Oleh: Fatiyah Danaa Hidaayah, Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
Kebahagiaan manusia hanya diukur oleh materi sehingga melahirkan gaya hidup materialistik dan paham hedonisme. Menyebabkan manusia mengalami ketidakpuasan yang never ending, karena berpacu pada prinsip harus terus mengikuti tren kalau tidak dicap tidak gaul. Hal tersebut memunculkan ketakutan yang biasa disebut dengan FOMO, fear of missing out.
Itu semua hasil dari sistem kapitalisme yang berasas sekuler menyebabkan masyarakat jauh dari agama. Dari sistem kapitalislah suburkan fenomena-fenomena flexing dan thrifting. Kedua fenomena ini kalau diperhatikan sangat terlihat jelas, terutama di kalangan remaja.
Dengan dipicunya dari apa-apa yang mereka lihat di media sosial, remaja-remaja relatif memiliki gaya hidup hedonisme. Ingin terus mengikuti tren dan memperlihatkannya ke dunia maya atau biasa disebut dengan flexing dengan posting #ootd di feed instagram, update story tentang lifestyle mereka yang high class, bahkan kekayaan mereka diumbar-umbarkan.
Kemudian muncul budaya thrifting, karena virus FOMO ini sudah menyebar ke seluruh kalangan masyarakat. Bahkan mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi, membela-belakan diri mengeluarkan banyak uang untuk thrifting demi memenuhi lifestyle mereka.
Dengan tren yang tidak ada habisnya, beauty standard yang terus berubah, fashion trend yang terus berganti, sudah tidak mengagetkan kalau pola pikir masyarakat dan remaja sekarang ingin menggapai dunia sebanyak-banyaknya. Padahal itulah kebahagiaan yang semu, bukan yang sebenarnya.
Tentu diperbolehkan dalam Islam menggapai kebahagiaan dunia, tetapi kebahagiaan itu harus dapat mengantarnya ke akhirat. Kalau kata Ustadz Felix Siauw, dunia ini hanya singgahan saja. Ibarat kos-kosan kita pasti tahu kos ini hanya tempat kita sementara. Kita tidak akan mengisi kos itu dengan berbagai macam perabot peralatan dapur yang lengkap, dan pernak-pernik lainnya. Karena, pada akhirnya pasti akan pulang ke rumah yang sebenarnya. Dan kos-kosan itu akan kita tinggalkan. Sama seperti dunia, berupa kos-kosan. Tidak perlu diisi dengan materialisme, hedonisme, karena pada akhirnya semua itu tidak akan bisa membawa kita kepada akhirat.