Adanya Covid-19 yang berawal dari laporan oleh Komisi kesehatan Republik Wuhan pada bulan Desember 2019. Musibah dalam bentuk merebaknya COVID-19 keseantero dunia, telah menelan korban lebih kurang dua juta kasus. Dari laporan dua 210 negara di dunia tercatat bahwa seratus sembilan puluh lima ribu tujuh ratus lima puluh lima orang meninggal dunia dan tujuh ratus delapan puluh satu ribu seratus sembilan orang dinyatakan sembuh. (Pan, 2020)
COVID-19 yaitu penyakit menular dan mematikan yang dapat menyerang siapa saja bahkan sudah meyerang secara menyeluruh dan global. Virus ini dapat menular melalui kontak langsung dalam jarak dekat dengan pengidap COVID-19 melalui cairan pernafasan yang keluar dari tubuh penderita saat batuk atau mengeluarkan ludah. Oleh karena itu, seluruh negara di dunia sedang sangat gencar melakukan kegiatan social distancing termasuk negara kita sendiri yaitu Indonesia yang dimana warga diminta untuk selalu menjaga jarak 1-2 meter saat berinteraksi dengan masyarakat sekitar untuk menghindari penyebaran COVID-19. Akibatnya perusahaan-perusahaan, sekolah atau universitas dan instansi lainnya diberhentikan kegiatan operasionalnya dan diganti dengan kegiatan work from home.
Dampak negatif pandemi ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, tidak hanya karena sifat virus yang menular, tetapi juga karena mobilitas penduduk dunia dan global value chains yang memang memiliki tingkat konektifitas yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, krisis pandemik COVID-19 yang terjadi saat ini mau tidak mau memberikan dampak terhadap berbagai sektor terutama sektor ekonomi yang berakibat pada melemahnya perekonomian. Beberapa lembaga riset kredibel dunia memprediksi dampak buruk penyebaran wabah ini terhadap ekonomi global.
JP Morgan memprediksi ekonomi dunia minus 1,1% di 2020, EIU memprediksi minus 2,2%, Fitch memprediksi minus 1,9%, dan IMF memprediksi ekonomi dunia minus 3% di 2020. Untuk Indonesia sendiri, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, memprediksi pertumbuhan ekonomi dalam skenario terburuk mencapai minus 0,4%. Menurut Bank Dunia, dampak ekonomi dari Covid-19 ini akan menghentikan usaha hampir 24 juta orang di Asia Timur dan Pasifik. Di bawah skenario terburuknya, Bank Dunia juga memperkirakan hampir 35 juta orang akan tetap dalam kemiskinan. Bahkan, melalui sejumlah skenario dengan mempertimbangkan berbagai garis kemiskinan, Bank Dunia memperkirakan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrim akan meningkat hingga 922 juta di seluruh dunia.
Sebuah angka yang fantastis. Tentunya kemiskinan ini yang sebagai dampak dari adanya COVID-19 juga dirasakan oleh negara kita Indonesia, sedangkan itu kita tahu bahwa kemiskinan di negara kita ini sudah menjadi masalah utama jauh sebelum adanya krisis COVID-19 ini. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) dan data Bank Dunia (World Bank), Indonesia adalah salah satu dari 5 negara Muslim termiskin di dunia. Jika data versi BPS menyebutkan, jumlah orang miskin di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 29,88 juta (11.66 %) dari total penduduk dengan pendapatan Rp 259,520 per kapita per bulan (Badan Pusat Statistik, 2013). Bahkan dengan menggunakan standar kemiskinan Bank Dunia yaitu $2 per 180 Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 21, No. 2, Desember 2013 hari, diperkirakan lebih dari 50% atau 100 juta penduduk Indonesia menyandang status ”miskin”.
