Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Mahasiswa Masih Marak, Apa Penyebabnya?

Narkoba merupakan akronim dari narkotika, psikotoprika, dan bahan adiktif lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan ketergantungan. Psikotoprika adalah zat atau obat psikoaktif yang mempengaruhi susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Sedangkan bahan adiktif adalah zat yang dapat menimbulkan adiksi / ketergantungan.

Kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) di tahun 2015, kenaikan presentase pengguna narkoba di Indonesia mencapai 40%. Tahun 2016 lalu, tercatat bahwa kasus penyalahgunaan narkoba terjadi antara 40 sampai 50 perhari, dan tahun 2017 menjadi 57 kasus perhari (Ellya, 2017). Angka penyalahgunaan narkoba di kalangan pelajar atau mahasiswa di tahun 2018 (dari 13 ibukota provinsi di Indonesia) mencapai angka 2,29 juta orang dengan kelompok rawan terpapar adalah mereka yang berada pada rentang usia 15 – 35 tahun (BNN, 2019).

Pada bulan April 2019, Polrestro Jakarta Barat berhasil menangkap pengedar narkoba di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta Timur yang kasusnya mengarah kepada 5 hingga 6 kampus lainnya di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat. Pada bulan Juni 2019 juga ditemukan mahasiswa pengguna narkoba lainnya di salah satu universitas di Jakarta Selatan. Selain itu, universitas di Jakarta Utara juga sempat diintai oleh BNNK Jakarta Utara pada bulan Juli 2019 karena diduga menjadi sarang bandar narkoba. Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) D.I Yogyakarta menyatakan pengguna narkoba di Yogyakarta menempati peringkat pertama di Indonesia setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Universitas Indonesia melakukan penelitian pada akhir 2016 (Pusat Penelitian UI, 2017).

Masih maraknya penyalahgunaan narkoba di kalangan mahasiswa terjadi karena beberapa penyebab seperti hubungan pertemanan, faktor keluarga, perkembangan teknologi, dan menggiurkan. Pengaruh teman sebaya menjadi metode paling ampuh untuk urusan peredaran gelap narkoba karena seseorang begitu mudah terpengaruh oleh teman yang dianggap selevel (BNN RI, 2013). Penyalahgunaan narkoba akibat faktor keluarga dapat disebabkan karena ketidakharmonisan hubungan antara orangtua dan anak, pola hidup orangtua yang tidak baik dan adanya keluarga yang menggunakan narkoba. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengaruh globalisasi dan arus transportasi yang sangat maju menyebabkan mudahnya akses narkoba sehingga maraknya pemakaian secara ilegal. Faktor maraknya penyalahgunaan narkoba lainnya yaitu menggiurkan karena dengan mengedarkan maka memudahkan mereka untuk mendapatkan uang lebih cepat dibanding menunggu uang dari orangtua.

Penyalahgunaan narkoba dapat memiliki dampak tak hanya bagi diri sendiri namun juga lingkungan sekitar. Penyalahguna narkoba sangat rentan dan mudah terjangkit HIV, Hepatitis dan Tubercolis yang dapat menular ke masyarakat. Kerusakan organ dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, gangguan persepsi, daya pikir, daya ingat, dan kurang kontrol diri pada perilaku. Dalam lingkup negara, tingkat penyalahgunaan narkoba memberikan dampak baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Berdasarkan data yang dihimpun oleh BNN, dari tingkat pembiayaan urusan yang berkaitan dengan narkoba, negara mengeluarkan anggaran sekitar 45 triliun, untuk membiayai rehabilitasi, pengobatan maupun proses hukum. Maka diperlukan setiap komponen untuk bersama melakukan pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap narkoba (BNN RI, 2013).

Pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyalahgunaan narkoba di kalangan mahasiswa yaitu melakukan deteksi dini mahasiswa baru yang menggunakan narkoba, adanya pemeriksaan berkala secara tiba – tiba atau insidental di kegiatan atau event mahasiswa tertentu, dan bekerjasama dengan pihak dari universitas dan BNN. Harapannya, dengan beberapa upaya di atas dapat mengurangi tingkat penyalahguna narkoba di kalangan mahasiswa.

Faluthi Kesangmauri
Undergraduate Student of Public Health,
University of Indonesia