Dua Kali Sekjen Nasdem Tersangka Korupsi

Oleh: Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

PENETAPAN Tersangka Jhonny G. Plate tidak bisa ditarik serampangan sebagai dampak politik dari ketegangan politik antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Partai Nasdem. Apalagi dianggap adanya intervensi Penguasa terhadap lembaga hukum. Bahkan, menggunakan bahasa anak muda sekarang, terlalu receh, jika hanya terkait kekecewaan Jokowi disebabkan Nasdem mengusung Anies Baswedan.

Bacaan Lainnya

Presiden Jokowi telah menyatakan, ia akan menghormati proses hukum yang berlaku dalam pengusutan kasus korupsi tower Base Transceiver Station (BTS) Bakti Kominfo 1, 2, 3, 4, 5, yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Pernyataan Jokowi adalah “kita harus hormati semua proses hukum.” Ia melanjutkan, “hormati semua proses hukum kepada siapapun.” Pernyataan Jokowi ini menunjukkan hal yang tepat dilakukan oleh Presiden, agar kasus hukum ini tidak dianggap adanya resistensi antara Jokowi dan Nasdem, apalagi intervensi penguasa politik kepada hukum. Ini sebuah proses hukum, kita harus menghormati prosedur dan proses hukum.

BACA JUGA:  Euforia Konser Coldplay di Masyarakat +62

Korupsi Dilakukan Sekjen Nasdem, Hal Biasa

Status Jhonny G. Plate dari saksi sebagai tersangka dilakukan oleh Kejagung diyakini tidaklah serampangan. Ini dilakukan setelah pemeriksaan terus menerus dan telah terdapat cukup bukti bahwa yang bersangkutan diduga terlibat di dalam peristiwa tindak pidana korupsi BTS 4G. Bahkan, juga sudah diketahui kerugian negara diperkirakan sebesar Rp8 Triliun, kerugian ini telah disampaikan oleh Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) setelah audit bukti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

BACA JUGA:  Euforia Konser Coldplay di Masyarakat +62

Ini menunjukkan adalah sebuah proses hukum yang telah lama dijalani oleh Kejagung. Diyakini Kejagung amat berhati-hati, maka saat ini dapat dianggap wajar penetapan saksi menjadi tersangka, dapat dianggap saat ini telah sesuai hukum juga keharusan hukum. Kasus ini memang beririsan dengan politisi jadi akan selalu dianggap bernuansa politisasi, apalagi terhadap Sekjen Partai, juga di tahun politik pula. Namun terlalu dini jika menuduh ini adalah intervensi politik terhadap hukum, sebab diyakini kasus ini sudah diselidiki dan disidik dengan cermat karena beririsan dengan kemungkinan tudingan politisasi, sehingga keliru sedikit saja maka akan dianggap politisasi hukum di tahun politik.

Pos terkait