak, dan untuk melaksanakan hal ini secara optimal, sebaiknya dilakukan di dalam lingkungan rumah tangga. Harun Nasution menjelaskan bahwa pendidikan agama, dalam konteks pendidikan dasar dan konsep Islam, dapat diartikan sebagai pendidikan moral. Pembentukan akhlak yang luhur berdasarkan agama menjadi tanggung jawab awal orang tua di lingkungan rumah tangga. Di sini, perlu dimulai pembinaan terhadap kebiasaan-kebiasaan positif dalam diri anak, dan lingkungan rumah tangga menjadi tempat yang efektif untuk membina pendidikan ini, mengingat anak pada usia muda lebih sering berada di dalam lingkungan keluarga daripada di luar (Haris & Auliya, 2019).

Dari perspektif manfaat, pendidikan agama di lingkungan keluarga memiliki fungsi sebagai berikut:

Pertama, nilai-nilai ditanamkan dengan makna pandangan hidup yang kemudian akan membentuk perkembangan jasmani dan akal anak. Kedua, pembentukan sikap yang menjadi dasar untuk menghargai guru dan pengetahuan di lingkungan sekolah. Meskipun pendidikan agama yang diberikan di rumah mungkin sederhana, namun hal tersebut akan memberikan nilai-nilai yang membantu anak dalam memahami teori-teori pengetahuan yang akan diterimanya di sekolah. Ini adalah tujuan atau manfaat utama dari pendidikan agama dalam lingkungan rumah tangga. Oleh karena itu, peran pendidikan, terutama pendidikan agama, memiliki peran pokok yang seharusnya dijalankan oleh setiap keluarga terhadap anggota-anggotanya. Meskipun lembaga-lembaga lain dalam masyarakat, seperti lembaga politik dan ekonomi, dapat membantu dalam tindakan pendidikan, namun tidak dapat menggantikan peran tersebut, kecuali dalam situasi yang luar biasa (Tafsir, 1994).

Oleh karena itu, fungsi pendidikan, khususnya pendidikan agama, memiliki peran sentral yang seharusnya dilaksanakan oleh setiap keluarga terhadap anggota-anggotanya. Lembaga-lembaga lain di dalam masyarakat, seperti lembaga politik, ekonomi, dan sebagainya, tidak mampu mengambil alih atau menggantikan fungsi tersebut. Meskipun lembaga-lembaga lain dapat memberikan bantuan dalam aspek pendidikan keluarga, namun tidak berarti dapat menggantikannya, kecuali dalam situasi-situasi yang sangat luar biasa (Langgulung, 1995).

Isu mengenai kenakalan remaja, yang kerap menjadi topik pembicaraan dan diskusi di berbagai kalangan, merupakan salah satu hasil dari salah pengertian terhadap konsep modernitas. Kumpulan remaja yang menyebabkan gangguan bagi orang-orang di sekitarnya, seperti konsumsi minuman beralkohol, penggunaan obat-obatan terlarang, aktivitas seksual yang tidak aman, dan berbagai bentuk tindak kriminal lainnya, sebagian besar dapat dikaitkan dengan kesalahan interpretasi terhadap konsep tersebut. Selain itu, egoisme pribadi yang menghasilkan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain menjadi ciri zaman yang semakin canggih. Pendidikan agama yang diterima anak dari lingkungan keluarga memberikan kemampuan untuk membimbing mereka melalui arus perkembangan yang begitu cepat. Keluarga Muslim, dengan tanggung jawab besar dalam mendidik generasinya, memiliki peran penting dalam mencegah perilaku menyimpang. Oleh karena itu, perbaikan dalam pola pendidikan anak di keluarga menjadi suatu keharusan dan membutuhkan perhatian serius.

Dalam kaitannya dengan pendidikan dan perkembangan anak dalam keluarga, dapat memberikan implikasi-implikasi sebagai berikut:

Anak memiliki pengetahuan dasar-dasar keagamaan

Fakta membuktikan bahwa anak-anak yang dari kecil sudah terbiasa dengan aspek kehidupan keagamaan di lingkungan keluarga cenderung memberikan dampak positif pada perkembangan kepribadian mereka di tahap-tahap berikutnya. Oleh karena itu, sejak usia dini, anak seharusnya diajak berpartisipasi dalam praktik ibadah di rumah seperti berjamaah salat bersama orang tua atau mengunjungi masjid untuk menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah, atau mengikuti kegiatan keagamaan lainnya. Hal ini memiliki signifikansi karena anak yang tidak familiar dengan pengetahuan dan praktik keagamaan di keluarganya kemungkinan besar akan kurang peduli terhadap aspek kehidupan keagamaan ketika dewasa. Pengetahuan agama dan dimensi spiritual termasuk dalam ranah pendidikan yang wajib mendapatkan perhatian sepenuhnya dari keluarga terhadap anak-anaknya.