Dengan adanya krisis pandemik COVID-19 justru semakin memperparah tingkat kemiskinan di negara kita ini sehingga terus melonjak. Badan Pusat Statistik menyatakan, pada Maret 2020 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 1,63 juta orang dibandingkan periode September 2019. Dengan demkian, jumlah penduduk miskin RI saat ini tercatat sebanyak 26,42 juta orang. “Penduduk miskin naik 1,6 juta terhadap September 2019”, ujar Suhariyanto dalam paparannya, Rabu (15/7/2020).
Melihat kondisi kemiskinan di Indonesia yang semakin meningkat akibat dari pandemi Covid-19, maka untuk mengatasi masalah tersebut kita sudah seharusnya saling membantu karena pada dasarnya manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan, saling ketergantungan, satu individu dengan individu lainnya. Saling membantu hal yang sangat ensensial dalam kehidupan bermasayrakat. Kehidupan dan kesuksesan individu tidak bisa dilepaskan dari individu lain dan kehidupan sosial lainnya Betapapun seseorang memiliki kepandaian, namun hasil-hasil material yang diperolehnya adalah berkat bantuan pihak-pihak lain, baik secara langsung, disadari, maupun tidak. (Makki, 2019).
Di dalam Islam hal ini dilakukan dengan berzakat sebagai bentuk upaya dalam pengentasan kemiskinan yang sedang terjadi saat ini karena instrumen ini sangat efektif jika dilakukan. Menteri Agama mengeluarkan surat edaran Nomor 8 Tahun 2020 tertanggal 9 April 2020 tentang Percepatan Pembayaran dan Pendistribusian Zakat Serta Optimalisasi Wakaf Sebagai Jaring Pengaman Sosial Dalam Kondisi Darurat Kesehatan Covid-19. Adapun MUI menetapkan fatwa Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan harta Zakat, Infak, Sedekah guna Penanggulangan Wabah Covid-19 dan dampak yang ditimbulkannya.
Zakat adalah salah satu pilar penting dalam ajaran Islam. Secara etimologis, zakat memiliki arti kata berkembang (an-namaa), mensucikan (atthaharatu) dan berkah (al-barakatu). Sedangkan secara terminologis, zakat mempunyai arti mengeluarkan sebagian harta dengan persyaratan tertentu untuk diberikan kepada kelompok tertentu (mustahik) dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002).
Dari perspektif sosiologis, bahwa dana zakat akan sangat membantu orang yang menerimanya (mustahik). Zakat akan memperkecil kesenjangan sosial, meminimalisir jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin, serta dengan zakat akan tumbuh nilai kekeluargaan dan persaudaraan.
Pada zaman keemasan Islam, zakat telah berperan besar dalam meningkatkan kesejahteraan umat. Zakat tidak sekedar sebagai sebuah kewajiban, tetapi lebih dari itu, zakat dikelola dengan baik dandidistribusikan secara merata hingga sampai ke tangan yang berhak. Zakat merupakan pondasi agama Islam, selain merupakan kewajiban mutlak bagi seorang muslim, disadari secara penuh juga bahwa zakat merupakan instrumen kunci dalam menumbuhkan dan meningkatkan perekonomian umat, dengan peran besarnya yang mampu menjadi alat distribusi kesejahteraan umat.
Dalam sejarahnya praktek zakat sudah di lakukan sebelum zaman Rasulullah Muhammad SAW, lalu pada masa Rasul Muhammad SAW praktek pengelolaan zakat mendapat bentuk yang lebih baik khususnya ketika zakat yang diwajibkan pada masa-masa Rasul di Madinah, dimana nishab dan besarnya sudah ditentukan, orang yang mengumpulkan dan membagikannya sudah diatur, dan negara bertanggung jawab mengelolakannya. Monzer Kahf (1999) menyatakan, banyak fakta sejarah menunjukkan kemiskinan bisa dihapuskan.
Di masa Umar bin Khattab misalnya, Muadz bin Jabal sebagai Gubernur Yaman ketika itu, mengirimkan total hasil zakatnya ke Madinah, karena tidak lagi bisa membagi zakat di wilayahnya, sebab Yaman ketika itu merupakan provinsi yang mampu mengentaskan kemiskinan. Pengentasan kemiskinan juga terjadi pada dua tahun masa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, dimana saat itu tidak ditemukan orang miskin dalam negaranya.
