Mikrotakaful, Solusi Terbaik Untuk Asuransi Kaum Dhuafa?

Ilustrasi.

Kemiskinan merupakan salah satu problematika di dunia yang hingga saat ini masih sulit diselesaikan. Hingga saat ini ada sekitar 10,7% jumlah penduduk di dunia yang masih berjuang hidup di bawah kemiskinan. Tahun 2015, Indonesia berada pada urutan ke-9 dalam urutan negara termiskin dengan 27,76 juta warganya yang masih berada dalam kemiskinan.

Asuransi Syariah atau Takaful hadir sebagai salah satu problem solver permasalahan kemiskinan di berbagai belahan dunia. Beberapa peneliti optimis bahwa jasa asuransi syariah adalah strategi penting dalam memberantas kemiskinan. Namun, kaum miskin seringkali dibaikan dalam pelayanan jasa asuransi, dikarenakan mereka tidak dapat membayar premi asuransi. Premi cenderung diperuntukkan bagi masyarakat menengah keatas, sehingga premi cenderung mahal.

Asuransi sendiri adalah lembaga penjamin resiko dimana peserta hanya dituntut membayar sejumlah premi kepada perusahaan, sehingga resiko apa saja yang mungkin terjadi di masa depan pada yang dijaminkan menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi.

Berbeda dengan asuransi biasa, asuransi syariah atau yang biasa disebut takaful adalah lembaga penjamin resiko yang mengelola dana milik peserta takaful sesuai dengan prinsip syariah. Peserta cukup membayarkan sejumlah premi, lalu perusahaan mengelolah dana peserta secara kolektif menjadi dana tabarru’. Dana tabarru’ ini kemudian diinvestasikan ke dalam investasi yang halal, apabila peserta mengajukan klaim maka klaim diambil dari dana tabarru. Dengan prinsip ta’awun, maka peserta diharapkan saling menanggung resiko satu sama lain dengan peserta lainnya.

Masyarakat menengah keatas pada dasarnya menghadapi risiko yang sama (kematian, penyakit atau luka, kehilangan harta benda dan bencana alam) yang dihadapi masyarakat miskin, namun dalam menghadapi resiko tersebut mereka menggunakan asuransi/takaful. Masyarakat ini memiliki kemudahan dalam menggunakan manfaat yang diberikan perusahan asuransi semaksimal mungkin dikarenakan sanggup membayar sejumlah premi atau polis.. Namun, sebagian besar orang yang hidup dalam kemiskinan sangat terbatas atau sama sekali tidak memiliki akses Untuk layanan keuangan dasar termasuk asuransi. Meskipun begitu, kebanyakan orang miskin mengelola risiko mereka sendiri. Hal ini bisa membuat orang miskin lebih rentan terhadap risiko masa depan.

Oleh karena itu, Mikro takaful hadir sebagai salah satu solusi bagi masyarakat miskin, dan kaum dhuafa agar dapat ikut menikmati manfaat asuransi. Microtakaful bertujuan melindungi masyarakat miskin dan rentan. Semua produk takaful, misalnya takaful keluarga dan takaful umum dapat dinikmati masyarakat miskin dengan beberapa modifikasi agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat miskin. Dimana seharusnya produk yang digunakan haruslah sederhana, mudah dimengerti dan terjangkau.

Untuk merealisasikan Microtakaful, dibutuhkan keterlibatan perusahaan takaful, subsidi pemerintah, dana zakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lembaga donor untuk keberlanjutan. Dukungan dari perusahaan takaful bisa datang dalam bentuk keahlian teknis dan Asisten Keuangan. Microtakaful merupakan bagian dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Industri takaful.

Dukungan dari pemerintah dapat berupa dana subsidi, dari lembaga zakat seperti dana zakat, dana wakaf, dan sebagainya. Apabila seluruh pihak bersinergi dengan baik dalam menjalankan program MicroTakaful, diharapkan angka kemiskinan perlahan bisa berkurang.
Beberapa negara seperti lebanon dan pakistan sudah mulai menjalankan program ini.
Meski kurang lazim dibanding asuransi mikro konvensional, produk microtakaful telah berkembang di negara-negara seperti Bahrain, Bangladesh, Yordania, Malaysia, Maroko, Pakistan, Sri Lanka, Trinidad dan Tobago, Somalia dan Sudan – negara-negara dimana sektor takaful sudah berkembang.

Bagaimana dengan Indonesia?

Di indonesia sendiri, Micro Takaful belum ada. Namun terdapat program pemerintah yang hampir mirip dengan program microtakaful. Contohnya BPJS, meskipun berbeda, namun realisasinya kedua program ini memiliki konsep yang sama. Hanya saja bpjs dalam mekanismenya belum menerapkan sistem syariat, dan belum berjalan secara optimal. Lantas apakah microtakaful bisa dikatakan sebagai solusi yang tepat menggantikan BPJS? (Najahatul Arifah/STEI SEBI)