Ekonomi digital merupakan terminologi baru. Belum ada definisi istilah ini yang tepat dan disepakati. Diadaptasi dari laporan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas atau KPPIP (2018), dua kata ini meliputi aktivitas ekonomi yang menggunakan jaringan dan platform internet sebagai infrastruktur yang tidak dapat dilepaskan dari masyarakat.
ASEAN Investment Report 2018 mendefinisikan ekonomi digital sebagai aplikasi teknologi menggunakan Internet dalam produksi dan perdagangan barang dan jasa. Sedangkan IMF dalam publikasinya yang berjudul “Measuring Digital Economy” menyimpulkan bahwa terminologi ekonomi digital sering digunakan untuk menunjukkan bahwa digitalisasi telah menyebar ke semua sektor ekonomi, dari pertanian hingga pergudangan.
Definisi lain menyebutkan bahwa kata tersebut menunjukkan bagian dari ekonomi nasional yang berasaskan teknologi digital dengan bisnis model berdasarkan barang atau jasa digital (Heeks, 2018; Accenture, 2016). Secara lebih luas, aktivitas-aktivitas ekonomi baru seperti collaborative economy, gig economy, dan sharing economy dapat dikategorikan sebagai ekonomi digital. Definisi ekonomi digital dapat juga dilihat dari berbagai aspek, seperti: sumber daya manusia dan teknologi, proses bisnis dan struktur bisnis.
Beberapa laporan tahunan ekonomi digital global mengedepankan platform fintech dan e-commerce sebagai infrastruktur pendukung lintas industri (contoh: makanan, produk TI, fesyen, perjalanan) yang terlibat dalam transaksi digital. Ekonomi digital tidak dapat dipisahkan dari sektor ekonomi yang lain karena aplikasinya dapat diterapkan di berbagai sektor industri mulai dari keuangan, transportasi, logistik, pendidikan, kesehatan, agrikultur, dan sebagainya. Bahkan lintas sektoral.
Dalam kaitannya dengan ekonomi Islam digital (Islamic digital economy), saat ini belum ada definisi yang disepakati secara global. Thomson Reuters dan Dinar Standard (2015) menghitung ekonomi Islam digital berdasarkan transaksi e-commerce dan belanja iklan digital yang dilakukan Muslim. mendefinisikan ekonomi Islam digital sebagai bagian dari ekonomi islam yang mendukung industri halal melalui platform digital baik yang dapat meningkatkan penjualan maupun efisiensi produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Pertumbuhan bidang ekonomi digital dapat dilihat melalui pertumbuhan dua subsektor, yaitu e-commerce dan fintech. Keduanya menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan selama beberapa waktu terakhir. Bank Indonesia mendefinisikan fintech sebagai hasil gabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang akhirnya mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat, yang awalnya dalam membayar harus bertatap-muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak jauh dalam hitungan detik.
OECD mendefinisikan e-commerce sebagai transaksi jual beli barang dan jasa, baik antara bisnis, rumah tangga, individu, pemerintah, dan organisasi publik atau swasta lainnya, yang dilakukan melalui internet. Pemesanan barang dilakukan melalui internet, namun pembayaran dan pengiriman akhir dari barang dan jasa dapat dilakukan online atau offline (cash on delivery). Platform sharing economy atau marketplace juga masuk dalam kategori e-commerce.
Ana Rohana
Mahasiswa STEI SEBI