Umar bin Abdul Aziz dan Harun Al Rasyid merupakan contoh dari pemimpin Islam yang telah berhasil membuktikan betapa efektifnya zakat sebagai instrument dalam memeratakan dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Upaya penggerakan zakat sudah dipraktekkan oleh Pemprov Maluku dengan menyalurkan Zakat Infak Sadaqah tahap II Tahun 2020 dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Provinsi Maluku kepada perwakilan Asnaf atau golongan masyarakat yang berhak menerimanya dan disalurkan langsung oleh Sekretaris Daerah Provinsi Maluku, Kasrul Selang, yang berlangsung di Gedung Ashari Yayasan Al-Fatah, Kota Ambon, Kamis, 17 Desember 2020.
Penyaluran Zakat Infak Sadaqah ini sangat membantu warga di tengah wabah pandemi Covid-19. Pasalnya, total bantuan yang disalurkan senilai Rp370 juta. Bantuan disalurkan kepada 120 fakir miskin. Masing-masing mendapatkan uang tunai Rp1juta. Sementara bantuan untuk Kelompok Pemberdayaan sebanyak 17 orang, masing-masing Rp5 juta.
Bantuan pendidikan berupa beasiswa miskin bagi siswa SMA berprestasi 23 orang dengan masing-masing menerima Rp1 juta. Bantuan beasiswa Program Pasca Sarjana satu orang senilai Rp5 juta. Tak saja itu, bantuan lainnya diberikan bagi asnaf yang tidak mampu membayar hutang sebanyak tiga orang, masing-masing sesuai nilai hutang dan satu bantuan bagi Lembaga Mualaf Centre senilai Rp25 juta. Gubernur Murad Ismail, dalam sambutan tertulisnya yang disampaikan Sekda Maluku Kasrul Selang menjelaskan, zakat memiliki potensi besar dalam membantu perekonomian umat, apalagi di tengah kesulitan yang masih dihadapi masyarakat di era Covid-19 ini.
“Di tengah Pandemi ini, Zakat Infak dan Sadaqah berperan signifikan dalam mengurangi dampak langsung maupun tidak langsung akibat Pandemi Covid-19 ini. Keberadaanya bisa membantu,” ungkap Gubernur.
Menurut dia, Zakat diwajibkan bagi Umat Islam. Hal ini pun jelas, telah ditetapkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 267 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan jangalah kamu memilih yang buruk buruk lalu kamu menafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah maha Kaya lagi Maha terpuji.
“Zakat bukan saja berdimensi pada ibadah saja tetapi juga berdimensi sosial dan ekonomi umat. Dari dimensi sosial dan ekonomi inilah, kajian yang terpenting yang harus dikembangkan secara luas, dimana zakat yang diharapkan mampu mengatasi problem kemiskinan dan kesenjangan sosial,” paparnya.
Ia pun menambahkan, sebagaimana para ahli mengatakan, bahwa potensi zakat di Indonesia masih sangat besar untuk mendorong kesejahteraan masyarakat, dimana sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor dan Baznas menyebutkan bahwa potensi Zakat secara nasional diperkirakan mencapai 217 triliun Rupiah.
Menurut Pusat Budaya dan Bahasa (PBB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2005 menunjukkan bahwa potensi zakat nasional dapat mencapai Rp 19,3 triliun. Demikian pula dengan riset Monzer Kahf yang menyatakan bahwa skenario optimis potensi zakat nasional dapat mencapai angka dua persen dari total PDB. Sehingga potensi zakat per tahunnya tidak kurang dari Rp 100 triliun (Hafidhuddin, Nasar, Kustiawan, Beik, & Hakiem, 2013). Menurut penelitian Firdaus et al (2012) menyebutkan bahwa potensi zakat nasional pada tahun 2011 mencapai angka 3,4% dari total PDB, atau dengan kata lain potensi zakat di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 217 triliun. Jumlah ini meliputi potensi penerimaan zakat dari berbagai area, seperti zakat di rumah tangga, perusahaan swasta, BUMN, serta deposito dan tabungan. Sedangkan menurut BAZNAS, potensi zakat nasional pada tahun 2015 sudah mencapai Rp 286 triliun. Angka ini dihasilkan dengan menggunakan metode ekstrapolasi yang mempertimbangkan pertumbuhan PDB pada tahun-tahun sebelumnya.
