Kompetensi Auditor Syariah pada Bank Syariah

Populasi Lembaga Keuangan Syariah (IFI) di negara yang berpenduduk mayoritas beragama Islam kini kian menjamur. Peningkatan tersebut diakibatkan karena besarnya permintaan (demand) dari konsumen terhadap pelayanan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah. Fenomena ini didukung pula oleh eksistensi bank syariah pada tahun 1998 saat terjadi krisis moneter, dimana bank syariah menjadi salah satu bank yang bisa bertahan dalam keadaan tersebut. Berdirinya lembaga keuangan syariah tidak hanya mementingkan akuntanbilitas untuk kepentingan stakeholder saja, akan tetapi seluruh aspek dalam operasionalnya harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Semakin kompleksnya pelaksanaan ekonomi syariah pada lembaga keuangan syariah, dirasa perlu adanya pengawasan yang berfungsi untuk mengawasi dan mengevaluasi setiap pelaksanaan ekonomi syairah yang ada di dalam lembaga keuangan syariah tersebut. Dalam hal ini tugas pengawasan dapat diambil alih oleh auditor baik internal maupun eksternal. Penelitian yang diadakan di Malaysia mengungkapkan bahwa persyaratan kompetensi auditor syariah masih belum dikembangkan, meskipun ada kebutuhan untuk itu. Studi empiris terbaru menjelaskan bahwa sebagian besar auditor syariah yang berkompeten adalah auditor yang memahami dua bidang keilmuan, yaitu ilmu syariah (muamalah, maqashid syariah) dan ilmu audit. Model KSOC banyak dijadikan sebagai kerangka dalam menentukan apa-apa saja persyaratan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh auditor syariah.

BACA JUGA:  Transaksi Riba Gharar dalam Perbelanjaan Online

Bahan masukan (input) awal sebelum melakukan proses audit syariah adalah seorang auditor itu sendiri. Auditor dituntut untuk mempunyai pengetahuan (Knowladge) yang komprehensif ketika melakukan audit syariah. Pengetahuan yang diperoleh auditor syariah dapat dikategorikan menjadi dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan umum dan pengetahuan khusus. Pengetahuan umum didapat melalui jalur formal seperti pendidikan akademis (pendidikan tingkat universitas), sedangkan pengetahuan khusus didapat dari pendidikan yang bersifat informal seperti pelatihan/training yang dibuktikan dengan banyaknya gelar sertifikasi yang diraih oleh auditor syariah. Saat ini banyak lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yang menyediakan kurikulum terkait audit syariah, muamalah, dan maqashid syariah.

BACA JUGA:  Transaksi Riba Gharar dalam Perbelanjaan Online

Ketika seorang auditor syariah telah mendapatkan pengetahuan yang cukup dalam bidang audit dan syariah. Kompetensi selanjutnya yang harus dimiliki oleh auditor syariah adalah keterampilan (Skill). Keterampilan mengacu pada kemampuan auditor untuk menerapkan pengetahuan, berfikir logis, terampil dan berkomunikasi (negosiasi). Sebagai contoh auditor syariah yang mengaudit lembaga keuangan syariah harus mampu menerapkan pengetahuan syariahnya dalam bentuk pengetahuan tentang transaksi dan produk-produk yang sebagai proses bisnis yang dijalankan oleh LKS tersebut. Sehingga auditor syariah mampu mendeteksi setiap transaksi ataupun produk yang tidak sesuai dengan syariah compliance.

BACA JUGA:  Transaksi Riba Gharar dalam Perbelanjaan Online

Auditor syariah akan semakin berkompeten lagi jika memiliki karakteristik lain (Other Characteristics). Karakteristik lain seorang auditor syariah dapat terdeteksi ketika tahap perekrutan, auditor senior akan mengetahui sifat-sifat tertentu yang dimiliki oleh masing-masing calon auditor melalui tes psikologi. Interpersonal, keterampilan dalam memecahkan masalah, keterampilan analitis dan skill komunikasi dapat diketahui melalui proses ini. Setelah calon auditor mampu melewati tahap ini dan dinyatakan lolos sebagai auditor syariah, maka auditor tersebut akan dilatih kembali sebagai junior auditor syariah beberapa tahun sebelum diangkat menjadi profesional auditor syariah.

Oleh: Depi Lestari (Mahasiswa STEI SEBI)

Ingin produk, bisnis atau agenda Anda diliput dan tayang di DepokPos? Silahkan kontak melalui email [email protected]

Pos terkait