Menjadi Sahabat dan Motivator

Ilustrasi. (Istimewa)

Hidup itu bagaikan sebuah film. Ada banyak kejadian yang akan dialami oleh si pemeran dengan jalan cerita yang telah diatur oleh sang sutradara. Tuhan merupakan sutradara di dunia nyata bagi setiap manusia. Mengatur sebuah cerita yang akan dilakoni umatnya, dengan pasang surut yang terjadi pada roda kehidupan.

Campur tangan Tuhan akan terus berlaku, dan manusia hanya bertugas untuk menjalankan apa yang telah diatur sang pencipta dengan segala usaha guna mempermudah jalan yang mereka tempuh. Setiap cerita tentunya memiliki perbedaan. Sehingga, dari perbedaan itulah yang dapat dijadikan pembelajaran baik untuk si pengamat atau si pemeran utama.

Saya sering menempatkan diri saya sebagai pengamat, memperhatikan atau bahkan mendengarkan setiap kejadian yang dialami oleh orang-orang di sekitar saya. Dan dari sekian banyak cerita yang saya dengar, ada satu cerita yang berhasil memotivasi saya. Cerita itu berasal dari sahabat saya sendiri—Annisya—yang mana membuat saya kagum atas segala peristiwa yang telah Tuhan torehkan untuknya.

Sejak ayah dan ibunya meninggal dunia, posisi kedua orang tuanya harus ia gantikan untuk menjaga sang adik. Selain itu, segala finansial yang ia butuhkan bersama sang adik, harus ia atur di usia muda. Kedua hal tersebut tentunya cukup sulit dilakukan oleh anak muda seperti saya dan sahabat saya. Bahkan, dalam mengatur finansial sendiri, orang dewasa pun belum tentu dapat melakukan hal tersebut dengan baik.

Keduanya memang masih mendapatkan uang pensiunan sang ayah setelah meninggal dunia. Tapi, apa uang pensiun yang didapat bisa menghidupi mereka dalam jangka waktu panjang? Tentu tidak, mengingat ia harus membiayai pendidikan sang adik yang saat ini duduk di bangku SMA. Pula, ia harus membiayai kebutuhannya sendiri di dunia perkuliahaan. Kedua hal tersebut tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar, kan?

Sang adik memang berhasil sekolah di SMA Negeri, dirinya pun berhasil kuliah di Universitas Negeri. Bahkan, saat mengikuti ujian tulis masuk perguruan tinggi, ia berhasil diterima di dua universitas negeri dengan jurusan yang berbeda.

Mengingat biaya pendidikan yang dibutuhkan oleh keduanya cukup besar, sahabat saya pun mencoba untuk mengajukan diri menjadi peserta bidik misi guna membiayai kebutuhannya selama berada di perguruan tinggi. Sehingga, uang yang selama ini ia punya, masih bisa ia simpan untuk kehidupan sehari-hari dan dipersiapkan untuk biaya kuliah sang adik nantinya.

Hal lain yang berhasil membuat saya kagum akan sahabat saya, sikap kerja keras yang tertanam dalam dirinya. Ia tak pernah bosan mencoba banyak hal untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Bahkan, segala hal yang ia lakukan, selalu ia usahakan tanpa mau merepotkan orang lain. Beberapa kali ia mengatakan kepada saya, ia sedang mencoba untuk tak bergantung dengan orang lain dan merepotkan orang lain. Padahal saya sendiri berpendapat, tidak apa jika ia ingin meminta bantuan orang lain. Dan jika dia membutuhkan bantuan saya, pastinya saya akan dengan senang hati memberikan apa yang ia butuhkan.

Terlepas dari itu semua, saya tak pernah berhenti mengucap syukur. Mengatakan terima kasih kepada Tuhan karena telah memberikan seorang motivator yang cukup baik kepada saya selain orang tua saya sendiri. Pula, berterima kasih karena telah diberikan sosok sahabat yang tak pernah bosan membantu saya dalam berbagai hal. [Dwi Wahyuni/PNJ]