Menyusuri Jejak Uighur di Masa Lampau

Tanah Uighur, sebuah tanah subur yang menjadi rumah bagi penduduknya. Tanah yang memiliki luas hampir 1/6 wilayah Tiongkok ini tergabung dalam Xinjiang, provinsi terbesar di Tiongkok.

Xinjiang sendiri merupakan provinsi terbesar di Tiongkok. Di bagian utara Xinjiang terdapat tanah Uighur yang berbatasan dengan Kazakstan, di timur laut ada Mongolia dan Kirghiztan. Tidak lupa juga dengan Tajikistan yang terletak di barat laut Xinjiang dan Afghanistan-Pakistan yang berlokasi di sisi barat daya provinsi ini.

Bacaan Lainnya

Bangsa Uighur yang merdeka ini memiliki sebutan Xinjiang Uighur Autonomous Region (XUAR). Bangsa ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 8 juta jiwa. Sebagai salah satu bagian dari provinsi yang ada di Tiongkok, XUAR memiliki kekayaan alam berupa minyak dan gas bumi. XUAR juga pernah digunakan pemerintah Tiongkok untuk menguji coba nuklir .

Meskipun hubungan Xinjiang dengan Tiongkok sudah ada sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu, namun sayangnya hubungan diantara keduanya tercatat mengalami guncangan yang hebat. Selama lima abad, Xinjiang dikabarkan berada di bawah kendali efektif Tiongkok hanya dalam waktu yang cukup singkat.

BACA JUGA:  Pemimpin Cerdas yang Berintegritas

Buktinya selama masa pemerintahan Ching (1755-1911), otoritas Tiongkok hanya berjalan sebentar karena ditumbangkan oleh pemberontakan yang dipimpin oleh para pemimpin Muslim Khoja seperti Jahangir, Yousuf Katta Tora dan Walli Khan Tora (pada awal abad kesembilan belas) dan Yakub Beg (1865-77).

Baru pada tahun 1884 akhirnya Xinjiang disahkan sebagai salah satu provinsi baru di Tiongkok. Bahkan, Xinjiang baru diakui keberadaannya saat dinasti Manchu Quing memimpin, dinasti yang disebut-sebut berhasil menguasai Xinjiang. Dinasti ini menyebut Xinjiang sebagai new dominion.

Setelah dinasti Machu Quing runtuh, terjadi persaingan di antara Tiongkok, Rusia, dan Inggris dalam memperebutkan Xinjiang. Akibatnya, wilayah Xinjiang menjadi sangat tidak stabil dan terpecah belah. Selama masa ini, bangsa Uighur tidak berhasil mendapatkan kembali kemerdekaan mereka yang sudah hilang.

Kemudian kisah berlanjut pada masa dinasti Chings. Dinasti ini mencoba untuk mengurus kepemilikan wilayah atas Xinjiang. Upaya tersebut dilakukan oleh dinasti Chings untuk menjaga dan memperkuat posisi mereka di Asia Tengah .

Akhirnya pada tahun 1949, Xinjiang sepenuhnya dikendalikan oleh Tiongkok yang kala itu bercorak komunis. Rezim pemerintahan yang komunis ini penuh warna akan konflik internal. Rezim ini mencoba mengumpulkan seluruh kekuatan mereka di Xinjiang untuk menghapus pengaruh Rusia di Xinjiang.

BACA JUGA:  Pemimpin Cerdas yang Berintegritas

Namun usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok dipandang sebagai tindakan yang represif bagi warga Uighur di Xinjiang. Misalnya saja pada tahun 1950, pemerintah baru Tiongkok membuat sebuah program imigrasi penduduk Han untuk berpindah ke Xinjiang. Bagi warga Uighur, masuknya Han ke wilayah mereka merupakan sebuah ancaman karena akan meminggirkan warga Uighur dan mengikis budaya Uighur.

Selain itu, pemerintah yang bercorak komunis ini mendirikan XUAR pada tahun 1955. Katanya mereka, XUAR didirikan untuk ‘membebaskan’ Uighur. Akan tetapi, faktanya tidaklah demikian. Kebebasan yang dimiliki XUAR sangatlah terbatas karena dikekang oleh pemerintahan Tiongkok. Ditambah lagi kedatangan Han ke XUAR semakin membuat hubungan antara Han dan Uighur makin memburuk.

Ya walaupun Tiongkok ‘katanya’ negara multinasional yang bahkan diakui oleh dunia pada tahun 1949, tetap saja realita di lapangannya sangat bertolak belakang dengan titel yang diembannya. Toh salah satu kebijakannya, yakni the Communist Party’s antirightist yang dibuat saat tahun 1957 saja menentang ‘local nationalism’ etnis minoritas seperti Uighur.

Ditambah lagi pemberontakan bersenjata yang terjadi pada April 1990 di Baren menandai peningkatan kekerasan Muslim Uighur di Xinjiang. Pemerintah Tiongkok menggunakan dua justifikasi dalam pemberontakan ini, yaitu separatisme etnis dan retorika agama .

BACA JUGA:  Pemimpin Cerdas yang Berintegritas

Kekerasan di Xinjiang pun kian meningkat pada tahun 1997 dan 1998. Akibatnya, banyak gerakan oposisi yang muncul dari kelompok Uighur sebagai bentuk ketidakpuasan atas diskriminasi pemerintah campur tangan pemerintah, dan rentetan masalah lainnya.

Memang terlihat ada perbedaan perlakuan pemerintah Tiongkok kepada suku Uighur dengan suku lainnya. Etnis seperti Han dan Hui memiliki lebih banyak kebebasan seperti beribadah dan aktivitas lainnya, sedangkan Uighur di Xinjiang mengalami kontrol yang ketat.

Menurut Razikin, pemerintah Tiongkok sekarang sedang berusaha keras ‘menghapus dosa’ masa lalunya’ dengan mengembalikan identitas kesatuan bangsa. Tiongkok mengklaim Uighur di Xinjiang sebagai bagian dari sejarahnya dan menganggap Uighur tak dapat dipisahkan dari kedaulatan Tiongkok.

Namun melihat dari catatan pelanggaran HAM warga Uighur, nampaknya Tiongkok memerlukan usaha lebih untuk membangun kedaulatan Tiongkok seutuhnya. Sehingga untuk membangun kedaulatan Tiongkok yang utuh, pemerintah Tiongkok sepatutnya mengakui kemerdekaan warga Uighur.

 

Habibah Auni
Universitas Gadjah Mada

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui WhatsApp di 081281731818

Pos terkait