Opini  

Sewa Rahim: Hak Reproduksi dan Kontroversi

Kegiatan komersial terhadap jasa sewa rahim menjadi permasalahan besar yang dapat terjadi. Apabila sewa rahim ini telah masuk kedalam bentuk komersil, kemudian menjadi ladang untuk mencari keuntungan maka dapat menyebabkan polemik yang besar jika tidak disertai peraturan yang jelas. Praktik sewa rahim dapat terjadi secara diam-diam dan memberikan kerentanan bagi pihak yang melakukan perjanjian ini.

Pembelajaran dari Hulu

Kemajuan teknologi memberikan harapan bagi pasangan yang hendak memiliki anak namun mengalami keterbatasan. Munculah teknologi bayi tabung, yang saat ini konsep sewa rahim dianggap sebagai turunan dari bayi tabung.

BACA JUGA:  Bimwin, Bukan Solusi Stunting dan Kemiskinan

Perjalanan panjang dengan kontroversi menghiasi perjalanan bayi tabung, setelah tinjauan yang panjang MUI akhirnya mengeluarkan fatwa bahwa bayi tabung diperbolehkan dengan syarat ditanam pada rahim ibu yang memiliki ovum tersebut.

Sewa rahim yang merupakan turunan dari bayi tabung masih menghadapi perbedaan pendapat antara diperbolehkan atau tidaknya, penyebab perbedaan antara sewa rahim dengan bayi tabung ialah pada rahim tempat bayi akan ditanam, pada bayi tabung rahim yang digunakan adalah rahim ibu pemilik ovum, sedangkan pada sewa rahim ovum ditanam pada rahim orang yang berbeda dengan pemilik ovum.

BACA JUGA:  Kemacetan Mudik Lebih Horor dari Film Horor

Pelaksanaan bayi tabung kini telah diatur oleh undang-undang terkait kebolehannya yakni pada Pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.

Kesimpulan

Dilema sewa rahim, antara memberikan hak terhadap reproduksi hingga ketakutan kesalah gunaan menjadi ladang komersil. Ketegasan dan kejelasan peraturan dibutuhkan dalam menghadapi persoalan sewa rahim, seperti pendahulunya yaitu praktik bayi tabung yang telah menemukan cahaya jalan keluarnya.

Praktik ini bukanlah hal yang tidak mungkin dapat terjadi secara massive, bagaimana Indonesia akan mengaturnya dan menaruh perhatian lebih besar terhadap fenomena ini. Apabila praktik ini dilarang, maka perundangan haruslah jelas dalam mengatur hal ini. Apabila diperbolehkan maka syarat dalam melakukan sewa rahim harus ketat dengan berdasarkan pada budaya masyarakat setempat dan hukum yang berlaku.