Pengetahuan agama memiliki nilai penting dalam membangkitkan kekuatan dan kesiapan spiritual yang bersifat naluriah pada anak melalui bimbingan agama dan penerapan ajaran-ajaran agama yang disesuaikan dengan tingkat usia mereka. Hal ini membantu membentuk dasar pengetahuan agama yang berimplikasi pada kesadaran anak untuk mengamalkan ajaran agama dengan benar. Di rumah, orang tua memainkan peran penting dalam mengajarkan dan menanamkan dasar-dasar keagamaan pada anak-anak, termasuk aspek-aspek kehidupan berbangsa, berprilaku yang baik, dan interaksi sosial lainnya. Dengan demikian, sejak usia dini, anak-anak dapat merasakan kepentingan nilai-nilai keagamaan dalam membentuk kepribadian mereka. Latihan-latihan keagamaan sebaiknya diarahkan sedemikian rupa sehingga memupuk perasaan aman dan membentuk rasa iman serta takwa kepada Sang Pencipta.

Keluarga berperan sebagai lingkungan sosialisasi yang memiliki peran signifikan dalam proses pembentukan kepribadian individu, baik sebagai individu, makhluk sosial, makhluk beretika, maupun makhluk beragama. Apabila seorang anak memiliki pengalaman atau sering melihat praktik keagamaan yang baik, teratur, dan disiplin di lingkungan keluarganya, maka kemungkinan besar anak tersebut akan merasa senang untuk meniru dan menjadikan kebiasaan tersebut sebagai bagian dari rutinitas hidupnya. Hal ini akan membantu membentuk anak sebagai individu yang taat beragama. Dengan kata lain, agama tidak hanya dipahami dan diketahui, tetapi juga dihayati dan diamalkan secara konsisten (Haris & Auliya, 2019).

Anak memiliki pengetahuan dasar akhlak

Keluarga memiliki peran utama dalam menanamkan dasar-dasar moral kepada anak, yang umumnya tercermin melalui sikap dan perilaku orang tua sebagai contoh yang bisa diikuti oleh anak. Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa perasaan cinta, persatuan, dan elemen-elemen jiwa lainnya, yang sangat bermanfaat untuk proses pendidikan, terutama dalam pendidikan karakter, dapat ditemukan dalam kehidupan keluarga yang memiliki sifat kuat dan tulus, sehingga pusat-pusat pendidikan lainnya tidak dapat menandinginya. Dengan jelas, dapat disimpulkan bahwa perilaku, tindakan, dan komunikasi yang diperlihatkan oleh orang tua akan menjadi contoh yang ditiru oleh anak. Dengan adanya contoh ini, muncul gejala identifikasi positif, yaitu anak meniru dan menyama-ratakan dirinya dengan orang yang menjadi teladan. Perlu diingat bahwa salah satu tugas utama keluarga dalam mendidik anak adalah meletakkan dasar bagi pembentukan moral dan pandangan hidup beragama. Sifat dan kebiasaan anak sebagian besar dipengaruhi oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya.

Keluarga merupakan lembaga pendidikan di mana anak-anak belajar. Dari situ, mereka memperoleh pengetahuan mengenai sifat-sifat luhur seperti kesetiaan, kasih sayang, ghirah (kecemburuan positif), dan lain sebagainya. Dalam kehidupan keluarga, seorang ayah atau suami mengembangkan sifat keberanian dan ketekunan dalam usaha melindungi dan membuat anggota keluarga bahagia, baik selama hidup maupun setelah meninggal. Keluarga dianggap sebagai unit terkecil yang mendukung dan menciptakan lahirnya bangsa dan masyarakat.

Dasar-dasar perilaku anak tertanam sejak dini dalam lingkungan keluarga, mencakup sikap hidup dan kebiasaan. Meskipun terdapat pengaruh dari luar, pengaruh keluarga tetap memiliki dampak besar pada anak karena sebagian besar waktu hidupnya dihabiskan di dalam keluarga. Oleh karena itu, lingkungan keluarga bertanggung jawab atas perilaku, pembentukan karakter, serta kesehatan jasmani dan rohani (mental) anak. Dengan demikian, implementasi pendidikan keluarga, khususnya pendidikan akhlak, perlu ditanamkan sejak dini melalui pembiasaan-pembiasaan dan contoh yang diberikan oleh keluarga, terutama oleh kedua orang tua. Hal ini akan memberikan anak-anak pengetahuan mengenai dasar-dasar akhlak (H. Tahang, 2010).

