Bahaya Insomnia pada Remaja

DEPOKPOS – Sebagian besar kasus insomnia di kalanga nremaja terkait dengan gangguan tidur, depresi, kecemasan, kurangnya olahraga, penyakit yang kronis, atau minum obat-obatan tertentu. Gejala ini mungkin termasuk kesulitan tidur atau tetap tidur dan istirahat. Perawatan yang tepat untuk insomnia terdiri dari memperbaiki kebiasaan tidur, terapi perilaku, dan mengidentifikasi serta mengobati penyebab yang mendasarinya.

Obat tidur juga dapat digunakan jika di sarankan oleh dokter, tetapi efek sampingnya harus dipantau: insomnia yang terus-menerus dan tidur nyenyak. Sebagian besar kasus insomnia terkait dengan gangguan tidur, depresi, kecemasan, kurang olahraga, penyakit kronis, atau obat-obatan tertentu. Gejala mungkin termasuk kesulitan tidur atau tetap tidur dan istirahat.

Bacaan Lainnya
BACA JUGA:  Manfaat Beras Organik pada Tingkat Konsumsi Baru Masyarakat

Usia dan jenis kelamin merupakan faktor risiko yang paling jelas teridentifikasi, dengan prevalensi yang meningkat pada wanita dan lansia. Alasan peningkatan insomnia pada lansia tidak jelas, namun pada wanita prevalensi insomnia lebih tinggi pada awal menstruasi dan menopause. Penyakit medis, gangguan mental, kerja malam atau pergantian shift merupakan faktor risiko yang sangat penting. Penyakit kronis merupakan faktor risiko utama insomnia, dan diperkirakan kebanyakan orang dengan gejala insomnia (sekitar 75-90%) berisiko lebih tinggi mengalami gangguan medis abnormal.

BACA JUGA:  Kedelai Mampu Kurangi Risiko Kanker Payudara

Waktu tidur remaja memiliki ciri khusus yaitu mengalami perubahan hormonal dan perubahan ritme sirkadian. Ritme sirkadian ini merupakan ritme yang mengatur kapan seseorang harus tidur dan kapan harus bangun berdasarkan kondisi pencahayaan. Aktivitas yang sering dan kompleks juga menjadi penyebab remaja rentan mengalami gangguan tidur seperti insomnia. Faktor penyebab insomnia pada remaja adalah pola tidur yang buruk, penggunaan media elektronik ( Televisi , Gadget, dll), migrain, nyeri, gangguan mental, depresi, kafein, nikotin dan rokok.

Ada berbagai jenis insomnia seperti insomnia kronis, insomnia jangka pendek dan gangguan tidur lainnya. Menurut International Classification of Sleep Disorders, insomnia memiliki beberapa subtipe, seperti insomnia idiopatik, insomnia psikofisiologis, insomnia paradoks, kesehatan tidur yang tidak memadai, dan insomnia massa rendah biasa. Salah satu responden dalam penelitian ini menderita insomnia sejak masa kanak-kanak, dan mungkin insomnia ini merupakan subtipe dari insomnia biasa pada masa kanak-kanak yang mulai menghilang seiring berjalannya waktu dan muncul kembali di masa remaja. Insomnia pada anak dapat dipengaruhi oleh rangsangan tertentu, objek, seting lingkungan dan gangguan tertentu yang berpengaruh signifikan terhadap keterlambatan tidur.

Pos terkait