Sudah Sesuaikah Tugas Seorang Auditor di Lembaga Keuangan Syariah?

Ilustrasi.

Saat ini perkembangan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Indonesia mulai berkembang ditandai dengan makin banyaknya instansi-instansi berbasis syariah seperti Bank Syariah, Pasar Modal Syariah, Multifinance Syariah, Pegadaian Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah lainnya. Ahli Ekonomi Syariah berpendapat bahwa LKS memiliki ketahanan keuangan dan stabilitas karena LKS harus taat syariah. LKS harus terhindar dari unsur ketidakpastian (maysir), ketidakjelasan (gharar) dan riba (bunga). Oleh karena itu, pada suatu Lembaga Keuangan Syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) agar LKS telah berjalan sesuai dengan syariat Islam (hukum syariah).

Dengan semakin berkembangnya bisnis dan instansi syariah, maka semakin besar akan kebutuhan terhadap audit syariah. Dapat diakui bahwa keuangan syariah tertinggal dari segi kecanggihan dalam pengawasan, audit dan manajemen resiko. Audit syariah adalah memeriksa dan memastikan bahwa LKS telah membuat laporan keuangan disusun dalam semua hal yang material, sesuai dengan aturan syariat Islam dan prinsip-prinsip syariah, standar akuntansi Accounting and Auditing Organization of Islamic Finance Institutions (AAOIFI) dan standar akuntansi nasional yang relevan.

Praktek-praktek audit telah berkembang selama berabad-abad untuk melayani kebutuhan ekonomi kapitalis. Tujuan audit dari laporan keuangan konvensional adalah menyediakan informasi kepada pengguna untuk pengambilan keputusan, evaluasi terhadap kinerja manajemen. Audit di LKS memiliki tujuan yang sama namun harus berdasarkan syariah dan bertransaksi dengan entitas-entitas syariah atau pemangku kepentingan dalam entitas tersebut seperti manajer, auditor, investor, kreditur, dan lain-lain harus sesuai syariat Islam. Hal lain yang membedakan antara audit syariah dan konvensional adalah audit syariah harus memastikan bahwa transaksi bisnis diukur, dicatat, dan dilaporkan sesuai dengan syariat Islam. dan fitur yang membedakan antara keduanya adalah prinsip akuntansi yang kompatibel dengan hukum Islam.

BACA JUGA:  OYO Sediakan Modal Investasi bagi Mitra untuk Standarisasi Properti di Indonesia

Seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya haruslah kompetensi dan independensi. Kompetensi menyiratkan individu yang memenuhi syarat profesional yang memiliki kemampuan teknis untuk menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi. Independensi mengharuskan seorang auditor harus bersikap netral, tidak memihak atau berpihak kepada yang lain dan bebas dari pengaruh pihak-pihak terkait.

Seorang auditor dalam melaksanakan audit terhadap lembaga keuangan syariah memiliki tugas yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional yaitu auditor harus menyelidiki sejauh mana kontrak (akad) dalam pembiayaan syariah, dalam kasus bank konvensional yang menawarkan produk-produk syariah, seorang auditor dituntut untuk memantau dan menjamin bahwa dana yang ditujukan untuk kegiatan konvensional tidak tercampur dengan dana yang ditujukan untuk kegiatan Islam. Auditor harus melihat komitmen pelaporan kontraktual dari lembaga keuangan syariah terhadap pemasok, pelanggan, debitur, kreditur dan pemerintah. Misalnya dalam perputaran produk, auditor harus memperhatikan tanda-tanda Ihtikar (penimbunan) dengan maksud menyebabkan kelangkaan, Bakhs ( usaha untuk mengurangi nilai produk), dan Israf (pemborosan) dalam pinjaman berbasis syariah.

BACA JUGA:  Kampanye Ramadan ALVA Gandeng Duitin & Boolet Suarakan Sustainable Habit in Ramadan

Demikian pula saat melakukan verifikasi pinjaman atau transaksi syariah lainnya, auditor harus mendeteksi tanda-tanda tanajush (menawar harga dengan menanamkan penawar palsu), spekulasi dalam kontrak. Auditor harus menyelidiki proses uji kelayakan restrukturisasi pinjaman bank, pemulihan dan lain-lain. Auditor melaporkan sejauh mana entitas mematuhi konsep ihsan dan seberapa jauh telah menerapkan konsep ini terhadap operasional utamanya. Salah satu tanggung jawab auditor di LKS adalah melaporkan bahwa zakat telah dihitung dengan benar dan disalurkan ke lembaga zakat publik atau disalurkan sesuai dengan syariat islam.

Hal yang perlu diperhatikan oleh LKS tidak hanya terhadap opini audit namun juga terhadap dampak keuangan dan non-keuangan, dampak non-keuangan dianggap lebih material dibandingkan dampak keuangan karena setiap praktek yang bertentangan dengan syariat islam dan perintah Allah SWT, selain itu dapat membahayakan reputasi dan keberadaan LKS.

Auditor LKS membentuk dan mengungkapkan pendapat atas laporan keuangan setelah selesainya peninjauan kembali sesuai syariah. Laporan manajemen tahunan, laporan pemegang saham, dan laporan dewan pengawas syariah semuanya tergantung pada laporan auditor. Meskipun serupa dengan auditor di lembaga keuangan konvensional, auditor di LKS memiliki tanggung jawab tambahan yaitu memberikan fakta dan bukti kepada Dewan Pengawas Syariah. Jadi, auditor tidak hanya bertanggung jawab kepada manajemen tetapi juga kepada Dewan Pengawas Syariah, auditor tidak hanya melakukan audit laporan keuangan tetapi juga kepatuhan struktur organisasi, orang, proses dan review audit terhadap kecukupan proses tata kelola syariah.

BACA JUGA:  Toko Kopi Tuku Satukan Tradisi Indonesia dengan Semangat Korea

Seiring berkembangnya pertumbuhan industri syariah, namun tidak diiringi dengan jumlah tenaga ahli yang memadai untuk mendukung pertumbuhan ini. Auditor syariah saat ini masih sedikit dari segi kualitas dan kuantitas, hal inilah tantangan bagi mahasiswa akuntansi syariah karena kemampuan dibidang Fiqih Muamalah dan Akuntansi merupakan landasan untuk menjadi seorang auditor syariah. Indonesia sebagai negara penduduk muslim terbesar diharapkan dapat mencetak tenaga ahli yang memadai di bidang ekonomi syariah. (Refita Darmi)

Referensi :
Radiah Otham Rashid Ameer, (2015) “ Conceptualizing the duties and roles of auditors in Islamic Financial Institutions”, Humanomics, Vol. 31 Iss 2 pp. 201-213.