Vape Lebih Sehat dari Rokok, Katanya…

Pada zaman sekarang dimana teknologi sudah semakin berkembang, sudah banyak sekali alat yang diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia, salah satunya adalah vape atau yang biasa disebut sebagai e-cigarette. Vape pertama kali diciptakan oleh Hon Lik, seorang apoteker berusia 52 tahun yang tinggal di Beijing. ketika ayahnya yang merupakan seorang perokok aktif meninggal akibat kanker paru. Pada tahun 2006, barulah vape mulai dikenal di negara-negara bagian Eropa dan Amerika Serikat.

Berdasarkan pengumpulan data statistik yang dilakukan di Amerika pada 2.203 responden ditemukan bahwa 85% responden pada rentang usia 18-29 tahun setidaknya pernah mencoba atau tengah menggunakan vape. Sedangkan, di Indonesia sendiri, menurut data RISKESDAS tahun 2018, kelompok umur yang paling banyak menggunakan vape adalah kelompok umur 10-14 tahun, dengan persentase 10,6%. Pada perspektif pengguna vape, mereka beranggapan bahwa vape lebih sehat dibandingkan dengan rokok karena vape tidak mengandung tembakau. Padahal, jika dilihat dari kandungannya, vape dan rokok tidak berbeda jauh. Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi penggunanya. Dengan adanya perspektif masyarakat tersebut, maka timbul pro dan kontra terhadap penggunaan vape.

Salah satu faktor pendukung tersebar luasnya vape di Indonesia adalah regulasinya yang terbilang belum cukup ketat. Salah satu undang-undang dari segi kesehatan yang terbaru adalah regulasi pelarangan rokok elektrik yang akan masuk dalam muatan revisi PP No. 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang dirampungkan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK) pada akhir tahun 2020. Pelarangan ini diusulkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Mengingat kerugian kesehatan yang ditimbulkan oleh vape tidak berbeda jauh dari rokok, maka diperlukan solusi dalam mencegah agar kerugian tersebut tidak terjadi. Beberapa solusi yang dapat diterapkan adalah kenaikan cukai vape sehingga distribusinya dapat dipersempit dan tidak semua kalangan masyarakat dapat dengan mudah membelinya. Selain itu, dapat pula melakukan diseminasi terkait pelurusan persepsi masyarakat yang masih menganggap bahwa vape lebih “sehat” dibanding rokok.

Oleh: Anynda Putri Assyifa, Muthia Shofi Arrassyi, Nabila Syifa Siregar
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia