Apa Kabar Perbankan Syariah di Masa Pandemi Covid-19?

Oleh Azmatul Alyaa
Mahasiswa Akuntansi Syariah STEI SEBI, Depok.

Bank Syariah menurut Undang-Undang No.21 tahun 2008 adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Secara umum Bank Syariah merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaraan uang yag beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.

Sedangkan Covid-19 atau disebut Coronavirus Disease 2019 merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru yang cukup serius. Kasus Covid-19 ditemukan pertama kali di Tiongkok tepatnya di Kota Wuhan pada November 2019. Virus ini menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru Dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan status pandemi global Covid-19 pada 11 Maret 2020

Pada saat ini dunia sedang mengalami fenomena luar biasa tak terkecuali negara kita Indonesia, pandemi Covid-19 yang menimpa Indonesia bahkan seluruh negara di dunia ini hampir 10 bulan ini. Wabah ini memberikan dampak ke seluruh aspek, sektor dan sendi kehidupan dan masih menjadi topik hangat untuk diperbincangkan publik. Sebut saja sektor kesehatan, ekonomi, pendidikan, sosial menjadi sektor penting yang terdampak pandemi Covid-19 ini. Isu kesehatan menjadi topik pembahasan yang sering dibicarakan, karena Covid-19 ini memang berkaitan erat dengan sektor kesehatan. Menurut data, pada website resmi Kementrian Kesehatan terdapat 563.680 kasus positif dengan rincian80.023 pasien masih dalam perawatan, 466.178 dinyatakan sembuh, dan 17.479 orang meninggal dunia. Dengan data tersebut, maka indonesia menjadi negara dengan jumlah kematian terbesar akibat Covid-19 di antara negara-negara ASEAN lainnya.

Selain itu, Covid-19 juga memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan ekonomi dunia, begitupun ekonomi Indonesia. Hal ini dapat terjadi mengingat Covid-19 ini berasal dari China yang mana merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua didunia. Merosotnya ekonomi Tiongkok tentu saja menjadi pemicu terhadap perekonomian global. Menurut data yang ada, Covid-19 mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari 6,1% pada tahun lalu menjadi sekitar 3,8% tahun ini. Bahkan keadaan dapat memburuk jika keadaan pandemi bertambah buruk. Menurut Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan ekonomi dalam skenario terburuk bisa mencapai minus 0,4%.

Pandemi Covid-19 ini juga dikhatirkan akan melemahkan sektor perbankan Indonesia, tak terkecuali perbankan syariah. Menurut J.P Morgan, ada tiga risiko yang akan menjadi hambatan industri pebankan dalam menghadapai Covid-19 ini yaitu penyaluran kredit, penurunan kualitas aset, dan pengetatan margin bunga bersih. Dalam hal penyaluran kredit, diprediksi baik bank konvensional maupun bank syariah akan mengalami kondisi yang sama yaitu pelambatan penyaluran kredit. Kemudian, dalam penurunan aset diperkirakan bank syariah akan memiliki keunggulan dibandingkan dengan bank konvesional hal ini dapat terjadi dikarenakan bank syariah berfokus kepada sektor riil. Mengenai pengetatatan margin bunga bersih, sebagaimana diketahui bahwa bank syariah tidak menerapkan sistem bunga tapi menggunakan sistem bagi hasil. Dengan demikian, kondisi neraca bank syariah akanlebih stabil dan elastis dimasa pandemi Covid-19 ini. Hal tersebut terjadi dikarenakan besaran biaya yang diperuntukan untuk pembayaran bagi hasil mengikuti pendapatan yang didapat oleh bank.

Sebagaimana sudah diketahui bersama, bahwa pandemi Covid-19 belumlah berakhir sampai saat ini. Industri Jasa keuangan perbankan juga menjadi sektor yang dikhawatirkan akan mengalami dampaknya sebagaimana pemaparan diatas. Namun ada satu fenomena yang cukup membuat banyak orang heran, pandemi bukan menjadi penghambat bagi industri ini dan berhasil mematahkan kekhawatiran sebagian orang. Industri tersebut ialah industri perbankan syariah, sebagimana dikatakan oleh Teguh Supangkat selaku Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK. Beliau mengatakan, bahwa sektor ini mengalami pertumbuhan walaupun melambat. Namun secara keseluruhan, pertumbuhan perbankan syariah hinnga bulan Juni 2020 terus menunjukan tren perkembangan positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional.

