Literasi Tahun Baru, Profit atau Defisit?

Tidak ada satu tahun pun berlalu. Tidak ada satu bulan pun menyingkir. Selain untuk menutup lembaran-lembaran peristiwa yang lalu. Pergi dan tidak kembali lagi. Bila baik amalnya, maka baik pula balasannya. Namun jika buruk amalnya, maka penyesalan pun akan tiba waktunya.

Jadi, tahun baru bukan soal waktu yang berakhir. Bukan pula masalah perayaannya. Tapi momen muhasabah sekaligus introspeksi diri tentang apa yang diperbuat di tahun yang telah berlalu. Dan bagaimana cara untuk memperbaiki diri di tahun baru yang dimasukinya? Sejatinya saat tahun baru, manusia dituntut untuk tafakkur (berpikir) dan tadzakkur (merenung) setelah bersyukur.

Karena manusia, siapapun dia, sungguh hanya “setitik ruang kecil” di tengah hamparan megahnya karunia dan anugerah Allah SWT. Manusia itu kecil lagi tidak berdaya tanpa bantuan-Nya.

BACA JUGA:  Profil Anak Betawi Gak Ketinggalan Zaman

Adalah janji Allah SWT. “Sepanjang hamba itu bersyukur, maka Allah akan menambahkan nikmat tersebut. Namun bila hamba itu ingkar dan tidak bersyukur, maka niscaya azab Allah amat pedih”. Maka syukurilah apa yang ada dan segala anugerah-Nya. Dan hanya kepada Allah, satu-satunya tempat meminta dan berharap. Bukan meminta kepada manusia lalu memperbanyak keluh-kesah.

Tahun baru adalah momen untuk menambah porsi perbuatan yang menyenangkan Allah. Bukan bertindak semakin jauh dari Allah. Bila paham Allah segalanya, maka kerjakanlah segala yang baik di mata Allah. Karena rumus hidup itu sederhana. “Senangkanlah Allah bila ingin disenangkan Allah”. Ikhtiar dan berdoalah. Agar Allah membuka pintu harapan di tahun baru dan berlindung-lah kepada Allah dari bujukan iblis dan para walinya di tahun ini.

BACA JUGA:  Lenong Betawi: Tradisi Refleksi Identitas Komunitas Masyarakat Betawi

Tidak perlu muluk-muluk. Cukup jadikan tahun baru untuk terus memperbaiki diri. Seperti pesan ulama sufi terkenal, Imam Yahya bin Mu’az ar-Razi, untuk melakukan 1) bila engkau tidak sanggup membantu orang lain maka jangan merugikannya, 2) bila engkau tidak sanggup menghibur orang lain maka jangan membuatnya susah, dan 3) bila engkau tidak sanggup memuji orang lain, maka jangan mencelanya.

Tahun baru telah tiba. Lalu, apa artinya untuk kita?

Sederhana saja. Perbaikilah ibadah kepada-Nya sambil tetap bersyukur atas karunia-Nya. Bersabar dalam berbagai keadaan dan hindari keluhan. Agar esok, kita mampu bersikap untuk 1) menghargai, bukan menghina orang lain, 2) mengangkat, bukan menjatuhkan orang lain, dan 3) memberikan manfaat, bukan memanfaatkan orang lain.

BACA JUGA:  Tantangan Kecerdasan Emosional pada Era Digital bagi Pendidikan Anak

Di tahun baru, sama sekali tidak perlu bikin banyak target. Atau menghitung berapa jumlah anak tangga yang akan dipijak. Tapi cukup memulai saja satu langkah dengan berani. “Untuk menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya”. Agar umur yang sudah dijatah Allah SWT bukan jadi DEFISIT tapi PROFIT. Itulah esensi tahun baru, bukan hanya sensasi.

Esok tentu harus lebih baik dari kemarin. Semoga keberkahan, kesehatan, dan kebahagiaan selalu tercurah untuk kita, amiin. Selamat Tahun Baru. Salam Literasi.

Oleh: Syarifudin Yunus, Pegiat Literasi TBM Lentera Pustaka