Sudah Sehatkah Sistem Fiskal Indonesia?

Oleh: Opi Ramdani

Kebijakan Fiskal menjadi istilah asing bagi masyarakat awam. Tidak banyak dari kita yang memahami betul apa itu Kebijakan Fiskal. Jika ditelisik lebih jauh Kebijakan Fiskal mempunyai peranan penting bagi perekonomian suatu Negara. Salah satu fungsi utama diterapkannya Kebijakan Fiskal adalah untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan aktivitas investasi. Lalu, apakah Kebijakan Fiskal itu ? Dan apakah Sistem Fiskal di Indonesia sudah sehat?

Fiskal sendiri berasal dari Bahasa Latin yaitu ‘fiscus’ yang diambil dari nama seorang pemegang kuasa keuangan pertama pada zaman Romawi Kuno. Menurut John F.Due dalam bukunya yang berjudul National Tax Journal : 1968, Kebijakan Fiskal atau yang sering disebut juga sebagai Kebijakan Stabilitas dan Pembangunan adalah penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran-pengeluaran Pemerintah untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baik dan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki. Kemudian Greg Mankiw (Nicholas Gregori Mankiw) yaitu seorang ahli Makro Ekonomi Amerika, juga berpendapat bahwa Kebijakan Fiskal adalah keputusan tingkat belanja dan pajak pemerintah yang dilakukan oleh pembuat kebijakan pemerintah yang bertujuan agar ekonomi suatu negara tersebut stabil.

Bagaimana menurut kacamata Ekonomi Islam? Bersumber dari buku Kebijakan Fiskal dan Alokasi Sumber Daya dalam Islam karya Munawar Iqbal dan Muhammad Fahim Khan, bahwa Kebijakan Fiskal akan memainkan peran yang jauh lebih penting dalam ekonomi Islam daripada dalam ekonomi pasar bebas non islam. Pertama, tingkat bunga tidak akan memainkan peran apapun dalam ekonomi Islam, karena hal tersebut jelas dilarang dalam Agama Islam. Jadi, variasi suku bunga yang digunakan sebagai alat penting Kebijakan itu tidak ada. Kedua, dalam ekonomi Islam pemerintah yang sepenuhnya Islam harus memastikan bahwa pajak zakat dikumpulkan dari setiap muslim yang kekayaannya melebihi nilai minimum spesifik dimana hasilnya akan digunakan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Ketiga, Hutang publik jauh lebih kecil dalam ekonomi Islam daripada ekonomi non-Islam. Hal ini terjadi karena terdapat perbedaan subtansial atau perbedaan inti yaitu semua pinjaman dalam Islam bebas bunga, dan pengeluaran pemerintah dibiayai dari hasil pajak atau iuran dalam hal proyek produktif.

BACA JUGA:  Pilar Manajemen yang Kuat sebagai Pengelolaan Sumber Daya dan Mengarahkan Visi

Bagaimana keadaan Kebijakan Fiskal sendiri di Indonesia? Dilansir dari laman website cekaja.com, mengatakan bahwa Kebijakan Fiskal yang diterapkan pada era Jokowi banyak diapresiasi karena dianggap sukses menyehatkan perekonomian Indonesia. Beberapa Kebijakan Fiskal yang diterapkan pada era beliau adalah :

Tax Amnesty (amnesti pajak), sebuah program pengampunan yang diberikan pemerintah. Dari diterapkannya kebijakan ini diklaim dapat meningkatkan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah dan manfaat lainnya.

Bea Masuk Antidumping, yang bertujuan untuk melindungi pasar dan industri dalam negeri.
Meningkatkan Penggunaan Biodesel, dengan adanya kenaikan ini diharapkan dapat menghemat devisa karena menurunkan volume dan nilai impor solar.
Pengurangan Subsidi BBM, pemerintah setidaknya bisa menghemat anggaran hingga Rp 300 triliun. Sehingga sisa anggaran bisa dialihkan untuk pendanaan infrastruktur.
Tax Holiday, isi dari kebijakan ini berupa pengurangan PPh sebesar 10-100% dengan jangka waktu 5-10 tahun. Tujuannya untuk menggairahkan industri dalam negeri.

