Bagaimana Keterlibatan PAUD dalam Penanggulangan Stunting?

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama. Hal ini terjadi karena asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO. Stunting diakibatkan oleh banyak faktor, seperti ekonomi keluarga, penyakit atau infeksi yg berkali-kali. Kondisi lingkungan, baik itu polusi udara, air bersih bisa juga mempengaruhi stunting. Tidak jarang pula masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, seperti masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. (dr. Endy Paryanto Prawirohartono, Sp.A(K)/sardjito.co.id)

Stunting merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi jangka panjang yang dialami oleh anak sejak dalam kandungan. Dampak buruk dari stunting bagi anak yaitu kecerdasan yang menurun karena otak yang kurang berkembang sehingga mengakibatkan berkurangnya kemampuan kognitif dan anak mengalami kesulitan dalam belajar, fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang mengakibatkan anak lebih rentan terkena penyakit serta meningkatkan risiko terjadinya penyakit tidak menular maupun penyakit kronis, dan pertumbuhan yang tidak maksimal menyebabkan postur tubuh yang kurang maksimal saat dewasa.

Faktor yang mempengaruhi stunting di antaranya adalah pola asuh yang kurang baik, ibu yang mengalami malnutrisi, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi anak, tidak menerapkan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) terlalu dini, higiene dan sanitasi yang buruk, serta terbatasnya pelayanan kesehatan dan pembelajaran dini.

Untuk menangani hal tersebut, pemerintah memiliki berbagai upaya, salah satunya adalah dengan memberikan intervensi gizi sensitif berupa penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pemerintah beranggapan bahwa usia anak 0-6 tahun merupakan usia yang sangat penting dan menjadi kunci bagi perkembangan di masa selanjutnya. Rangsangan pendidikan awal pada anak sejak dini akan berdampak positif pada seluruh aspek perkembangan anak. Oleh karena itu, pendidikan pada usia ini dianggap sebagai ujung tombak bagi pencegahan stunting di masyarakat.

Berbagai bentuk pendidikan anak usia dini menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 Pasal 28 yaitu pada jalur formal terdapat Taman Kanak-kanak (TK), Rudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat, nonformal berupa Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat, maupun informal yang berupa pendidikan kelauarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Upaya-upaya dalam penanggulangan stunting di ruang lingkup PAUD dapat dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, pengajar, maupun orangtua. Dari sisi pemerintah, penaggulangan di ruang lingkup PAUD dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas PAUD di tiap daerah, salah satunya dengan program “Satu Desa Satu PAUD”. Selain itu, pemerintah juga mengadakan berbagai diklat, workshop, maupun sosialisasi di tiap daerah dalam rangka mengembangkan kualitas dan kemampuan pengajar dalam mendidik anak-anak usia dini terkait kebersihan, pola asuh, dan gizi. Pemerintah juga terus berusaha mengembangkan dan memastikan terciptanya PAUD yang holistik (mencakup aspek layanan pendidikan, kesehatan, gizi, dan pengasuhan) dan integratif (keterlibatan berbagai pihak dengan 4 layanan tersebut) di tiap daerah.

Dari sisi pendidik, penanggulangan stunting di ruang lingkup PAUD dapat dilakukan dengan cara melakukan kegiatan pengasuhan stimulasi pada peserta didik, melakukan Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK), membuat kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan gizi sesuai dengan silabus – seperti bagaimana makanan yang bergizi dan sehat serta penerapan kebiasaan pola hidup bersih dan sehat.

Selain kepada peserta didik, pendidik PAUD juga dapat memberikan intervensi kepada orangtua peserta didik maupun masyarakat sekitar. Intervensi tersebut dapat berupa kegiatan yang diadakan oleh PAUD, salah satunya adalah dengan menunjukkan kepada orangtua peserta didik mengenai bagaimana cara memberikan stimulasi pada anak, melakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada orangtua peserta didik maupun masyarakat setempat mengenai stunting, 1000 hari pertama kehidupan, serta pola hidup bersih dan sehat, mengadakan kegiatan bertema parenting, serta bekerjasama dengan instansi kesehatan seperti posyandu untuk membuat program yang dapat memaksimalkan upaya penanggulangan stunting.

Selain itu, terdapat forum perkumpulan pendidik PAUD yang di dalamnya membahas mengenai upaya penanggulangan stunting. Para pendidik PAUD melakukan sharing bagaimana pengalamannya dalam menanggulangi stunting di masing-masing daerahnya. Dari forum tersebut, pendidik PAUD menjadi lebih terintegrasi dan lebih sensitif dalam upaya penanggulangan stunting di Indonesia.

Ayu Diah Permatasari
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia