Banyak Duduk Bikin Gemuk?

Oleh: Risti Anjarwati (FKM UI)

Ilustasi. (Istimewa)

Mengenal Obesitas dan Overweight

Dewasa ini, obesitas dan overweight menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Obesitas dikenal sebagai keadaan abnormal yang terjadi akibat penumpukan lemak berlebih dalam tubuh, sedangkan overweight merupakan kondisi berat badan melebihi batas normal. Pengukuran indeks massa tubuh (IMT) digunakan sebagai salah satu alat ukur sederhana untuk memantau status gizi. Seseorang dikatakan mengalami obesitas atau overweight apabila hasil pengukuran IMT tidak sesuai atau melebihi standar yang telah ditentukan. Hasil pengukuran IMT didapat dari membagi berat badan (kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (meter). Kementerian Kesehatan RI menetapkan standar IMT menjadi beberapa kategori, yaitu kurus (<18.0), normal (18.1-25.0), overweight (>25.1) dan obesitas (>27.0).

Kondisi Kekinian

Menurut World Health Organization (WHO) pada 2016, secara global tercatat 1.9 miliar orang berusia 18 tahun keatas menderita kelebihan berat badan (overweight) dan lebih dari 650 juta orang mengalami kegemukan (obesitas). Di Indonesia, data penderita obesitas dan overweight terangkum dalam Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) sejak tahun 2007-2018. Dari total penduduk Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa proporsi penderita overweight sebesar 13.6% meningkat dari tahun sebelumnya 11.5% (2013) dan 8.6% (2007), sedangkan proporsi penderita obesitas sebesar 21.8% yang semula 14.8% (2013) dan 10.5% (2007). Hal tersebut membuktikan bahwa penderita obesitas dan overweight dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan baik secara global maupun nasional sehingga dibutuhkan perhatian khusus untuk mencegahnya sebab menurut studi, obesitas meningkatkan risiko terjadinya penyakit diabetes tipe-2 dan penyakit jantung.

Perilaku Sedentari

Perubahan gaya hidup yang terjadi di masyarakat dari traditional life style menjadi sedentary life style disertai asupan berlebih menjadi dasar meningkatknya risiko kegemukan karena banyaknya lemak yang menumpuk didalam tubuh tanpa diikuti aktivitas berolahraga. Menurut Lee dkk, perilaku tidak aktif bergerak menyumbang 9% kematian dini secara global, yang salah satunya didominasi oleh perilaku sedentari. Perilaku sedentari tumbuh menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global sebagai penyumbang kejadian penyakit tidak menular disetiap golongan usia baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lansia.

Kata “sedentari” berasal dari bahasa Latin sedere yang berarti duduk. Menurut Sedentary Behaviour Research Network (2012) mendefinisikan perilaku sedentari sebagai aktivitas kurang gerak yang hanya mengeluarkan energi ≤1.5 METs dengan posisi duduk atau berbaring. Satuan ukur METs atau metabolic equivalents menggambarkan energi yang dikeluarkan tubuh berdasarkan kategori intensitasnya antara lain sedentari (≤1.5 METs), ringan (1.5-2.9 METs), sedang (3-5.9 METs) dan berat (≥6 METs) (Gibbs dkk, 2014). Jadi, semakin banyak energi yang dikeluarkan dalam tubuh maka risiko seseorang untuk mengalami kegemukan atau kelebihan berat badan akan berkurang. Bentuk perilaku sedentari sangat erat kaitannya pada masyarakat modern yang banyak didominasi dengan posisi duduk untuk menghabiskan waktu seperti menonton TV, menggunakan komputer atau gadget, berkendara dan duduk bekerja di kantor.

Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 2009 oleh Joint Health Surveys Unit menunjukkan bahwa sebanyak 56% pekerja laki-laki 50% pekerja wanita menghabiskan waktu lebih dari 5 jam dengan posisi duduk untuk bekerja dikantor dan hasil rata-rata selama 6 jam melakukan aktivitas sedentari yang ditambah dengan waktu menonton TV dan berkendara. Selanjutnya, dalam penelitian Stamatakis dkk dilaporkan bahwa perilaku sedentari meningkatkan risiko seseorang mengalami overweight sebesar 13% dan penumpukan lemak diperut sebesar 26%. Selain itu, risiko kematian meningkat secara signifikan ketika orang dewasa duduk lebih dari 7 jam per hari (Chau, 2013).

Melihat kenyataan bahwa perilaku sedentari sebagai perilaku yang berisiko bagi kualitas hidup, maka perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Masyarakat perlu meningkatkan aktivitas fisik untuk mencegah dan mengurangi risiko obesitas ataupun overweight. Memurut Stamatakis dkk (2011), sesuai rekomendasi yang diterapkan di US dan UK untuk meningkatkan aktivitas fisik seperti berjalan selama 150 menit per minggu atau setara dengan 30 menit per hari (selama 5 hari per minggu) maupun melakukan aktivitas fisik yang tergolong intensitas berat seperti berlari selama 75 menit per minggu secara berkelanjutan. Hal tersebut mampu mengurangi kadar lemak dalam tubuh sehingga berat badanpun menurun bila dilaksanakan secara rutin, teratur dan konsisten. Selain melakukan aktivitas fisik, masyarakat hendaknya juga mengurangi konsumsi rokok dan minuman beralkohol serta memenuhi asupan gizi seimbang, seperti mengonsumsi buah dan sayur agar kualitas hidup menjadi lebih sehat.