Anak memiliki pengetahuan dasar sosial anak

Anak merupakan generasi penerus yang di masa depannya akan memainkan peran sebagai anggota masyarakat secara mandiri. Oleh karena itu, penting bagi seorang anak untuk memulai belajar hidup dalam masyarakat sejak kecil, agar kelak dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu yang mampu menjalankan perannya dalam berbagai fungsi sosial. Orang tua perlu menyadari bahwa mereka adalah bagian kecil dari struktur masyarakat, dan sejak awal, orang tua harus mempersiapkan anak mereka untuk berinteraksi sosial, di mana proses saling mempengaruhi satu sama lain dapat terjadi.

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang diperkenalkan kepada anak, atau dengan kata lain, anak mengenal kehidupan sosial pertamanya di dalam lingkungan keluarga. Interaksi antara anggota keluarga mengakibatkan anak menyadari perannya sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai individu, anak harus memenuhi kebutuhan hidupnya untuk kelangsungan hidup di dunia ini. Sementara sebagai makhluk sosial, anak belajar beradaptasi dengan kehidupan bersama, termasuk saling tolong-menolong dan memahami adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, perkembangan seorang anak dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh kondisi keluarga dan pengalaman yang dimiliki oleh orang tua, sehingga kita akan melihat perbedaan dalam perkembangan anak-anak yang satu dengan yang lainnya di dalam kehidupan masyarakat.

Penting untuk diketahui bahwa lingkungan keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan perasaan sosial yang pertama kali muncul. Sebagai contoh, rasa simpati, yang merupakan usaha untuk berempati dengan perasaan orang lain, mulai tumbuh pada anak-anak ketika mereka merasa simpati terhadap orang dewasa dan orang yang merawat mereka. Dari rasa simpati ini, muncul rasa cinta terhadap orang tua dan saudara-saudaranya. Selain itu, perasaan simpati ini menjadi dasar bagi perkembangan rasa cinta terhadap sesama manusia. Lingkungan keluarga juga dapat memberikan tanda-tanda tertentu mengenai peradaban kepada semua anggotanya, seperti dalam cara berbicara, berpakaian, dan bergaul dengan orang lain, yang pertama kali dikenal dalam lingkungan keluarga.

Lingkungan keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan perasaan sosial anak. Sebagai hasil dari pengalaman sosialnya, anak yang sedang tumbuh akan memperoleh banyak pengetahuan tentang dunia dan bagaimana dunia ini beroperasi. Anak juga akan mengembangkan nilai-nilai tentang bagaimana berinteraksi dengan dunia tersebut. Pendidikan informal mencakup semua pengajaran dan pembelajaran yang dialami manusia sepanjang hidupnya. Dengan demikian, terlihat betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap anak. Bagi anak, keluarga bukan hanya tempat di mana ia menjadi dirinya sendiri, tetapi juga tempat untuk belajar dan mengembangkan fungsi sosialnya. Selain itu, keluarga adalah lingkungan belajar di mana anak memperoleh sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai manifestasi dari kehidupan yang paling tinggi (Haris & Auliya, 2019).

Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga memainkan peran krusial dalam membentuk perkembangan anak, terutama dalam aspek sosial dan nilai-nilai moral. Lingkungan keluarga menjadi tempat utama di mana anak-anak memulai pembelajaran mengenai perasaan sosial, seperti simpati dan cinta terhadap sesama. Selain itu, keluarga juga memberikan tanda-tanda peradaban kepada anggotanya melalui interaksi sehari-hari, termasuk cara berbicara, berpakaian, dan bergaul.

Pentingnya lingkungan keluarga terlihat dalam pembentukan karakter anak, di mana nilai-nilai dan sikap yang ditanamkan sejak dini akan membawa dampak besar pada perkembangan sosial dan moral mereka. Tanggung jawab orang tua sebagai lapisan mikro dari masyarakat sangat besar, karena mereka berperan dalam menyediakan landasan untuk pendidikan anak dalam hal perilaku, watak, dan interaksi sosial.

Dalam konteks ini, keluarga bukan hanya sebagai tempat di mana anak menjadi individu, melainkan juga sebagai lingkungan pembelajaran yang membantu anak mengembangkan dan membentuk diri serta fungsi sosialnya. Oleh karena itu, pendidikan informal yang diterima anak di dalam keluarga memiliki dampak signifikan pada pandangan hidup, nilai-nilai, dan interaksi mereka dengan dunia sekitar. Kesimpulan ini menegaskan bahwa peran keluarga dalam pendidikan anak tidak dapat diabaikan, dan pembinaan nilai-nilai kehidupan, khususnya nilai-nilai agama, menjadi penting dalam membentuk kepribadian anak yang seimbang secara moral dan sosial.

Isnaini Hafizhah
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyaah Prof. Dr. Hamka

Pos terkait