DEPOKPOS – Dalam rangka menggali pengalaman terkait kemampuan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) beradaptasi saat pandemi Covid-19, tim pengabdian masyarakat (pengmas) Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mengadakan focus group discussion (FGD) dan berbagi ilmu dengan pelaku UMKM di Perkampungan Budaya Betawi, Setu Babakan, Jakarta Selatan. Hal ini dilakukan untuk mengukur tingkat ketahanan UMKM dalam menghadapi risiko-risiko usaha akibat faktor eksternal yang makin sulit terprediksi dan hasil FGD tersebut digunakan untuk menyusun policy brief bagi dinas kebudayaan dan UMKM terkait.
Tim pengmas SKSG UI yang diketuai oleh Dr. Palupi Lindiasari Samputra ini diikuti empat jenis bidang usaha kuliner khas Betawi, di antaranya usaha Bir Pletok, Kembang Goyang, Selendang Mayang, dan Ondel-ondel. Produk-produk tersebut bukan sekedar produk komoditas yang diperjualbelikan, namun memiliki arti penting yang sarat nilai dan budaya Betawi. Menurut Dra. Agnes Sri Poerbasari, M.Si., yang merupakan salah seorang anggota tim pengmas mengatakan bahwa di tengah iklim usaha yang bersaing sangat ketat dibutuhkan upaya UMKM dalam berinovasi dengan memanfaatkan teknologi.
Untuk mendorong usaha sekaligus melestarikan budaya betawi, Dr. Syaiful Amri sebagai fasilitator sekaligus ahli budaya betawi dalam FGD ini menjelaskan pemerintah DKI Jakarta telah menerbitkan PP No. 11 Tahun 2017 tentang ikon budaya betawi. Dua di antaranya ondel-ondel dan bir pletok termasuk dalam delapan ikon budaya betawi. Ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melestarikan budaya betawi sekaligus upaya mendorong kesejahteraan masyarakat betawi.
Dalam kegiatan yang dilaksanakan pada Rabu (21/6) ini, para pelaku usaha menyampaikan bahwa masa pandemi berdampak langsung dan signifikan pada pendapatan usaha. Terutama pada usaha kuliner yang paling terdampak karena lebih mengandalkan tatap muka langsung dengan pelanggan. Kehadiran sosial media maupun e-commerce pun kurang berdampak bagi pendapatan usaha. Sehingga, kebutuhan mendesak yang mereka hadapi saat pandemi adalah bantuan dari komunitas maupun pemerintah dalam menjamin kehidupan sehari-hari mereka dalam jangka pendek.
Dr. Palupi mengatakan, jika pemerintah berkomitmen menerapkan prinsip ekonomi Pancasila, maka prinsip usaha gotong-royong dapat diterapkan bagi pelaku usaha, yang tidak sekadar dilakukan pada kondisi krisis, melainkan juga kondisi normal. Selain itu, UMKM juga perlu diberi edukasi bahwa usaha berprinsip kekeluargaan dapat menguatkan ketahanan usaha mereka, baik dalam menghadapi kondisi buruk maupun bagi kelangsungan usaha jangka panjang. Sehingga kunci utama ekonomi Pancasila ada pada daya gotong-royong antar sesama pelaku usaha, baik sesama pelaku usaha kecil, maupun dengan usaha besar.
Direktur SKSG UI, Athor Subroto, S.E., M.M., M.Sc., Ph.D., mengatakan, “Kegiatan ini mendorong keterlibatan dosen untuk mengenalkan ilmu ketahanan usaha sebagai paradigma baru bagi kebijakan usaha mikro dan kecil berbasis pelestarian budaya lokal yang bermanfaat bagi instansi terkait.”