Menelisik Pengawasan Auditor Syariah pada Lembaga Keuangan Islam

Melihat perkembangan ekonomi di masa sekarang, keberadaan Lembaga Keuangan Islam sudah mulai menjadi pusat perhatian. Bahkan di Indonesia sendiri telah dibuktikan saat krisis moneter yang pernah dialami, Bank Muamalat menjadi pioneer lembaga keuangan Islam yang mampu bertahan.

Lembaga keuangan Islam (IFI) adalah lembaga keuangan yang secara resmi dan praktis mematuhi Syariah Islam dalam kegiatan mereka. LKI menyediakan produk yang mungkin tampak mirip dengan produk dari lembaga keuangan konvensional tetapi sangat berbeda dalam konsep dan aplikasi. Prinsip-prinsip tata kelola untuk LKI ada dalam hukum agama Islam (Syariah) yang memberikan pedoman untuk transaksi ekonomi dengan perilaku moral. Pengawasan Syariah menempati posisi penting dalam struktur tata kelola LKI. Pentingnya pengawasan Syariah berasal dari lima sumber berbeda yaitu: agama, sosial, ekonomi, hukum, dan pemerintahan.

BACA JUGA:  Rupiah Hari Ini Jadi Mata Uang Terburuk di Asia

Pertama, posisi keagamaan berasal dari kemampuan auditor syariah untuk memahami dan menafsirkan prinsip-prinsip syariah kepada orang lain. Kedua, keberadaan pengawasan Syariah menghilangkan keraguan para pemangku kepentingan tentang kegiatan LKI karena menegaskan kepatuhan kegiatan ini dengan Syariah Islam. Ketiga, pengawasan Syariah memiliki kekuatan ekonomi yaitu merumuskan profitabilitas dan menghindari ketidakadilan. Keempat, kekuatan hukum pengawasan Syariah dapat berasal dari berbagai sumber termasuk regulator. Kelima, anggaran dasar LKI biasanya memasukkan penunjukan pengawas syariah oleh pemegang saham.

Setiap negara Islam memiliki pengawasan syariah yang berbeda di Lembaga Keuangan Islamnya. Oleh karena itu, membandingkan posisi pengawas syariah antar negara Islam dirasa perlu untuk mengetahui bentuk posisi pengawasan syariah LKI di Indonesia. Sebagai sampel yang diambil yaitu Dewan Kerjasama Negara-negara Teluk Arab yang mayoritas negara Islam. Dewan Kejasamaa Negara-negara Teluk Arab merupakan negara Arab yang berbatasan dengan Teluk Persia, yakni Kuwait, Bahrain, Irak, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA), dengan pengecualian Irak.

BACA JUGA:  SCG Lipatgandakan Limbah Industri dan Biomassa Jadi Bahan Bakar & Bahan Baku Alternatif

Pengawasan syariah di Negara Teluk Arab dibagi menjadi 2 yaitu tingkat makro dan mikro. Dalam tingkat makro, dikenal dengan sebutan Dewan Tertinggi Syariah atau mereka menyebutnya dengan SSC (Shari’a Supervisory Councils). Kemudian SSC tersebut dibagi menjadi 2 bagian yaitu keberadaannya ada di dalam dan di luar Bank Sentral. Sedangkan dalam tingkat mikro, dibagi menjadi 3 kategori. Yakni, Dewan Pengawasan Syariah atau dikenal sebagai SSB (Shari’a Supervisory Boards), Perusahaan Konsultan Syariah atau dikenal sebagai SSF (Shari’a Consulting Firms), dan Penasihat Syariah atau dikenal sebagai SA (Shari’a Advisors).

BACA JUGA:  Rupiah Hari Ini Jadi Mata Uang Terburuk di Asia

Melihat penjabaran keberadaan pengawasan syariah di Negara Teluk Arab di atas, dapat disimpulkan bahwasanya posisi pengawasan syariah di Indonesia setara dengan SSB (Sharia Supervisory Boards) yang kedudukannya terpisah dengan Lembaga Keuangan. Seluruh pengawasan syariah tersebut harus berpatokan dengan AAOIFI (Accounting and Auditing Organization of Islamic Financial Institutions). Sehingga pengawasan dalam standar tata kelola Lembaga Keuangan Islam perlu diperhatikan. Peningkatan kualitas pengawasan syariah bisa menjadi alternative agar seluruh kegiatan yang dijalankan oleh Lembaga Keuangan Islam sesuai dengan prinsip syariah Islam yang sebenarnya.

Oleh: Aulia Putri Oktaviani Jusri, Mahasiswi STEI SEBI