Pentingnya zakat dalam pengentasan kemiskinan juga dipaparkan oleh beberapa ahli. Sementara tujuan mendasar ibadah zakat itu adalah untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat merupakan solusi terhadap persosalan-persoalan tersebut dan memberikan bantuan kepada orang miskin tanpa memandang ras, warna kulit, etnis, dan atribut-atribut keduniawian lainnya (al-Qardhawi, 2005). Pramanik (1993 dalam Beik 2009) berpendapat bahwa zakat dapat memainkan peran yang sangat signifikan dalam meredistribusikan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat muslim. Dalam studinya, Pramanik menyatakan bahwa dalam konteks makro ekonomi, zakat dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat memberikan insentif untuk meningkatkan produksi dan investasi.
Patmawati (2006) mencoba menganalisis peran zakat dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pendapatan di negara bagian Selangor, Malaysia. Dengan menggunakan kurva Lorenz dan Koefisien Gini, ia menemukan bahwa kelompok 10 persen terbawah dari masyarakat menikmati 10 persen kekayaan masyarakat karena zakat. Angka ini meningkat dari 0,4 persen ketika transfer zakat tidak terjadi. Sedangkan 10 persen kelompok teratas masyarakat menikmati kekayaan sebesar 32 persen, atau turun dari 35,97 persen pada posisi sebelumnya.
Ini menunjukkan bahwa kesenjangan antar kelompok dapat dikurangi. Ia pun menyimpulkan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah keluarga miskin, mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan di Selangor. Seruan agar kaum muslim menunaikan zakat, baik zakat harta, perdagangan, pertanian, maupun fitrah sudah disampaikan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) maupun PP Muhammadiyah.
Bahkan di tengah cobaan pandemi korona, mereka mengimbau pembayaran zakat dipercepat. ”Saya mengimbau kepada umat Islam agar mengeluarkan zakat dipercepat di awal bulan Ramadan ini, dalam rangka membantu masyarakat yang tidak mampu di tengah-tengah wabah Covid-19 ini,” ujar Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dalam siaran persnya.
PP Muhammadiyah menyerukan kepada kaum muslim memperbanyak zakat, infak, dan sedekah serta memaksimalkan penyalurannya untuk pencegahan dan penanggulangan wabah Covid-19. ‘’Wabah Korona menyebabkan saat ini kelompok mustahiq atau orang yang berhak menerima zakat melonjak tajam. Karena itu, umat Islam pun hendaknya menyalurkan zakat fitrah untuk membantu masyarakat yang membutuhkan,” demikian pernyataan PP Muhammadiyah. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti membenarkan, sedekah atau membayar zakat saat ini sangat penting dilakukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak ekonomi karena wabah Korona.
Kesimpulan
Pandemi COVID-19 membuat negara kita yaitu Indonesia semakin tinggi tingkat kemiskinannya, dalam hal ini zakat sangat berperan dalam mengatasi permasalahan tersebut karena potensi zakat yang besar dan peranannya sangat signifikan bagi pemerataan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Zakat mempunyai fungsi ekonomi dalam mengentaskan kemiskinan bahkan zakat memberikan pengaruh signifikan terhadap ekonomi umat. Dimasa pandemi COVID-19 peranan zakat tentunya sangat dibutuhkan, oleh karena itu berzakat di tengah pandemi COVID-19 menjadi sangatlah penting, dengan begitu kita dapat membantu menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang ada di Indonesia saat ini. [Nuraini/STEI SEBI]