
Kalo berbicara tentang rezeki, memang rezeki tiap-tiap makhluk itu sudah diatur dan sudah ditentukan. Bukan karena sudah ada yang ngatur, membuat kita berleha-leha, dan malas-malasan. Kita tetap berikhtiar, karena Alloh ingin supaya kita menjemputnya. Manusia merupakan makhluk yang sangat bergantung terhadap rezeki, karena tanpa rezeki yang diberikan oleh Alloh swt, maka manusia tidak akan bertahan hidup.
Rezeki adalah nilai mutlak yang harus diusahakan oleh seluruh makhluk untuk mendapatkannya dalam memenuhi dan menunjang kebutuhan hidup. Banyak pilihan yang dapat kita lakukan dalam mencari rezeki Alloh swt, bahkan juga ada manusia yang mencari rezeki dengan cara yang tidak halal padahal masih banyak cara yang lebih baik untuk memperolehnya, yaitu dengan berdagang atau kata populernya lebih dikenal dengan berwirausaha (entrepreneurship).
Berdagang merupakan salah satu cara memperoleh rezeki yang dianjurkan oleh Rosululloh saw, sebagaimana Rosululloh saw, bersabda,
“Hendaklah kalian berdagang karena berdagang merupakan sembilan dari sepuluh pintu rezeki.” (HR. Ibrahim Al-Harbi)
Jelas dalam hadist tersebut Rosululloh saw menganjurkan kepada para umatnya untuk berdagang. Karena memang benar terdapat segudang manfaat dibalik itu.
Pertama, alih-alih mencari lowongan kerja, pengusaha malah membuka lowongan kerja bagi khalayak. Asal tahu saja, seorang pengusaha yang berpengalaman mampu mengkaryakan belasan hingga puluhan orang. Paling tidak, membuka kesempatan kerja untuk dirinya sendiri.
Itu belum seberapa, masih banyak manfaat yang lainnya. Manfaat kedua, dengan menjadi pengusaha, pendapatan kita tidak lagi dipatok. Pendapatan kita akan lebih besar. Lazimnya semakin besar pendapatan seseorang, semakin besar pula sumbangannya. Lihatlah disekitar kita. Tidak terkira sejumlah sekolah, kampus, rumah sakit, dan tempat ibadah yang dirintis oleh pengusaha. Itu bukan cuma tidak mulia, tetapi sangat mulia.
Konon, pada suatu saat nanti didepan pintu surga, berdirilah dosen, dokter, dan ulama. Dulunya, selama di dunia si dosen telah mendidik banyak mahasiswa, si dokter telah menyembuhkan banyak orang sakit, dan si ulama telah membimbing banyak orang yang berdosa. Walhasil, masing-masing menganggap dirinya paling berjasa, sehingga masing-masing merasa berhak untuk masuk surga paling dulu. Mereka pun berebut.
Tiba-tiba, datanglah seorang pengusaha. Anda tahu apa kata mereka? Si dosen langsung menyambut, “Nah, ini dia pengusaha kita! Beliaulah yang membangun kampus kami.” Si dokter pun berseru, “Beliau juga banyak membantu klinik kami.” Si ulama turut melengkapi, “Beliau juga merupakan donator tetap untuk tempat ibadah kami.”
Akhirnya mengingat jasa-jasa si pengusaha, maka baik dosen, dokter, maupun ulama pun rela untuk mengalah. Mereka bertiga sepakat untuk mempersilakan pengusaha untuk masuk surga paling dulu. Memang cerita ini cuma isapan jempol belaka. Namun poinnya amat jelas, pengusaha itu tak terkira jasanya.
Manfaat selanjutnya dengan menjadi pengusaha, kita memiliki keleluasaan waktu. Berkumpul dengan keluarga? Bisa. Jalan bareng teman? Bisa. Termasuk keleluasaan beribadah. Itu artinya, Tuhan pun turut senang melihat kita menjadi pengusaha.
Selain itu dengan adanya keleluasaan waktu, kita juga bisa menggali dan mengasah potensi diri. Tidak sedikit orang yang dianugerahi kelebihan yang mengejutkan dan menakjubkan, namun ia tidak pernah menyadarinya bahkan sengaja melupakannya, lantaran ia sibuk dengan pekerjaannya. Pokoknya begitu banyak manfaat dari pengusaha. (Sansan Hasan Basri/STEI SEBI)