Kenali Bahaya Terlalu Banyak Minum Bubble Tea

Bubble tea, yang juga dikenal sebagai boba tea merupakan salah satu minuman paling digemari saat ini. Kedai bubble tea dapat dengan mudah ditemukan di seluruh penjuru, mulai dari mall besar, hingga toko kecil di pinggir jalan, dengan beragam merek dan rasa. Perpaduan antara rasa milk tea yang manis dan menyegarkan dengan topping bubble yang kenyal membuat bubble tea disukai oleh berbagai kalangan dan menjadi salah satu minuman yang paling populer hampir di seluruh dunia.

Minuman populer ini berasal dari Taiwan, pertama kali dibuat pada tahun 1980-an dengan memadukan beberapa bahan, seperti sirup dan tapioka yang dibentuk bulat, yang kini dikenal sebagai bubble atau boba, dengan minuman teh yang dicampur susu. Bagian paling khas dari bubble tea adalah topping bubble-nya. Bubble tersebut terbuat dari tepung tapioka yang direbus, sehingga terbentuk bubble yang bulat dan kenyal.

Bubble tea biasanya disajikan pada gelas berukuran sedang, kurang lebih 500 ml dan besar, kurang lebih 700 ml, dilengkapi dengan sedotan berukuran besar. Hingga kini, minuman bubble tea telah berkembang menjadi lebih bervariasi mengikuti trend yang ada, mulai dari rasa yang makin beragam, penambahan creamer, hingga jenis topping yang beraneka macam bentuknya, tidak hanya berupa tapioca ball, tapi juga pudding dan jelly warna-warni yang membuatnya kian disukai.

BACA JUGA:  7 Rekomendasi Hadiah Lebaran untuk Orang Tua, Belanja Murah di Lebaran Sale Blibli!

Nikmatnya minuman bubble tea yang dapat dengan mudah diperoleh di hampir seluruh penjuru dengan harga yang cukup murah, ditambah dengan adanya promosi berupa potongan harga, membuat banyak orang tergoda untuk sering mengonsumsinya. Namun, dibalik kelezatannya, ternyata konsumsi bubble tea yang berlebihan akan berdampak buruk bagi kesehatan karena kandungan yang terdapat dalam minuman bubble tea.

Segelas minuman bubble tea memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, yaitu sebesar 200 – 450 kalori, yang setara bahkan lebih tinggi dari kalori yang terkandung dalam satu porsi nasi. Bubble tea juga mengandung kandungan gula yang tinggi serta lemak. Pada bubble tea berukuran sedang, terdapat kandungan gula sebanyak 8 sendok teh, sedangkan kandungan gula pada ukuran yang lebih besar adalah sebanyak 11 sendok teh. Hal itu membuatnya dikategorikan sebagai salah satu Sugar-Sweetened Beverages (SSB), yaitu kelompok minuman berpemanis, sejenis dengan minuman bersoda dan minuman berenergi. (Min, et al., 2016)

Selain itu, perlu diperhatikan bahwa sebelum disajikan, topping bubble disimpan dalam wadah berisi cairan sirup manis agar tetap lembab, sehingga menambah kadar gula pada minuman bubble tea. (Tso, 2019) Padahal, batas konsumsi gula yang disarankan oleh Kementerian Kesehatan RI adalah tidak lebih 50 gram per hari atau sebanyak 5-9 sendok teh.

BACA JUGA:  7 Rekomendasi Hadiah Lebaran untuk Orang Tua, Belanja Murah di Lebaran Sale Blibli!

Tingginya kadar gula yang terkandung pada bubble tea ditambah konsumsi dengan frekuensi yang terlalu sering akan meningkatkan risiko seseorang mengidap diabetes dan obesitas. Selain itu, bubble tea juga minim kandungan gizi, yaitu berupa karbohidrat dan lemak. Tapioka juga mengandung sedikit serat, sehingga dapat menimbulkan konstipasi. (Carey, 2017)

Untuk meminimalisasi timbulnya masalah kesehatan akibat konsumsi bubble tea, disarankan untuk memesan bubble tea dengan gelas berukuran lebih kecil. Selain itu, mintalah kadar gula yang lebih rendah, atau tanpa tambahan topping bubble. Perhatikan juga konsumsi bubble tea, batasi paling banyak 1 hingga 2 kali per minggu. Membuat minuman bubble tea sendiri di rumah saat ada waktu luang juga dapat menjadi salah satu opsi, sehingga penggunaan gula juga dapat lebih terkontrol.

BACA JUGA:  7 Rekomendasi Hadiah Lebaran untuk Orang Tua, Belanja Murah di Lebaran Sale Blibli!

Selain itu, perlu juga dilakukan edukasi bagi produsen dan penjual bubble tea dan penetapan regulasi mengenai batas penggunaan gula maksimal dalam satu penyajian bubble tea. Dengan demikian, konsumsi gula pada masyarakat, khususnya konsumen bubble tea dapat terjaga sehingga risiko timbulnya penyakit dapat terminimalisasi, tanpa harus menghentikan konsumsi bubble tea.

Eldora Nadellia Althoofani, FKM UI