Perkembangan Teknologi Pada Proses Pembelajaran di Sekolah, Ditolak atau Diterima?

Ilustrasi smart classroom. (Istimewa)

Oleh: Isya Maulana Kamal

Dalam kehidupan bernegara, kualitas sebuah bangsa akan ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, maka akan semakin tinggi pula kualitas bangsa yang bersangkutan. Di samping secara langsung maupun tidak langsung akan berimplikasi positif terhadap kelangsungan hidup bangsa tersebut dalam percaturan antar bangsa di dunia. Bagaimana keadaan suatu Negara di masa depan tidak luput dipengaruhi oleh pelaksanaan pendidikan yang dilakukan. Antara sistem pendidikan di Indonesia dan pendidikan di negara-negara maju tidak bisa disamakan akan tetapi negara maju dijadikan sebagai acuan karena masing-masing negara mempunyai kultur yang berbeda.

Dengan demikian, pelaksanaan program pendidikan dalam rangka peningkatan mutu sumber daya manusia menjadi tuntutan yang tidak bisa di tawar-tawar. Seiring dengan dimasukinya era globalisasi di abad 21, pendidikan semakin urgen dalam rangka menghadapi tuntutan zaman yang penuh persaingan di semua aspek bidang kehidupan. Sekarang ini hampir tidak ada celah bagi bangsa yang kualitas sumber saya manusianya rendah untuk dapat maju dan berkembang. Sebaliknya justru bangsa tersebut secara perlahan tapi pasti akan tenggelam dari peta percaturan dunia, seberapapun besarnya jumlah penduduk dan luas yang dimilikinya.

Pendidikan merupakan sebuah usaha yang berjalan secara terus menurus untuk menjadikan manusia (masyarakat) mencapai taraf kemakmuran. Pendidikan di Indonesia dilihat dari segi mutunya masih sangat memprihatinkan. Pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial. Pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge, yakni pengetahuan yang terlalu bersifat text-bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari akar sumbernya maupun aplikasinya.

BACA JUGA:  Majlis Ta’lim dan Jejaring Keilmuan Masyarakat Betawi

Berbagai upaya pembaharuan pendidikan telah dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tetapi sejauh ini belum menampakkan hasilnya. Mengapa kebijakan pembaharuan pendidikan di tanah air kita dapat dikatakan senantiasa gagal menjawab problem masyarakat? Sesungguhnya kegagalan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan di tanah air kita bukan semata-mata terletak pada bentuk pembaharuan pendidikannya sendiri yang bersifat erratic, tambal sulam, melainkan lebih mendasar lagi kegagalan tersebut dikarenakan ketergantungan penentu kebijakan pendidikan pada penjelasan paradigma peranan pendidikan dalam perubahan sosial yang sudah usang. Ketergantungan ini menyebabkan adanya harapan-harapan yang tidak realistis dan tidak tepat terhadap efikasi pendidikan.

Menghadapi kenyataan di atas, sekaligus sebagai respon terhadap lamban dan kurang dinamisnya pendidikan di Indonesia, maka upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan nasional dimasa harus dijadikan agenda utama disamping perbaikan manajemen dan pemerataan pendidikan. UNESCO sebagai lembaga yang mengurusi masalah pendidikan di bawah naungan PBB telah merumuskan enam pilar pendidikan dalam rangka pelaksanaan pendidikan untuk masa sekarang dan masa depan, pilar tersebut adalah pilar (1) learning to Know (belajar untuk mengetahui), (2) learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) dalam hal ini kita dituntut untuk terampil dalam melakukan sesuatu, (3) learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), dan (4) learning to live together (belajar untuk menjalani kehidupan bersama). (5) learn how to learn (belajar menggunakan metode yang tepat) dan yang terakhir learning trough out life (belajar sepanjang hayat).

BACA JUGA:  Roti Buaya: Tradisi Seserahan dan Simbol Kesetiaan Masyarakat Betawi

Dengan memerhatikan situasi pendidikan di Indonesia dan rumusan enam pilar yang dikeluarkan oleh UNESCO serta perkembangan pendidikan berbasis teknologi. Teknologi informasi telah memfasilitasi pendidikan sejak dapat diakses oleh masyarakat luas. Kini, teknologi yang populer adalah smart devices. Pendidikan menggunakan teknologi ini disebut sebagai Smart Education. Sifatnya 1:1 sehingga sangat mendukung student-centered learning.”

  • Traditional education: guru di depan kelas, menggunakan teknologi manual (buku kertas, papan tulis, alat peraga fisik).
  • ICT: Kelas dibantu oleh alat peraga elektronik, mulai dati OHP hingga LCD Projector.
  • E learning: Belajar dibantu oleh konten-konten ensiklopedik dan multimedia yang interaktif (read-only), misalnya CD-ROM. Kelas juga mulai menggunakan internet untuk mengakses konten pembelajaran di berbagai websites.
  • Smart education:
    – Menggunakan mobile, smart devices (smartphones, tablet)
    – Menggunakan aplikasi-aplikasi yang membantu personalized learning
    – Membantu guru untuk mengadakan proses belajar yang student-centered

Mengamati adaptasi proses pendidikan tersebut kita sudah masuk ke bagian “Smart Education”. Smart Education yaitu pembelajaran menggunakan teknologi dimana setiap guru dan siswa menggunakan Smart Devices dengan konten yang dapat diakses secara online sehingga pembelajaran dapat terjadi di kelas maupun di luar kelas.

BACA JUGA:  Tari Topeng Betawi: Tradisi Seni Teater Pertunjukkan Masyarakat Betawi

Mengapa mengadopsi 21st Century Education untuk Smart Classroom?

  • Generasi muda kita akan hidup di zaman dengan budaya yang berbeda dengan sekarang.
  • Pendidikan harus dapat membekali generasi ini untuk beradaptasi dengan tantangan di zaman tersebut. Guru-guru mereka harus mampu menjadi role model, menunjukkan keterampilan hidup di masa depan.
  • Teknologi merupakan salah satu partner penting dalam perubahan ini. Generasi muda harus mampu menggunakan teknologi dengan bertanggung jawab dan menciptakan karya yang bermakna.”

Beberapa sekolah di Indonesia sudah memaksimalkan teknologi sebagai media dan sumber belajar dalam proses pembelajaran. Seperti beberapa sekolah yang ada di Jakarta yang menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran. Manfaat – manfaat menggunakan teknologi dalam pembelajaran di sekolah sebagai berikut.

Pada bagan tersebut menyatakan bahwa 12,8% terjadi peningkatan pembelajaran, 16,2% menyatakan menghemat waktu, 16,7% menyatakan terbantu dalam mengelola aktivitas pembelajaran di kelas, bahkan 48,7% peserta didik nyaman dalam pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi.

Mengacu pada data di atas, bahwa teknologi informasi yang digunakan dalam pembelajaran di kelas dapat memberikan manfaat lebih dalam aktivitas belajar. Maka sudah sepatutnya teknologi informasi yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas harus terus dikembangkan. Namun, bukan hanya dikembangkan namun diaplikasikan dengan baik oleh semua pihak.