BACA JUGA:  Mengenal Amicus Curiae dalam Sengketa Hasil Pilpres 2024

Lalu apakah benar Kebijakan Fiskal yang diterbitkan pada era Jokowi dinilai sehat dan layak untuk diapresiasi?

Menurut dosen mata kuliah Makro Ekonomi Islam STEI SEBI, Rachmat Rizky Kurniawan, SEI, MM beliau berpendapat bahwa “menjadi seorang pemimpin itu bukan suatu perkara yang mudah, otaknya berisi hatinya juga harus lebih berisi. Jangan sampai kita menjadi seorang pemimpin yang jahat dan merugikan rakyatnya sendiri. Mestinya sebagai seorang pemegang kekuasaan, pemerintah lebih mengedepankan kepentingan rakyatnya dibandingkan dengan kepentingan lainnya. Bukan masalah untung tidak untung, tetapi masalah etis dan layak tidaknya secara kemanusiaan, legal tidak secara hukum, dan halal atau tidaknya secara syariah?”.

Dari pernyataan beliau maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan rakyat adalah yang utama dan pemerintah hendaknya lebih memperhatikan nasib rakyatnya. Bukan hanya semata-mata meningkatkan sesuatu yang belum tentu rakyatnya sendiri dapat merasakan kebermanfaatan kebijakan tersebut. Jika ditelisik lebih jauh dan dilihat dari kacamata yang berbeda, keputusan pemerintah untuk mengadakan Tax Amnesti seakan-akan membuka jalan dan membebaskan pengemplang pajak, serta menutup mata pada tindakan pidana pajak.

Bea masuk antidumping yang dibuat pemerintah juga mempunyai sisi buruk terutama bagi pengusaha lokal yaitu memudahkan impor dan mengakibatkan pengusaha lokal tak mampu bersaing dan hancur. Kemudian penerapan biodesel yang tanpa pemerintah sadari banyak pengusaha sawit yang merengek karena diembargo Eropa. Tax Holiday yang diterapkan pun seakan-akan memudahkan asing untuk membuka usaha di Indonesia, sedangkan pengusaha lokal kalah bersaing dan tak sedikit yang memilih untuk gulung tikar.

BACA JUGA:  Kepemimpinan dan Manajemen Tim sebagai Fondasi Kesuksesan Organisasi

Setiap manusia pasti mempunyai akal dan fikiran yang dianugerahi Tuhan kepada kita. Tetapi jangan lupa, Tuhan juga menganugerahi manusia hati. Terutama para pemangku jabatan dan pemegang elite kekuasaan, mereka dipilih dengan beberapa alasan. Salah satu alasan seseorang tersebut dipilih menjadi seorang pemimpin tentu karena memiliki akal dan ide yang lebih dari rata-rata. Dan hendaknya dapat digunakan dengan sebaik-baiknya tanpa mengesampingkan hati nurani. Pemimpin yang berada dikursi pemerintahan telah membuat keputusan dengan sebaik-baiknya perundingan. Maka diharapkan pemerintah juga tidak melupakan kepentingan rakyatnya sendiri. Karena tanpa rakyat, pemerintah bukan siapa-siapa. Jangan sampai pemerintah abai akan nasib rakyatnya sendiri yang miskin mencapai 9,22% atau sekitar 24,79 juta jiwa angka kemiskinan yang membutuhkan pertolongan.

Referensi:
John F.Due : 1968 Pengertian Kebiajakan Fiskal dari buku National Tax Journal
Munawar, Iqbal & M, Fahim. Kebijakan Fiskal dalam pandangan Islam dari buku Kebijakan Fiskal dan Alokasi Sumber Daya dalam Islam
Cekaja.com , Mengetahui beberapa Kebijakan Fiskal yang dibuat pada era Jokowi terdapat pada, https://www.cekaja.com/info/mengenal-kebijakan-fiskal-mulai-dari-pengertian-tujuan-hingga-jenisnya/
Rachmat Rizky Kurniawan, SEI, MM Dosen mata kuliah Ekonomi Makro Islam STEI SEBI
Databoks.katadata.co.id Jumlah penduduk miskin Indonesia terdapat di https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/04/08/berapa-jumlah-penduduk-miskin-indonesia#:~:text=Jumlah%20penduduk%20miskin%20di%20Indonesia,kemiskinan%20sebesar%209%2C22%25