Manajemen Risiko Abu-abu, Korupsi Terus Merajalela

Setiap rakyat tentu ingin merasakan keadilan dan sejahtera, jika hampir seluruh masyarakat merasakan hal tersebut pastinya capaian suatu negara dapat dikatakan tercapai. Namun rasanya Indonesia masih mengalami masa – masa sulit akan keadilan dan sejahtera, bahkan masalah lemahnya hukum di Indonesia tak kunjung tuntas, sayangnya Donald Black di dalam teori yang pernah ia sebutkan bukunya yang berjudul “Behaviour Law” “Hukum itu tajam ke bawah dan tumpul keatas” dapat dikatakan Indonesia sudah sejak dulu mengalami hal ini hingga sekarang.

Salah satunya korupsi, jika kita berbicara tentang hal ini tak ayal bukan? Rasanya kita sudah terbiasa mendengarnya. Sering sekali mendapatkan berita dari surat kabar, Televisi, ataupun media lainnya, yang terus saja berulang membahas permasalahan ini menandakan Indonesia masih belum kuat dalam menghadapi risiko, teringat di tahun 2016 ISO secara resmi menerbitkan ISO 37001:2016 yaitu Sistem Manajemen Anti Suap atau biasa kita sebut SMAP, namun sepertinya belum ada perubahan yang signifikan, terlihat masalah Indonesia di tahun berikutnya, masih berulang Kembali.

Padahal pentingnya negara ini butuh realisasi yang baik agar terciptanya suatu antisipasi untuk menangani risiko. tantangan demi tantangan harus dipecahkan, pemerintah harus siap mengubah pencemaran hukum di negara ini, masih terus berlanjut jika sang pemegang kekuasaan berlaku konsumtif dan memperkaya diri. Jika masih begitu saja permasalahan akan terus berputar seperti roda tak ada ujungnya para petinggi terus berpesta pora, rakyat miskin semakin menjadi jelata karena haknya telah direbut oleh oknum – oknum si pemegang kekuasaan, uang yang kini untuk rakyat kini menjadi tangan pemegang kekuasaan.

Sungguh miris melihat kondisi ini, tidak lama ini kita berjumpa dengan Hari Anti Korupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember sayang seribu sayang kenyataannya hanya sebagai slogan saja. bahkan lebih miris lagi berdekatan dengan bulan ini, ada kabar berita mengungkapkan bahwa adanya kasus korupsi di tengah pandemi. lebih memilukannya Bantuan Sosial pun yang diperuntukan rakyat, masih dapat dijadikan korupsi, yang mana ekonomi Sebagian masyarakat Indonesia masa ini mengalami masalah yang cukup besar. masih sempatnya dana rakyat dicuri juga sungguh jauh dari rasa kemanusiaan.

Ini tentu terulang Kembali kepada hukum di Indonesia yang masih dikatakan lemah.. kita lihat sudah berapa banyak pemimpin kita yang melakukan praktik korupsi hanya diberi hukuman ringan saja, masih ingat dengan kasus suap PLTU? Idrus Marham yang pada masa itu beliau dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda 200 juta subider serta 3 bulan kurungan namun ia mengajukan kasasi dan Mahkamah Agung menerima. Hukuman pun berkurang menjadi masa vonis 2 tahun penjara sungguh memilukan, bayangkan jika ini terjadi terus menerus berapa banyak tikus berdasi terus membuat peristiwa berulang. Sungguh tak layak.

Melihat dari hal ini posisi yang kuat dapat mempengaruhi hukum tersebut, berbeda hal jika posisi tidak kuat dan bahkan masuk dalam kaum jelata akan mendapatkan sangsi yang amat tegas.

Tanpa disadari Semua hal tersebut mengacu Kembali pada proses manajemen risiko, jika saya memandang permasalahan ini, lebih kedalam manajemen risko dalam buku Managing Risk Organization karya J. Dvidson Frame pada tahapan perencanaan resiko yang menggambarkan usaha sadar dan peran manajemen, bagi saya, dari pelaku manajemen kurang akan kesadarannya dalam menjaga kepercayaan, jabatan dan perilaku bermewah – mewahan menyebabkan rasa tak sadar akan tugas yang seharusnya ia lakukan untuk rakyat, kemudian tata Kelola yang belum mampu mendekati baik, pemimpin masih mudah di suap demi kekayaan dirinya bahkan hukuman kini mudah di lakukan peringanan padahal orang tersebut mengalami masalah yang cukup berat.

Didalam Indentifikasi risiko dan pengukuran dampak risiko sepertinya masih kurang, karena dari tahun ke-tahun hingga saat ini masalah ini kian menjadi – jadi dan tak terselesaikan, janjipun hanya sebatas angan – angan.

Merancang strategi serta penanganan risiko terlihat belum terealisasi seperti SMAP yang dibentuk dan kini dijalankan belum ada perubahan yang signifikan. Begitupun Pengawasan dan Pengendalian rasanya belum cukup teratasi hingga kini masih saja ada yang melakukan kasus penggelapan.masih dikatakan lemahnya manajemen pengawasan yang seharusnya pemerintah sudah siap dan antisipasi membuat suatu kekuatan peraturan sebelum peristiwa ini terulang Kembali.

Bahkan dari sudut pandang saya terkait dampak pengukuran risiko saja rasanya masyarakat belum paham akan track record calon pemimpinnya, butuhnya rakyat Indonesia Update informasi dan pengetahuan yang baik, mudahnya mereka tersuap akan janji manis dan barang kecil berharga seperti uang demi dirinya, padahal saat itu mereka harusnya tahu jika salah dalam memilih berdampak juga pada mereka dan negara ini.agar harta rakyat yang seharusnya untuk pembangunan negara serta kepentingan Bersama tidak termakan oleh keegoisan oknum petinggi negara.

Nadine Widya Amalia, STEI SEBI