Hal tersebut dibuktikan dengan data yang dikeluarkan oleh OJK pada snapshot perbankan syariah. Tercatat pertumbuhan perbankan syariah dimasa pandemi Covid-19 ini menunjukan tren perkembangan positif. Dengan dibuktikan dengan angka pertumbuhan aset perbankan syariah posisi juni 2020 yang tumbuh positif sebesar 9,22 persen (yoy) atau sekitar 545,39 triliun per juli 2020. Dimana peningkatan ini lebih besar dibandingkan dengan perbankan konvensional yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 5,7 persen. Begitupun dengan pembiyaan yang disalurkan (PYD) meningkat sebesar 10,13 persen atau sekitar 377,5 triliun dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 8,99 persen atau sekitar 430,2 triliun. .

Tak berhenti disana saja, menurut data yang baru dikeluarkan oleh OJK dalam snapshot perbankan syariah posisi September 2020. Dinyatakan bahwa perbankan syariah terus mengalami pertumbuhan aset positif sebesar 14,32 persen (yoy) atau sekitar 575,8 triliun. Dengan itu maka perbankan syariah mengalami kenaikan sebesar 5,1 persen atau sebesar 30,41 triliun. Namun, berbeda dengan pembiayan yang disalurkan (PYD) yang sedikit menurun ke angka 8,68 persen yang pada periode sebelumnya sebesar 10,13 persen. Namun, secara jumlah meningkat yaitu sebesar 384,7 triliun. Dan untuk dana pihak ketiga (DPK) yang juga mengalami kenaikan sebesar 15,58 persen atau sekitar 460,5 triliun. Maka dengan itu, dana pihak ketiga mengalami kenikan sebesar 6,59 persen dibanding periode sebelumnya.

Melihat data dan kondisi tersebut, hal tersebut menjadi angin segar di tengah pandemi ini. Ditengah merosotnya sektor ekonomi indonesia yang hampir mengalami resesi, sektor perbankan syariah masih dapat eksis. Kondisi tesebut juga menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat pada perbankan syariah tetap tinggi walau ditengah pandemi Covid-19. Selain itu, para nasabah juga akan terus produktif dari dana yang telah disalurkan oleh bank syariah.karena sebagain besar dana tersebut disalurkan kepada sektor riil. Industri perbankan syariah memilki peran yang penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi rakyat, berkontribusi dalam transformasi perekonomian menuju sektor ekonomi produktif dan bernilai tambah serta inklusif walau dimasa pandemi ini.

Walaupun begitu, bukan berarti perbankan syariah sudah bisa bersantai. Perbankan syariah di tuntut untuk terus meningkatkan teknologinya dan merambah ke dunia fintech. Hal tersebut dikarenakan, terbatasnya interaksi selama pandemi ini. Maka perbankan syariah dituntut untuk dapat terus memperbaharui teknologinya agar memudahkan para nasabahnya. Sehingga perbankan syariah dapat terus mengalami perkembangan yang positif walau dimasa pandemi seperti ini.

Diharapkan perbankan syariah dapat menjadi solusi selama masa pandemi dan menjadi salah satu instrumen penopang ekonomi dimasa pandemi ini. Selain itu filantropi islam yang berbentuk ZISWAF juga dapat menjadi solusi ditengah pandemi ini. Khususnya zakat yang berperan untuk meningkatkan stimulan konsumsi dan produksi para mustahik, yang diharapkan akan mengembalikan keseimbangan transaksi ekonomi tersebut. Dibuktikan dengan meningkatnya jumlah ZISWAF selama pandemi..

Hal ini juga dapat menjadi daya tarik Industri keuangan islan untuk terus menggencarkan kampanye ZISWAF melalui platform perbankan syariahnya. Besar harapan agar Perbankan Syariah tetap eksis ditengah pandemi dan dapat mengencangkan sabuknya untuk mengantisipasi kemungkinan yang akan datang. Tak Hanya berhenti disitu saja, perkembangan perbankan syariah di tengah pandemi semakin baik dengan terjadinya merger 3 Bank Syariah milik BUMN yaitu Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, dan BRI Syariah. Ini menjadi angin segar di tengah pandemi untuk industri perbankan syariah di Indonesia. Diharapkan perbankan syariah dapat terus melebarkan sayapnya dalam industri keuangan di Indonesaia, serta dapat menjadi instrumen penting dalam perkembangan ekonomi di Indonesia bahkan di dunia Internasional.